TFOA-3

918 59 1
                                    

Genta menyangga wajahnya menghadap keluar jendela yang ada di samping tempat duduknya.

Laki-laki itu tengah melamun padahal Bu Siska---guru kimia itu tengah menerangkan pelajaran melalui layar proyektor.

"Lo mau, kan jadi pacar gue?"

"Maaf?" Jihan mengernyit bingung.

"Lo nggak salah denger. Barusan gue ngajak lo pacaran" ulang Genta membuat Jihan terkejut.

"Atau hp lo nggak gue balikin" ancam Genta dengan seringaian, menunjukkan ponsel Jihan di tangannya.

"Kak" panggil Jihan membuat Genta mendekatkan wajahnya.

Jihan mundur selangkah. "Bisa nggak, jangan buat aku lebih susah lagi?"

Genta menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Gara-gara sikap Kak Genta, Irene jadi salah paham sama aku"

"Eh? Irene?" Genta memasang wajah berpikir.

Irene? Siapa?

"Oh..." akhirnya Genta mengingatnya.

Irene adalah salah satu mantannya. Ehm... mungkin sebulan yang lalu. Mereka berpacaran cuma 3 hari. Itu pun dengan alasan yang sama. Raven yang menyuruh Genta karena kalah taruhan main ular tangga.

Sedangkan, Jihan... saat itu Genta kalah taruhan main PS.

Genta memang playboy. Baginya, perempuan adalah makanan di meja prasmanan. Kalau dia suka, dia ingin langsung mencobanya. Mencoba menjadikannya pacar, maksudnya.

Kebanyakan warga sekolah sudah tahu dengan tabiat minusnya itu. Namun tetap saja, banyak siswi yang masih memuja laki-laki buaya itu. Mungkin karena paras yang tampan dan kekayaan yang mengalir alami dari keluarganya yang menjadi alasan utamanya.

"Sebaiknya Kak Genta jelasin ke Irene dan jangan ganggu aku lagi. Permisi" ucap Jihan meninggalkan Genta begitu saja setelah mengambil ponselnya kembali.

"Yang tadi itu... gue ditolak?" Ucap Genta dalam hati. Masih tidak percaya.

"...ta, Genta!" Raven menampol lengan Genta membuat laki-laki itu terperanjat kaget.

"Anjir! Apaan sih?"

"Dipanggil Bu Siska noh" bisik Raven membuat Genta menoleh dan mendapati Bu  Siska sudah berdiri di sebelah meja Raven namun tatapannya lurus ke Genta.

"Genta, kerjakan soal nomor 3!"

"Eh? Kok saya, Bu?" Protes Genta.

"Dari tadi kamu melamun saat saya menjelaskan. Jadi sekarang maju, dan kerjakan soal nomor 3"

"Saya nggak ngelamun, Bu. Cuma bengong sebentar" kilah Genta membuat Bu Siska memasang wajah datar. Sedangkan Raven menahan diri untuk tidak terbahak dan memaki Genta.

"Sama saja!"

Genta beranjak. "Si Hakkan yang molor aja nggak disuruh maju" dumal Genta melirik ke arah belakangnya---tempat duduk Hakkan, laki-laki itu sedang tidur dengan pulasnya.

Dan anehnya, Bu Siska terlihat tidak mempermasalahkan. Hal itu membuat Genta merasa terdzolimi.

"Setidaknya Hakkan sudah mengerjakan semua soalnya" ucap Bu Siska seraya menunjukkan buku tulis milik Hakkan---ternyata, sebelum tidur, laki-laki itu sudah lebih dulu mengerjakan semua soal yang diberikan Bu Siska.

Genta kicep. Dengan langkah malas dan tidak terima, ia berjalan menuju pojok dekat pintu dan menghadap tembok.

"Saya nyuruh kamu buat ngerjain soal, bukan nyuruh cosplay jadi cicak" ucap Bu Siska menghampiri Genta.

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang