Sudah tiga hari Jeha tidak masuk sekolah ataupun pergi bekerja paruh waktu. Jangankan pergi jauh, bahkan gadis itu tidak mau keluar kamar selain saat pergi ke toilet. Untuk makan, Jihan selalu mengantarkan sarapan dan makan malam ke kamar Jeha selama tiga hari ini. Karena saat siang, Jihan masih di sekolah. Tapi gadis itu tetap menyiapkan makanan untuk kembarannya di meja makan, meski pada akhirnya juga tak tersentuh. Jeha benar-benar mengurung diri di kamar.
Saat teman-temannya datang untuk menjenguk pun, Jeha tidak mau menemui dan malah mengunci diri di kamar. Bahkan Ghani pun tidak dibiarkan masuk. Hal itu benar-benar membuat semua orang terdekat Jeha, bahkan Pak Jay dan Bima frustasi sekaligus khawatir. Untung saja Jeha tidak melarang Jihan masuk juga. Setidaknya, Jihan adalah harapan satu-satunya, informan untuk memastikan Jeha masih dalam keadaan baik-baik saja.
Dan untuk dua hari ini Jihan sudah kembali ke sekolah asalnya, Dream School Dewantara---tanpa sepengetahuan Jeha. Satu hari dimana Jeha demam, Jihan memutuskan untuk izin tidak masuk sekolah untuk menjaga kembarannya. Awalnya, Jihan ingin tetap menemani Jeha, menunggu sampai dia pulih. Namun karena kembarannya itu menyuruhnya berangkat sekolah, alhasil Jihan menurut.
Jujur saja, Jihan merasa bersalah pada Jeha. Karena menggantikan posisinya di sekolah itu, membuat Jeha harus menerima perlakuan tidak menyenangkan yang seharusnya menjadi milik Jihan.
Mengenai masalah Jeha, Jihan tidak diberitahu secara detail. Ghani hanya mengatakan kalau pembully di sekolahannya bertambah dan itupun sudah ditangani. Itu saja. Tanpa menyebut nama Baron dkk, juga permasalahan yang terjadi. Intinya, Jihan belum mengetahui yang sebenarnya.
"Jihan... gimana kabar Jeha?" Tanya Hara begitu Jihan duduk di bangkunya, yang kebetulan tepat di belakangnya.
Sejujurnya, Jihan masih bingung dengan Hara yang nampak akrab dengan Jeha---kembarannya. Karena yang Jihan tahu, Hara itu makhluk pendiam menjurus tak pernah bicara. Bahkan orang-orang pikir laki-laki itu memang tidak dapat bicara alias bisu. Namun ternyata, Hara bisa berbicara. Mungkin selama ini ia diam karena malas untuk mengeluarkan suaranya saja. Dan lagi-lagi itu karena Jeha.
Jihan ingat, dulu Hakkan juga termasuk makhluk pendiam. Tapi semenjak mengenal Jeha, laki-laki itu bisa banyak bicara. Yah, meski itu hanya dengan Jeha dan dua teman sepergeludannya---Genta dan Raven. Bukan dirinya atau dengan orang lain yang memang tidak akrab.
"Udah mendingan. Tapi masih belum mau keluar kamar" balas Jihan masih dengan nada canggung.
Hara terdiam. Meski wajahnya datar, namun hatinya merasa khawatir.
"Ehm, Hara... aku boleh tanya sesuatu?"
"Apa?"
"Sebenernya, apa yang terjadi sama Jeha?"
Hara tak langsung menjawab. Ia tahu kalau Jeha tak mengatakan apa pun pada Jihan, sudah pasti gadis itu tidak menginginkan kembarannya itu tahu. Lebih tepatnya tak ingin membuat Jihan khawatir. Tapi tetap saja, Jihan adalah kembarannya. Bohong kalau Jihan tidak khawatir. Tapi sekali lagi, Jihan adalah sejenis makhluk yang pengertian.
"Lebih baik lo nanya langsung ke Jeha aja" ucapan Hara membuat Jihan semakin penasaran. Namun tidak bisa memaksa Hara untuk menjelaskan.
"Oh iya, dua hari ini aku nggak lihat Irene. Dia kemana? Sakit?" Tanya Jihan karena dua hari ini ia tidak melihat perempuan yang selama ini membully dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
Teen FictionSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...