TFOA-10

772 59 0
                                    

Satu tahun yang lalu...

"Bertahanlah, Hakkan" gumam Yasa yang melihat mobil yang dikendarai Hakkan masuk ke dalam sungai, kemudian berlari melewati rerumputan menuju jalanan di depan sana yang cukup sepi karena tak ada kendaraan yang lewat.

"Pak, tolong saya!" Teriak Yasa seraya menggerakkan kedua tangannya saat sebuah truk melintas ke arahnya. Namun sayang, supir truk itu tak bisa melihat atau pun mendengar teriakannya, bahkan truk itu tetap melaju dan malah menembus tubuhnya begitu saja.

"Mas, tolong saya, Mas!" Yasa kembali menghadang Abang ojol yang lewat, namun hasilnya tetap sama.

"Arggghhh!" Yasa menjerit frustasi sampai berjongkok. Kendaraan yang sedari tadi lewat melaju begitu saja dan hanya menembus tubuhnya.

"Siapa pun, please... tolongin gue!" Teriak Yasa putus asa, laki-laki itu mulai menangis. Seakan pasrah dengan keadaan.

"Bim stop, Bim!" Jeha menepuk pundak Bima beberapa kali membuat Bima mengerem motornya mendadak.

"Apasih, Je?!" Kesal Bima dan menoleh ke arah Jeha yang malah turun dari motornya dan menyeberangi jalan, meninggalkannya begitu saja membuat Bima mendengus sebelum menyusulnya dengan motor.

"Oi, Mas... ngapain nangis kejer di tengah jalan?" Tanya Jeha menundukkan wajahnya membuat laki-laki yang mengenakan seragam SMA itu mendongak.

"Anjir, si Jeha mulai lagi" tiba-tiba Bima merasa merinding, karena yang laki-laki itu lihat Jeha hanya berbicara sendiri.

"Lo bisa lihat gue?" Tanya Yasa tak percaya.

"Malah ngajak becanda" gumam Jeha membuat Yasa yakin kalau gadis itu benar-benar dapat melihatnya.

"Mbak, tolongin gue... mobil temen gue nyemplung ke sungai dan dia masih ada di dalam mobil itu" jelas Yasa dengan nada memohon.

"Kenapa lo nggak bilang dari tadi?!" Kesal Jeha. "Buruan tunjukin ke gue lokasinya!" lanjutnya membuat Yasa berlari ke sungai tadi.

"Bim... telpon 112 sekarang juga! Ada mobil masuk sungai" teriak Jeha sebelum berlari menyusul Yasa.

"Aish... mulai lagi dia" geram Bima namun laki-laki itu tetap melakukan apa yang Jeha suruh.

"Di sana" tunjuk Yasa ke arah sungai membuat Jeha langsung melemparkan dirinya ke sana.

Jeha berenang menuju mobil yang bergerak turun ke dasar sungai.

'Sial! Nggak bisa dibuka' batin Jeha kemudian melepas spion mobil itu dan menggunakannya untuk menghantam kaca pada pintu mobil yang terkunci.

Hakkan sebenarnya masih sadar, bahkan laki-laki itu masih bisa melihat wajah gadis yang sedang berusaha memecahkan kaca mobilnya. Namun Hakkan merasa sesuatu menahan tubuhnya membuat ia tak bisa bergerak sama sekali.

Nafas Hakkan hampir putus, merasa tak kuat lagi untuk bertahan di dalam air itu. Namun kedua netranya menatap air sungai yang jernih itu kini berubah memerah.

Jeha mengabaikan lengan kanannya yang terluka akibat tergores kaca saat berusaha menggapai pengunci untuk membuka pintu.

Jeha menarik tangan Hakkan keluar dari mobil dan membawanya menuju permukaan.

"JEHAAA... " teriak Bima saat melihat Jeha menyembulkan kepala dan berhasil membawa Hakkan ke tepi sungai.

Samar-samar Hakkan masih bisa mendengar suara laki-laki yang memanggil gadis yang telah menolongnya.

