TFOA-28

440 36 0
                                    

Persiapkan diri anda readers!
Chapter ini sudah masuk ke konflik. Kalem... enggak berat-berat kok.

So...

Happy reading~

.

.

.

Tengah malam, Satrio terbangun karena haus. Begitu sudah meneguk sebotol air dan pergi ke kamar mandi, Satrio kembali ke kamar.

Belum sempat merebahkan diri ke atas kasur, Satrio melihat tirai melambai-lambai tertiup angin karena pintu balkon kamarnya yang terbuka. Padahal semalam sebelum tidur, Satrio yakin sudah menutup pintu dan menguncinya.

"Aish... mulai lagi dia" gumam Satrio kemudian melangkah menuju balkon kamarnya.

"Masih galau aja, Bro?"

Yasa terlonjak kemudian menoleh dan mendapati Satrio yang sudah berada di sebelahnya, berdiri seraya bertumpu tangan  pada pembatas balkon. Selain bisa membaca pikiran manusia hidup, Satrio juga bisa memahami isi pikiran dari arwah gentayangan macam Yasa ini.

Yasa tak menjawab. Laki-laki itu malah menatap langit yang menampilkan awan gelap. Mendung. Seperti perasaannya sekarang.

"Udah kehabisan cara ya buat bunuh diri?" Cibir Satrio membuat Yasa menoleh.

"Yas... posisi lo itu lagi jadi arwah. Arwah gentayangan. Mau lo nyoba bunuh diri sebanyak apa pun ya lo nggak bakalan bisa. Aneh. Sarap lo!" Satrio sudah tak habis thinking. Sudah seminggu ini Yasa mendekam di kediaman Satrio dan terus mengganggunya. Meminta bantuan pada Satrio untuk melenyapkannya setelah gagal dalam aksi menghilangkan diri sendiri dari dunia. Tapi Satrio tak bisa melakukannya.

"Kalau mau saran dari gue... mending lo balik ke tubuh lo dulu deh. Karena dengan begitu lo bisa hidup lagi. Dan setelah itu terserah lo. Mau bunuh diri lagi, kek atau melanjutkan hidup" Satrio menjeda ucapannya sejenak. Menatap Yasa yang sepertinya tengah termenung.

"Yas... lo pernah mikir nggak alasan lo jadi arwah gentayangan yang amnesia?"

Yasa mendongak kemudian menggeleng pelan.

"Menurut gue, lo lagi dikasih kesempatan kedua" ucap Satrio membuat Yasa bingung.

"Dengan lo menjadi arwah yang amnesia, nggak inget masa lalu lo, mungkin semua itu karena Tuhan ngasih waktu istirahat sejenak buat lo mikir supaya lo nggak gegabah buat ambil keputusan ke depannya.

Coba bayangin kalau lo jadi arwah yang masih inget dengan kehidupan lo semasa hidup? Pasti sakit ati banget kan? Terus mau nyoba buat mati aja, kan? Nah, makanya Tuhan ngasih jalan buat jadiin lo arwah yang hilang ingatan sementara. Itu supaya lo istirahat dari rasa sakit hati. Lo lagi dikasih waktu buat damai sama diri lo sendiri. Dan kalau saat itu tiba, dimana lo udah bisa damai sama diri lo sendiri, siap memperbaiki kesalahan lo, dan melanjutkan hidup lo. Udah sih... saran gue, balik aja ke tubuh lo.

Lo udah dikasih kesempatan buat hidup lagi, Yas. Jangan sia-siain kesempatan itu!" Satrio menepuk pundak Yasa dengan wajah meyakinkan.

"Tapi gue udah nggak pantes hidup lagi, Satrio. Hilda meninggal gara-gara gue. Gue benci bokap gue yang dengan seenak jidatnya ambil jantung Hilda buat adek tiri sialan gue. Gue terlalu malu buat hidup lagi.  Gue nggak pantes nerima kesempatan ini. Harusnya Hilda. Dia yang pantes nerima kesempatan ini dan hidup bahagia. Dia cewek baik. Cewek terbaik yang pernah gue temui. Harusnya dia..." Yasa tak bisa menahan air matanya lagi. Laki-laki itu menangis.

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang