TFOA-18

691 50 0
                                    

Barusan udah aku revisi, atau lebih tepatnya aku buat part baru dibawahnya sesuai chapter (urutannya) dan hapus chapter yang nyempil2 tadi. Wkwk

Gimana pemirsah? Masih amburadul nggak chapternya? Muehehehe...

Hokey, happy reading~
.

.

.

"Oi Jehaaa~" teriak Satrio dan tanpa segan merangkul Jeha. "Idih... gue kangen banget sumpah!"

"Idih, lebay banget. Najis!" Jeha mendorong tubuh Satrio membuat laki-laki itu terbahak.

"Udah seminggu loh Jeha nggak ketemu gue. Nggak kangen lo?"

"Nggak samsek!" Balas Jeha membuat Satrio mengunci leher gadis itu menggunakan lengannya.

"Lepasin bego!" Kesal Jeha membuat Satrio terbahak.

"EKHEM!"

Sontak Jeha dan Satrio menoleh ke arah Hakkan. Baru sadar, ternyata mereka melupakannya dan tidak ingat tujuan awal datang ke rumah Satrio.

"Oh ya, kenalin ini Hakkan, Kakak kelas gue. Dan Hakkan... ini Satrio, temen sekelas gue" Jeha mulai memperkenalkan mereka.

Hakkan dan Satrio hanya saling mengangguk. Hakkan yang memang tidak mudah akrab dengan orang baru dan Satrio yang hanya bersikap sewajarnya.

"Oh ya, dan dia... Yasa" Jeha menunjuk laki-laki mengenakan seragam sekolah yang berdiri di belakang Hakkan, entah sejak kapan. Mungkin teleportasi?

Satrio sedikit tersentak saat merasakan perbedaan aura yang menguar dari tubuh Yasa, namun detik selanjutnya ia bisa menormalkan ekpresinya menjadi biasa saja.

"Yaudah, duduk dulu. Gue buatin minum" ucap Satrio kemudian pergi ke belakang. Hari ini hanya ada Satrio di rumahnya. Kedua orang tuanya sedang mengunjungi Sang Nenek dan Satrio tidak bisa ikut serta karena sudah ada janji dengan Jeha, sedangkan Abangnya kuliah di luar kota dan hanya sebulan sekali pulang ke rumah.

Tak lama Satrio kembali ke ruang tamu dan membawa minuman beserta camilan.

"Jadi gimana ceritanya?" Tanya Satrio dan Jeha menjelaskan permulaannya, disusul Yasa yang menjelaskan secara rinci.

"Gue bener-bener nggak ingat apa pun saat gue buka mata pertama kali. Gue juga nggak tahu gimana ceritanya gue sampai jadi arwah gentayangan kayak gini" jelas Yasa.

"Coba lihat tangan lo" ucap Satrio membuat Yasa mengulurkan tangannya.

Satrio ikut mengulurkan tangannya, memposisikan telapak tangannya beberapa centi di atas telapak tangan milik Yasa.

"Lo belum mati" ucap Satrio membuat Yasa, Jeha, dan Hakkan terkejut hingga mendongak untuk menatap Satrio. Meminta penjelasan lebih.

"Lo nggak bau danur, hawa di tubuh lo nggak begitu dingin... dan penampilan lo juga nggak kayak hantu. Masih terlihat normal meski pada kenyataannya lo emang arwah" jelas Satrio dengan kekehan membuat ketiga orang tadi memasang wajah datar.

Satrio mulai memejamkan matanya, sedikit mengernyit kemudian membuka matanya kembali.

"Lo koma ya?" Tanya Satrio membuat Yasa mengernyit.

"Ya mana gue tahu"

"Lo lihat apaan, Sat?"

"Panggil gue yang bener coba?" Satrio memasang wajah datar.

Jeha nyengir. "Lo lihat apaan, wahai Satrio Wicaksono yang gantengnya kebingitan?"

Satrio menahan diri untuk tidak terbahak. "Gue lihat tubuh dia tidur anteng di atas kasur putih. Gue tebak sih rumah sakit"

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang