21. Makam

1.2K 118 47
                                        

Raza terus menatap pintu tempat Reza sedang ditangani. Raza terus menggerakan kakinya gelisah, pikirannya sekarang hanya tertuju pada keadaan sang abang.

"Za, ayo duduk dulu" ajak Rafaell lembut.

Seolah menulikan pendengarannya, Raza terus bergerak gelisah didepan pintu yang mana didalamnya abang kembarnya sedang dioperasi akibat benturan keras pada kepala bagian belakang, dan tulang pada bahu kanannya yang retak.

"Za" tegur Rafaell sekali lagi, namun tetap saja tidak ada respon balik dari Raza.

"Raza!" Rafaell dan Gallen kompak menoleh ke arah sumber suara.

Asgara berlari dengan ekspresi khawatir yang terpatri jelas di wajahnya. Sedangkan Raza bahkan tidak mendengar panggilan tersebut.

"Bagaimana keadaan Reza?" tanya Asgara.

"Reza masih di dalam om, masih sedang ditangani" jelas Rafaell singkat, dan di balas anggukan oleh Asgara.

"Raza" tegur Asgara lembut karena melihat sang anak bahkan tidak menyadari kehadirannya.

"Raza" tegas Asgara sambil menarik tubuh Raza menghadap kearahnya.

Raza hendak membentak orang yang menariknya kasar, namun dengan cepat Raza merubah mimik wajahnya ketika tahu bahwa orang yang menariknya adalah sang ayah.

Dengan mata yang berembun, siap mengeluarkan butiran liquid bening, Raza berhambur dalam pelukan sang ayah, dan menangis sejadi-jadinya. Sedari tadi dia menahan dirinya agar tidak menangis, namun menatap wajah sang ayah, pertahanannya runtuh seketika.

"Ayah, Raza salah ninggalin abang tadi" ucap Raza tersedu-sedu.

Rasa bersalah menjalar dalam benaknya, menambah sesak dan sakit pada dadanya.

"Seharusnya Raza tungguin abang tadi, mungkin bang Eza ngga bakal celaka" lirih Raza.

"Hei sayang ini takdir sayang, jangan salahkan diri kamu, jangan siksa diri kamu dengan perasaan itu" tegas Asgara namun terdengar lembut.

Raza terus menggelengkan kepalanya.

"Lihat ayah! Ini semua takdir sayang, ini bukan salah kamu" ucap Asgara lembut, Raza hanya menganggukan kepalanya pelan dan terus menangis.

"Reza anak ayah yang kuat, tolong jangan tinggalkan ayah dan yang lainnya" batin Asgara

Trauma Asgara perlahan sudah mulai pulih, namun tetap saja dia akan merasakan sesak yang teramat pada bagian dadanya saat dihadapkan situasi yang seperti ini. Namun kondisi Raza saat ini benar-benar membutuhkan bahu seorang ayah untuk bersandar dan dadanya untuk menyembunyikan wajah lemahnya dari orang lain. Karena itu Asgara semarang mengesampingkan sakit akibat traumanya tersebut.

Dengan lembut Asgara menuntun Raza untuk duduk. Asgara tau sedari tadi sang anak pasti terus berdiri menatap pintu ruang operasi. Netranya masih setia menatap lampu merah yang terus menyala di atas pintu yang entah kapan akan berubah menjadi hijau.

Perlahan tapi pasti napas Raza semakin teratur, Asgara dengan hati-hati mengkode Gallen untuk melihat Raza yang tengah bersandar di bahunya apakah sudah tertidur? Sedangkan Gallen hanya mengangguk pelan.

Dengan pelan dan hati-hati Asgara mengangkat badan Raza untuk dibaringkan di kursi tunggu dengan pahanya sebagai bantalan kepala Raza.

1 jam, 2 jam, 3 jam, 6 jam telah berlalu, Raza yang tertidur karena lelah menangis sudah kembali terbangun, bahkan kini Valle dan yang lainnya juga sudah tiba di rumah sakit sejak 6 jam yang lalu, tepat beberapa menit Setelah Raza tertidur.

Semuanya diam menatap lampu yang tidak kunjung berubah dengan pikiran masing-masing. Semua kompak melihat ke arah beberapa orang yang sepertinya tengah berlari kearah mereka.

My Spoiled Twin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang