TFOA-23

597 41 0
                                    

Irene melangkahkan kakinya masuk ke kamarnya dengan perasaan kesal. Meski malas, ia tetap mengambil pakaian ganti dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

'Apa sih istimewanya si Cupu itu? Bisa-bisanya semua cowok jadi nempelin dia' gerutu Irene merasa iri sekaligus dengki saat teringat pertandingan tadi. Melihat Jeha yang tiba-tiba bisa seakrab itu sampai bergabung main basket dengan Kakak kelas cogan the most wanted membuat Irene semakin membenci gadis itu---yang Irene pikir adalah Jihan.


Benar, tadi Irene ikut menonton, meski nanti akan mendapat semburan ceramah dari Sang Mama karena melewatkan sesi lesnya.

Irene kembali memaki saat teringat lagi dengan Pak Rascal yang memuji Jeha dan kembali meminta gadis itu untuk masuk ke klub basket. Padahal sejak dulu Irene sangat menyukai olahraga basket dan ingin sekali bergabung ke klub tersebut. Tiap ada kesempatan, gadis itu berlatih.

Namun sayang, Mamanya itu melarang dirinya ikut klub basket dan malah mendaftarkannya berbagai les pelajaran tambahan hingga waktu senggangnya banyak terbuang hanya untuk belajar dan belajar.

Pak Rascal juga tidak pernah menawari dirinya untuk masuk ke klub basket seperti Jeha. Padahal selama ada pelajaran olahraga basket, Irene selalu menunjukkan sisi terbaiknya. Tapi kenapa Pak Rascal tidak bertanya padanya? Kenapa hanya Jeha? Kenapa bukan dirinya?

Jujur saja, Irene marah. Sangat marah. Sekali-kali ia ingin melakukan hal yang benar-benar ingin ia lakukan tanpa paksaan Sang Mama yang selalu mengaturnya.

Keluar dari kamar mandi, Irene dikejutkan oleh Papa tirinya yang sudah duduk di tepi ranjang.

"Mau apa lo?" Sinis Irene, namun ada perasaan takut saat pria paruh baya itu berjalan mendekat ke arahnya.

"Sudah lama aku tidak menyentuhmu" bisik pria paruh baya itu ke telinga Irene.

Sontak Irene mendorong pria yang merupakan Papa tirinya itu.

"KELUAR!" Teriak Irene, tubuhnya seketika merosot ke bawah. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di antara lutut dengan tangan mengepal kuat. Tubuhnya sudah gemetaran, ia takut. Sangat takut. Bayangan menyeramkan tentang pria itu kembali menghantuinya.

"Irene... ada apa?"

Pria itu hampir menyentuh kepala Irene, namun kedatangan Sang Mama membuat gerakan pria itu terhenti dan bergerak menjauh.

"Keluar dari kamar Irene" cicit Irene dengan nada bergetar.

"Mas, ada apa?" Tanya Clara pada suaminya.

"Tadi ada kecoa. Aku sudah membuangnya. Tapi Irene masih sangat ketakutan" bohong pria itu. "Biarkan dia tenang dulu. Ayo" ajak pria itu merengkuh pundak istrinya.

Sebelum keluar dari kamar, pria itu menyempatkan diri untuk menengok ke arah Irene seraya menampilkan senyum miringnya kemudian menutup pintu.

"Papa... Irene takut" gumam Irene memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di sana seraya tak berhenti menyebut nama Papanya. Papa kandungnya yang sudah meninggal tiga tahun lalu.

°°°°°°

Mencoba menyegarkan pikirannya, Irene malah pergi ke klub yang seminggu lalu ia datangi. Tapi kali ini dia tidak akan mabuk atau memesan alkohol. Ia hanya butuh tempat ramai yang bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa takutnya saat ini.

The Flower of Aster[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang