TFOA-1

1.2K 71 0
                                    

Jeha membuka matanya, menggeliatkan tubuhnya sebelum mengambil ponselnya kemudian mematikan alarm.

06.10

Pertanda sudah sepuluh menit alarm itu berbunyi.

Dengan gerakan malas, Jeha mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.

Tidak sampai sepuluh menit, Jeha sudah siap dengan seragamnya yang jauh dari kata rapi. Dasi terikat asal mengalung di lehernya, dengan seragam yang tidak masuk ke dalam rok secara sempurna. Rambutnya yang hanya sebahu ia ikat asal. Gadis itu menyambar tasnya kemudian keluar dari kamar menuju meja makan.

Di sana sudah ada Jihan---kembarannya yang sudah menyiapkan sarapan.

"Morning, Jihan" seru Jeha sebelum duduk dan meneguk air putih.

Jihan hanya bergumam, mengunyah nasi goreng dengan anggun.

"Nggak ada kerupuk?" Tanya Jeha. Jihan hanya menggeleng membuat Jeha mendengus kemudian menyantap nasi goreng dengan suapan besar.

Di meja makan hanya ada mereka berdua. Sang Ayah sudah meninggal sejak mereka duduk di bangku 6 SD. Sedangkan Sang Ibu memilih bekerja di Hongkong sebagai TKW untuk mencukupi kebutuhan dan biaya sekolah mereka. Dan sudah tiga tahun lamanya Sang Ibu tak pulang, namun tetap mengirim uang secara rutin setiap bulan.

"Biar gue aja" ucap Jeha meraih piring kotor milik Jihan sekalian membawanya ke wastafel. "Nggak sampe lima menit beres. Lo tunggu aja di depan, sekalian panasin motor"

Jihan mengangguk, mengenakan sepatunya kemudian berjalan menuju ruang depan, menuntun motor keluar melewati pintu. Jihan naik ke atas motor dengan gerakan kaku, kemudian menstarter motornya.

Meski Jihan sangat pandai dalam semua mata pelajaran, namun ia tidak bisa mencagak dua motor, tidak bisa mendongklek motor secara manual, dan tidak bisa mengendarai kendaraan roda dua itu. Serta jangan lupakan mengenai olahraga. Jihan sangat 'minus' dalam jenis olahraga manapun.

Selesai mencuci piring, Jeha menyusul Jihan yang sudah nangkring di atas motor dengan wajah tertekan.

"Lo depan, ya!" Celetuk Jeha seraya memberi helm pada Jihan.

Jihan menggeleng cepat sebelum meraih helm itu dan mengenakannya.

"Gue ajarin, deh. Gampang kok, tinggal ngegas doang"

Jihan menggeleng cepat. "Nggak! Jihan takut nyungsep"

Jeha terbahak. "Kalau gitu lo nggak bakal bisa"

"Biarin. Kan ada Jeha yang selalu boncengin Jihan" ucap Jihan pd membuat Jeha berdecak kemudian mengambil alih posisi Jihan.

"Lain kali gue ajarin lagi ya" ucap Jeha disela laju motornya.

"Nggak mau" tolak Jihan cepat.

"Napa sih? Lo masih trauma pernah nyungsep di got?"

Jihan tak bersuara, namun gadis itu mengangguk. Jeha bisa melihat raut cemberut Jihan dari kaca spion membuatnya terbahak.

"Kalau lo bisa naik motor, gue beliin piano sekaligus kursinya deh" rayu Jeha mengingat kembarannya menyukai alat musik itu.

"Tetep enggak!" Final Jihan membuat Jeha berdecak.

Jeha menghentikan motornya di depan gerbang sekolah yang nampak megah dan berkelas.

SMA Dream School Dewantara---SMA favorit ternama---yang katanya lulusan dari sekolah itu dapat melanjutkan kuliah di kampus manapun, baik dalam maupun luar negeri. Dan satu keistimewaannya adalah SMA Dream School Dewantara selalu memiliki perwakilan siswa/siswi yang menjadi lulusan terbaik dengan nilai tertinggi se-Indonesia setiap tahunnya.

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang