Hakkan menarik tangan Jeha yang hendak menuju kelas membuat gadis itu menoleh terkejut.
"Eh, mau ngapain lo?" Jeha berusaha melepas cekalan Hakkan namun laki-laki itu tak menjawab dan malah membawanya ke UKS.
"Eh, Kak Hakkan... ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang siswi dengan senyuman ramah---yang kebetulan mendapat tugas menjaga UKS.
"Nggak" balas Hakkan singkat membuat siswi itu mengangguk, tak lagi bertanya. Tatapannya yang semula fokus pada wajah tampan Hakkan, kini beralih menatap tangan Jeha yang masih digenggam oleh laki-laki itu membuatnya terkejut sekaligus penasaran.
'Tumben Kak Hakkan mau gandeng cewek' batin siswi itu. 'Biasanya dideketin cewek aja nggak pernah mau'
"Duduk!" Hakkan menginterupsikan Jeha untuk duduk di tepi ranjang UKS itu.
Jeha menatap Hakkan bingung, merasa curiga sekaligus waspada. Hanya berduaan di bilik UKS yang tertutup tirai---karena siswi yang menjaga tadi berada di depan, dekat pintu masuk---sedikit bahaya, menurutnya.
Namun pemikirannya segera ditepis saat Hakkan malah membersihkan luka di siku kanannya.
'Ternyata yang diomongin Jihan bener... si Hakkan ini, meskipun kelihatannya serem ternyata lumayan baik juga' batin Jeha mencuri pandang ke arah Hakkan yang dengan telaten mengobatinya.
'Wih... kalau diliat-liat, ganteng juga nih orang' sejenak Jeha merasa terpesona dengan ketampanan Hakkan yang tengah membalut lukanya dengan perban.
"Udah puas ngeliatnya?"
Jeha terkesiap dan seketika tersadar kalau ternyata Hakkan menangkap basah dirinya yang sedang memperhatikan laki-laki itu.
"Oh... udah selesai, ya?" Jeha mengalihkan perhatian. "Makasih ya, jadi ngrepotin" lanjutnya dengan cengiran kaku kemudian beranjak.
"Sebentar" Hakkan menahan lengan Jeha dan menyuruh gadis itu untuk kembali duduk.
"Apa?"
"Ini..." Hakkan mengarahkan pandangannya pada bekas luka goresan yang cukup panjang di lengan bawah gadis itu.
"Oh... bekas luka lama" balas Jeha seakan tahu maksud Hakkan. "Kalau bahasa kerennya apa itu namanya... Ah! Koreng" lanjut Jeha dengan cengiran.
"Sejak kapan?"
"Kok lo jadi kepo?" Jeha menatap Hakkan curiga.
"Apa lengan lo terluka karena nolongin seseorang di dalam mobil yang tenggelam?" Hakkan menatap lekat wajah Jeha.
"Eh? Kok lo tahu?"
DEG!
Hakkan tertegun, ia harus memastikan sesuatu. Laki-laki itu merogoh saku celananya dan mengambil sesuatu dari dalam sana.
"Jeha" panggil Hakkan memastikan.
"Ya?" Balas Jeha tak sadar.
"Apa benda ini punya lo?" Tanya Hakkan menunjukkan sebuah kunci dengan bandul logam berbentuk persegi panjang kecil dan terdapat ukiran nama 'Jeha' pada benda itu. Kemarin Hakkan memungutnya di bawah pohon mangga sebelum Bu Ranggi menyuruhnya kembali ke kelas.
"Eh iya... kunci rumah gue" ucap Jeha mengambil alih kunci miliknya dari tangan Hakkan. "Lo nemu di man---Aish..." Jeha tersadar sesuatu.
'Tadi dia manggil gue Jeha? Bukan Jihan...? Bagaimana dia tahu?'
"Jadi bener, nama lo... Jeha?" Tanya Hakkan menatap lekat wajah Jeha yang kini gelagapan.
"Eh? Anu, itu---ehm... gue, jadi gini---Aish... iya, gue Jeha" akhirnya Jeha mengaku saja dan itu membuat Hakkan tersenyum tipis.
"Please, jangan kasih tahu---
Ucapan Jeha terpotong karena tiba-tiba Hakkan menyambar bibirnya membuat gadis itu membulatkan mata terkejut.
Jeha beranjak dan reflek meninju wajah Hakkan membuat laki-laki itu terhuyung.
"Jamet! Nyari kesempatan, lo?!" Jeha memasang wajah marah.
