Dengan telaten, Ghani mengobati luka di wajah Jeha. Tanpa suara dengan gerakan super hati-hati.
"Udah dong, Ghani... entar mata lo bengkak" Jeha mengusap air mata yang sedari tadi membasahi pipi Ghani. Benar, laki-laki itu tengah menangis tanpa suara.
Ghani tak menjawab, namun tangannya tak berhenti mengoles salep di ujung bibir Jeha yang terluka dan sedikit robek. Hal itu membuat hati Ghani teriris. Sakit. Sangat sakit. Ia menyesal karena telah gagal menjaga gadis yang ia cintai, dan Ghani tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak terisak.
"Maaf" tutur Ghani disela isakannya. "Maaf, karena gue gagal jagain lo. Harusnya gue nggak biarin lo perang sendiri di sekolah Jihan. Harusnya gue ikut lo buat nyamar juga supaya bisa jagain lo" Ghani menundukkan wajahnya dan kembali menangis sesenggukan.
Mendengar itu, Jeha tersenyum hangat. Tangannya terulur untuk menyeka air mata Ghani.
"Makasih"
Ghani mendongak sehingga dapat melihat tatapan teduh Jeha untuknya, bahkan bibir gadis itu yang terluka kini menyunggingkan senyum hangatnya.
"Makasih karena selama ini ada untuk gue, selalu dukung gue. Gue bener-bener beruntung punya lo di sisi gue, Ghani. Selain keluarga gue, lo adalah orang yang paling gue sayang di dunia ini" tutur Jeha membuat Ghani tak kuasa menahan diri untuk memeluk Jeha.
"Gue juga sayang sama lo, Jeha. Sayang banget! Please, jangan tinggalin gue. Apapun yang terjadi, lo harus tetep sama gue" ucap Ghani dan tangisnya kembali pecah. Entah mengapa, tiba-tiba perasaan takut kehilangan menyelimuti hati Ghani.
Jeha mengangguk dalam dekapan Ghani. Tangan gadis itu terulur, membalas pelukan Ghani dan mengusap punggung laki-laki yang masih menangis di pundaknya, mencoba menenangkan.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi Jihan berdiri di ambang pintu kamar Jeha yang memang sudah terbuka. Awalnya ia baru saja pulang dari kerja kelompok dan mendapati motor Ghani di depan rumah. Namun saat memasuki rumahnya, Jihan malah dikejutkan oleh dua orang yang tengah berpelukan di kamar Jeha.
Perlahan gadis itu melangkahkan kakinya pergi ke kamarnya sendiri. Mencoba baik-baik saja meski hatinya terluka.
°°°°°°
Pukul sebelas malam, Jeha terbangun. Mimpi buruk yang tiba-tiba hadir berhasil mengusik tidurnya dan memaksanya untuk membuka mata. Begitu mencoba untuk tidur kembali, Jeha tak bisa karena entah mengapa perasaan gelisah kini menyelimutinya.
Tiba-tiba kejadian tadi saat di markas Baron kembali berputar di kepalanya. Jeha beranjak, beringsut ke pojokan dan terduduk sambil memeluk lututnya sendiri. Bayangan Baron saat berusaha menyentuhnya kembali terngiang membuat jantung Jeha bergemuruh, keringat membasahi wajahnya. Tangan dan tubuhnya kini gemetaran. Takut. Jeha merasa takut sekarang.
"Akh!" Jeha mencengkeram rambutnya saat merasakan kepalanya terasa berat.
Perlahan air mata Jeha luruh membasahi pipinya, kedua tangannya kini bergerak menutup kedua telinganya karena tiba-tiba suara berisik milik Baron memenuhi pendengarannya yang terdengar menjijikan dan Jeha tidak menyukai itu.
Dalam diam, Jeha terisak.
°°°°°°
Ghani gelisah. Ia tidak bisa tidur padahal sudah hampir tengah malam. Otaknya tak berhenti memikirkan Jeha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
JugendliteraturSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...