"JEHA... LO GILA, YA?!" Maki Bima dengan wajah khawatir. "Main asal nyemplung aja!" Dumal temannya namun tetap membantu Jeha untuk memapah Hakkan. "Kalau nanti---

"Diem, Bim!" Potong Jeha. "Ngebacotnya nanti aja"

Bima kicep, tak lama setelah itu bantuan datang bersama tenaga medis.

Hakkan menyempatkan diri menoleh ke arah Jeha, menatap gadis itu sekali lagi.

"Jeha..." gumam Hakkan tanpa suara, kedua matanya perlahan menutup dan kegelapan mengambil alih kesadarannya bersamaan dengan para petugas ambulans yang membawanya.

°°°°°°

Hakkan menatap lekat sebuah kunci dengan bandul logam berbentuk persegi panjang kecil di tangannya.

'Apa mereka adalah Jeha yang sama?' Batin Hakkan menatap ukiran nama 'Jeha' pada benda persegi panjang itu kemudian menyimpannya ke saku celananya.

Laki-laki itu turun dari motor kemudian berjalan menuju kelasnya. Namun belum sempat mencapai pintu kelas, seorang gadis menghentikan langkahnya.

"Dengan Hakkan Mahatma?" Tanya Jeha dengan pandangan meneliti membuat Hakkan bingung namun kemudian menganggukkan kepalanya.

"Ini jaketnya" ucap Jeha seraya memberikan tote bag hitam kepada Hakkan. "Makasih, ya" lanjutnya dengan senyuman---yang terlihat kaku sebelum bergegas pergi.

Hakkan menoleh, menatap punggung Jeha yang kini sudah menuruni anak tangga.

"Dia cewek yang lo cari"

Seketika Hakkan menoleh kemudian menatap Yasa bingung.

"Maksud lo, dia... Jeha?"

Yasa mengangguk membuat Hakkan mengerutkan keningnya.

"Gimana lo bisa tahu?"

"Karena dia bisa lihat gue" jelas Yasa membuat Hakkan tertegun. "Dan lihatlah tanda titik hitam di bawah mata kanannya. Jelas-jelas itu dia..."

"Kalau lo kurang yakin, coba lihat tangan sebelah kanannya. Kalau bagian lengannya ada bekas luka, berati fix dia!" Yasa memberi saran.

Hakkan nampak berpikir, namun teriakan seseorang berhasil membuatnya terusik.

"Hakkaaan~ tolongin gue!" Teriak Raven seraya berlindung di belakang tubuh Hakkan, meminta laki-laki itu untuk menyelamatkannya dari amukan Genta yang sudah siap menghajarnya.

°°°°°°

Jeha menyandarkan tubuhnya pada ranjang UKS. Kepalanya tak lagi berdenyut dan lukanya sudah tertutup perban.

"Yang tadi itu... gue reflek saat nyium lo" tutur Hakkan dengan nada bersalah. "Maaf, karena udah buat lo jadi nggak nyaman"

Jeha teringat ucapan Hakkan beberapa menit lalu. Hakkan memutuskan kembali ke kelas, membiarkan Jeha untuk istirahat di UKS setelah memberikan seragam baru yang dibelinya di koperasi dan memastikan gadis itu baik-baik saja setelah mendapat pertolongan pertama dari perawat yang kebetulan sudah selesai istirahat.

Hakkan juga meminta perawat untuk memberikan surat izin kepada guru yang mengajar di kelas Jeha agar membiarkan gadis itu berada di UKS sampai jam pelajaran berakhir.

'Gue jadi bingung... dia itu sebenernya siapa, sih?' Batin Jeha memasang wajah berpikir. 'Kenapa dia bisa tahu kalau gue Jeha...? Apa hanya karena gantungan kunci gue?'

Jeha mendengus pelan. 'Kalau cuma itu... terus, kenapa dia juga bisa tahu penyebab luka di tangan gue?'

Jeha terkesiap saat teringat sesuatu. 'Jangan-jangan... aish! Apa mungkin orang itu... Hakkan?'

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang