Selesai merapikan peralatan, Hakkan mengambil remote AC dan menekan tombol power itu untuk mengetesnya.
"Wih... hebat banget lo, Kan" puji Yasa saat AC kembali dapat dinyalakan dengan remote. "Mending lo buka jasa service aja... lumayan buat beli kuota"
Hakkan memandang malas Yasa yang sedari tadi nangkring di atas kasur kamarnya. Semenjak bertemu Hakkan dua tahun lalu, hampir setiap hari Yasa mengunjungi laki-laki itu dengan alasan mau menemaninya.
Maklum, Hakkan hanya tinggal seorang diri di rumah dua tingkat yang cukup besar ini. Kedua orang tuanya tinggal di luar negeri bersama Abang dan adik perempuannya. Sedangkan Hakkan, sejak SMP laki-laki itu tinggal di Indonesia ikut dengan Neneknya. Namun sayang, satu tahun lalu Neneknya sudah 'berpulang' menyusul Sang Kakek. Dan Hakkan berencana akan menyelesaikan pendidikannya di sini sekaligus menjaga rumah Nenek yang sudah menjadi rumah keduanya.
Hakkan sudah terbiasa hidup mandiri dan terbiasa sendiri. Sejak kecil dirinya sudah memiliki keistimewaan bisa melihat makhluk astral. Mungkin hal itu yang membuatnya tak memiliki banyak teman---mungkin hanya Genta dan Raven, teman sejak SMP yang masih bertahan dengan sifat dingin sekaligus 'keistimewaannya' itu sampai sekarang.
"Minggir lo! Gue mau tidur" ucap Hakkan seraya melepas kaosnya kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur. Bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer adalah kebiasaannya saat tidur.
"Nggak mau gue temenin?" Yasa menaik-turunkan alisnya membuat Hakkan menatapnya datar.
"Iya iya, gue cabut" ucap Yasa kemudian menghilang setelah itu.
Hakkan hendak memejamkan matanya, namun getaran ponselnya di atas nakas membuatnya menoleh ke benda itu dan mengambilnya.
"Apa?"
"Ya ampun, Mas bro... woles dong!" Terdengar suara Raven dari seberang telepon. "Gue cuma mau ngasih info... temennya Bima mau minta nomor lo. Boleh nggak? Katanya sih mau minta bantuan buat benerin mesin cuci. Hihi..."
"Bima siapa?"
"Hastagah... Bima sepupu gue loh" balas Raven. "Gimana, boleh nggak?"
"Nggak"
"Yah, Bim... si Hakkannya kagak ngebolehin" terdengar teriakan Raven yang mungkin ditujukan untuk sepupunya.
"Yaudah, entar gue bilangin ke Jeha..." terdengar sautan dari seorang laki-laki yang mungkin adalah suara sepupu Raven.
Mendengar nama 'Jeha' seketika Hakkan tersentak.
"Yaudah kalau git---
"Kasih aja" potong Hakkan.
"Eh? Maksudnya?" Tanya Raven loading. "Maksudnya lo ngebolehin gue ngasih nomer lo ke dia, nih?"
"Iya" balas Hakkan singkat.
"Eh, yang bener?" Raven terdengar tak percaya.
"Iya"
"Oh, oke kalau gitu..."
Setelah itu sambungan terputus.
Hakkan yang awalnya sudah mengantuk, kini kedua matanya terbuka lebar menatap layar ponsel, seakan menunggu sesuatu.
°°°°°°
"Jeha bangun!" Jihan mengguncangkan pundak Jeha yang masih tertidur pulas seraya memeluk guling.
"Eunghhh..." Jeha menggeliatkan badannya, terduduk lesu kemudian menguap lebar. "Jam berapa, sih?" Tanyanya dengan nada malas. "Masih pagi juga... alarm gue juga belum bunyi"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
Teen FictionSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...