Hakkan menyeret kopernya, berjalan keluar rumah. Tak lupa menutup pintu dan menguncinya. Namun saat Hakkan berbalik, ia terkejut melihat Jeha yang berdiri di depannya.
"Jeha" panggil Hakkan kemudian berjalan menghampiri gadis itu seraya menarik kopernya.
"Lo sakit?" Tanya Hakkan saat melihat wajah Jeha yang nampak pucat
Jeha tak menjawab, gadis itu malah mengulurkan tangannya.
Hakkan masih bingung, tapi tetap menerima uluran tangan Jeha, menjabat tangan gadis itu yang terasa dingin.
"Hati-hati di jalan ya, Hakkan... selamat tinggal" ucap Jeha seraya tersenyum manis kemudian berbalik dan pergi.
Hakkan ingin mencegah, menahan Jeha agar tidak pergi. Namun tubuhnya terasa kaku, kakinya tak dapat ia gerakkan walau selangkah.
Hakkan membulatkan matanya saat melihat truk melaju ke arah Jeha.
"JEHA AWAS!" Teriak Hakkan, namun ia terlambat. Truk itu sudah lebih dulu menabrak Jeha hingga tubuh gadis itu terpental.
"JEHAAA!"
.
.
.
Hakkan membuka matanya dengan napas memburu. Jantungnya berdebar tak karuan. Keringat membasahi wajah hingga tubuhnya, padahal AC di kamarnya menyala dengan suhu rendah. Ia baru saja mimpi buruk. Sangat buruk.
Hakkan mendudukkan dirinya di tepi ranjang, dilihatnya jam di atas nakas masih menunjukkan pukul 10 malam. Artinya ia sudah tidur selama 3 jam. Tadi Hakkan ketiduran padahal belum selesai mengemas barangnya.
Hakkan beranjak, berjalan menuju koper yang ia letakkan di sebelah meja belajarnya kemudian mengecek apa saja yang belum ia masukkan. Besok pagi dia akan terbang ke Chicago. Hakkan memutuskan untuk kuliah dan meneruskan hidup di sana saja. Selain tidak memiliki kerabat di sini juga karena sudah tidak ada alasan ia berada di sini. Apalagi gadis yang ia cintai tidak bisa ia miliki. Hakkan telah gagal mendapatkan cintanya.
Jauh di lubuk hati, sebenarnya Hakkan masih ingin berusaha. Tapi disisi lain mereka sudah saling mencintai membuat Hakkan sadar diri. Dan pada akhirnya Hakkan memilih menjauh pergi seraya membawa hatinya yang patah. Sendirian. Cinta sepihak memang benar-benar merepotkan.
Gerakan Hakkan yang tengah memasukkan barang ke koper harus terhenti karena deringan ponselnya.
Hakkan beranjak, mengambil ponselnya di atas meja. Panggilan masuk dari Raven.
"Hm?"
"Kan..." panggil Raven dengan suara parau.
Lagi-lagi Hakkan hanya bergumam.
"Jeha..."
Begitu mendengar nama gadis itu, Hakkan langsung menegang. Tiba-tiba ia merasakan firasat buruk.
"Jeha udah nggak ada, Kan. Dia... dia meninggal karena kecelakaan"
DEG!
Jantung Hakkan seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat.
"Gue sekarang lagi di rumah Jihan. Pemakamannya besok pagi jam 8"
Setelah mengatakan itu, Raven memutuskan panggilannya.
Kaki Hakkan terasa lemas, tubuh laki-laki itu merosot ke bawah, terduduk di lantai dengan punggung yang menyandar ke dinding.
Hakkan menundukkan wajahnya, memeluk lututnya seraya meremat ponsel di tangannya. Dalam diam Hakkan mulai terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
Dla nastolatkówSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...