"Dasar cabul!" Maki Jeha kemudian bergegas pergi seraya mengusap bibirnya kasar karena sudah ternodai membuat siswi penjaga tadi bingung sekaligus penasaran.
Hakkan terbengong sebentar, merasakan nyeri di sudut bibirnya. Jujur saja, Hakkan tidak menyangka jika dirinya melakukan hal tak terduga seperti tadi.
"Gue jamin abis ini Jeha bakal ilfeel sama lo"
Hakkan menoleh dan mendapati Yasa---teman astralnya yang dengan santuynya berbaring di ranjang UKS itu seraya memasang wajah menyebalkan.
°°°°°°
Setelah melahap habis nasi gorengnya, Jeha mulai menyantap bakso, mengunyahnya dengan perasaan dongkol.
'Nyesel gue udah muji dia' kesal Jeha dalam hati. 'Emang ya, sekolah ini nggak ada yang beres orangnya. Keliatannya aja sekolah favorit, ternyata semua muridnya kayak dedemit! Bener-bener bingsit!'
Jeha meneguk habis dua gelas es tehnya. Merasa sudah kenyang, gadis itu hendak beranjak namun tiba-tiba Irene datang dan menyiramnya dengan kuah bakso, entah milik siapa itu.
"Anjir... cobaan apalagi ini ya gusti!" Geram Jeha mengusap wajahnya yang terkena siraman tadi, bahkan seragamnya juga ikut kotor.
Tidak sampai disitu, kini Irene menarik kerah seragam Jeha, hampir mencekiknya membuat pengunjung kantin menatap ke arah mereka layaknya bahan tontonan menarik.
"Lo pakek pelet apaan sampai Kak Hakkan ngebela lo sampai segitunya?"
"Aish... sebenernya lo ada masalah apa sih sama gue?" Kesal Jeha menatap malas wajah Irene yang lebih menyebalkan dari Patrick.
"Lo hidup itu udah jadi masalah buat gue!" Irene hendak menampar Jeha, namun gadis itu sigap menangkapnya.
"Bagian mananya gue buat masalah sama lo?" Jeha meremat tangan Irene membuat gadis itu meringis. "Yang ada lo duluan yang nyari gara-gara sama gue!" Jeha menghempaskan tangan Irene membuat gadis itu terhuyung.
"Bisa nggak sih, lo hidup ayem tanpa gangguin orang?" Jeha menatap sinis Irene. "Jatuh miskin lo kalau satu hari aja nggak gangguin gue? Enggak, kan?!"
Jeha geleng-geleng kepala melihat Irene yang nampak menyedihkan. "Lama-lama gue kasian liat lo" gumam Jeha kemudian melangkah pergi.
Irene yang merasa tidak terima mengambil gelas di meja kantin kemudian melangkah menyusul Jeha.
"Mampus lo cewek sialan!" Ucap Irene seraya menghantam kepala Jeha menggunakan gelas tadi.
"Arghhh!" Ringis Jeha memegang kepalanya yang berdenyut nyeri.
"Oi, apa-apaan lo?!" Teriak Raven berjalan ke arah kantin bersama Genta dan melihat Jeha meringis kesakitan dengan Irene yang kini menjatuhkan gelasnya ke tanah.
'Apa yang udah gue lakuin?'
"Anjir, kepala lo berdarah, cuk!" Raven panik saat melihat darah merembas keluar melewati pelipis Jeha.
Baru saja Genta hendak menggendong Jeha dan membawanya ke UKS, namun...
"Minggir!" Tiba-tiba Hakkan datang dan langsung menggendong Jeha.
"Turunin gue! Gue bisa jalan sendiri" Jeha berusaha untuk turun---masih jelas dalam ingatannya kejadian tadi, namun Hakkan tak membiarkannya. Laki-laki itu malah terus melangkah, membawanya menuju UKS, mengabaikan semua mata yang menatapnya dengan pandangan terkejut dan tak percaya.
"Anjir... sejak kapan si Hakkan jadi se-care itu sama manusia?" Celetuk Raven yang diabaikan Genta. Laki-laki itu menatap punggung Hakkan dengan perasaan aneh. Entah mengapa, tiba-tiba Genta merasa tidak terima melihat kedekatan mereka yang terbilang mendadak itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Aster[END]
Genç KurguSaat mengetahui kembarannya dirundung, Jeha memutuskan untuk bertukar posisi dengan Jihan. Menggantikan posisi Jihan yang dirundung di sekolah sekaligus membereskan para perundung itu. Warning! Area remaja: mengandung bahasa kasar dan sikap labil y...