Irene membuka kedua matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah tirai hitam yang menutupi jendela, menghalangi cahaya matahari agar tidak mengusik tidur nyenyaknya.
"Gue di mana?" Gumam Irene beranjak duduk. Namun tiba-tiba kepalanya terasa berdenyut dan tubuh bagian bawahnya terasa nyeri. Kedua mata gadis itu membulat saat selimut yang ia kenakan melorot dan menampilkan tubuhnya yang polos, tak mengenakan apa pun.
"Oh, damn!" Irene segera menutup tubuhnya kembali menggunakan selimut itu. Kepalanya yang masih pening ia paksa untuk mengingat apa yang sudah ia lakukan sampai berakhir di sebuah kamar dengan kondisi memalukan seperti ini.
"Kita butuh kamar"
Bisikan Leon setelah menciumnya berhasil Irene tangkap di kepalanya. Gadis itu meremas rambutnya frustasi saat kilatan bayangan malam panas yang ia lewati bersama Leon.
Bagaimana bisa dia melakukan hal sebodoh itu? Tidur bersama laki-laki yang bahkan belum lama ia kenal. Kenapa dirinya seceroboh itu?!
Irene merutuki kebodohannya. Gadis itu mengedarkan pandangannya pada kamar bernuansa red-black yang tidak cukup penerangan, karena lampu kamar tidak menyala dan hanya mengandalkan sinar matahari yang bahkan tertutup tirai hitam tipis di jendela kamar itu.
Irene turun dari ranjang dengan gerakan tertatih, mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai kemudian mengenakannya. Mengabaikan pakaian baru yang sudah Leon siapkan di samping tempat tidurnya, Irene menyambar tas selempangnya kemudian bergegas pergi.
°°°°°°
Jihan berlarian ke ruang tv seraya memegang sapu, mencoba mengusir tikus yang berhasil masuk ke belakang lemari yang tingginya hanya sebatas perutnya.
"Ih... buruan keluar!" Ucap Jihan pada tikus itu seraya menggerakkan ujung sapu ke sela lemari itu.
Jihan menjerit keras saat tikus itu berlari keluar dan lewat di kakinya. Dengan gerakan brutal, Jihan memukuli tikus menggunakan sapu. Namun tikusnya berhasil kabur, dan sapu di tangan Jihan malah tidak sengaja mengenai salah satu pigura foto di atas lemari dan membuatnya terjatuh.
"Yah..." keluh Jihan saat mendapati kaca pigura foto itu pecah.
Sejenak Jihan tertegun menatap foto keluarganya 'yang masih' lengkap. Di dalam foto itu Ayah dan Ibunya tengah mengecup pipi Hilda---kakak perempuannya yang merangkul dirinya dan Jeha.
Jihan masih ingat, foto itu diambil saat wisuda SMP Kakak perempuannya. Ia tidak menyangka, jika foto itu adalah foto 'keluarga lengkap' terakhir mereka. Ayahnya meninggal karena serangan jantung, dan dua tahun setelahnya Hilda mengalami kecelakaan hingga merenggut nyawanya.
Sejak itu, keluarga Jihan yang sudah terpuruk semakin terpuruk, mengalami kesulitan ekonomi hingga membuat Ibunya tidak memiliki pilihan lain selain merantau ke luar negeri, ikut dengan teman kenalannya untuk menafkahi mereka berdua.
"SPADA~cewek cantik dah pulang, nih~"
Teriakan Jeha menyadarkan lamunan Jihan. Gadis itu bergegas merapikan kekacauan yang ia buat.
"Heiyooo... what are you doing, sister?" Tanya Jeha dengan gaya hip-hop gagalnya.
"Tadi Jihan nggak sengaja jatuhin foto saat ngejar tikus" jelas Jihan seraya membersihkan pecahan kaca menggunakan sapu dan penyerok.
Langkah Jeha menuju kamar terhenti untuk menoleh Jihan. "What? Tikus?!"
"He'em" Jihan mengangguk kemudian beranjak dan membawa sampah kaca keluar rumah.
"Tumben Jeha udah pulang?" Tanya Jihan setelah mengembalikan sapu dan penyerok.
"Gue izin dateng lambat, soalnya mau nyervice mesin cuci dulu" ucap Jeha berjalan ke kamar untuk mengambil handuk dan pakaian ganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
Teen FictionSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...