32. Rencana

970 101 32
                                    

Aldhino menatap lekat rambut hitam Elissa, air matanya jatuh begitu saja tanpa aba-aba, dadanya serasa sesak. Ada rasa bahagia dan rindu yang mendalam, dia juga berterima kasih karena di penghujung hidupnya dia masih sempat diberi kesempatan untuk melihat salah satu adik kembarnya yang masih hidup.

Namun Aldhino harus menepis kebahagiaan itu saat ini, dia tidak ingin memberikan harapan untuk adiknya. Dia tidak ingin menjadikan dirinya sebagai kehilangan terakhir dan kehilangan paling menyakitkan dalam kisah sang adik.

Perlahan Aldhino menghapus air matanya kasar, lalu dengan kasar mendorong tubuh Elissa kasar menjauh dari dirinya.

"Jauh-jauh lu dari gua! Penghianat! Bisa-bisanya lu malah milih bekerja sama dengan Vallorand sialan ini!" bentak Aldhino kasar, jauh di dalam lubuk hatinya, kata maaf berulang-ulang kali dia ucapkan untuk adiknya.

"Ab-abang, bukan gitu bang, mereka ngga salah, ayah sama kakak yang salah abang" lirih Elissa dengan mencoba menggapai tangan Aldhino

"Diam!" bentak Aldhino sekali lagi, menepis kuat tangan Elissa.

"Aldhino!" tegas Asgara, dia tidak suka jika seseorang membentak seorang wanita dengan kasar, walaupun Asgara tau Aldhino sengaja melakukannya agar Elissa membenci abangnya sendiri.

Valle dengan cepat menarik lengan Asgara dan memberi isyarat agar tidak ikut campur dalam masalah ini. Ini di luar urusan keluarga mereka.

"Abang, Elissa benar-benar minta maaf jika abang berpikir Elissa salah. Tapi bagi Elissa inilah yang benar! Ayah dan kakak salah abang, walaupun membunuh adalah cara yang salah! Dan jika abang dendam akan kematian ayah dan kakak, seharusnya abang dendamnya sama Elissa, bukan pada keluarga Vallorand, karena yang membunuh mereka adalah Elissa! Elissa yang udah meledakan lorong labirin itu bang" tegas Elissa dengan air mata yang terus berjatuhan.

Aldhino diam, mulutnya kaku. Pengakuan yang baru dia dengar dari adiknya ini benar-benar membuatnya bimbang. Siapa yang benar-benar harus dia benci sekarang? Tidak mungkin dia membenci adiknya.

Tapi Aldhino mengambil keuntungan dari pengakuan sang adik, itu adalah hal yang paling tepat untuk membuat dia jauh dari adiknya.

"Hahaha, dasar anak ngga tau di untung! Dasar sialan! Ngga tau diri! Seharusnya lu bersyukur sialan, ayah dan kakak lu mau balas dendam atas kematian bunda! Tapi lu malah belain Vallorand ini!" bentak Aldhino dengan tatapan merendahkan.

Elissa diam, entah harus dengan cara apa lagi dia menjelaskan semuanya kepada sang abang.

"Abang! Sampai kapan abang mau kayak gini? Sampai kapan abang nutup mata? Buka mata abang! Dan lihat kebenarannya!" tegas Elissa

"Lihat apa! Lihat kalau adik gua sialan dan penghianat!?" bentak Aldhino

"Abang!" bentak Elissa.

"Seharusnya lu yang mati, bukan Elizza!" bentak Aldhino dan menatap penuh amarah kearah Elissa.

Elissa terdiam, kata-kata sang abang benar-benar berhasil membuat mulutnya kaku, dadanya sakit dan sesak secara bersamaan, tenggorokan tercekat, hancur! Perkataan sang abang benar-benar menghancurkan perasaannya.

Air mata Elissa berlomba-lomba jatuh membasahi pipi mulusnya. Dengan meyakinkan dirinya, Elissa memberikan senyum termanis kearah sang abang.

"Maaf ya bang, emang seharusnya bukan Elissa yang bertahan, dari kecil juga abang emang selalu sayang Elliza kan? Maaf karena sekali lagi Elissa egois, sekali lagi Elissa rebut kebahagiaan abang" lirih Elissa.

"Dulu Elissa sengaja jahil ke abang biar dapat perhatian abang, tapi percuma, fokus abang hanya untuk Elliza doang kan" lanjut Elissa dengan setia tersenyum, walaupun air matanya masih setia berjatuhan membasahi pipi merah muda nya.

Menyesal dan merasa bersalah tentu saja Aldhino rasakan, bukan ini yang dia inginkan, dia tidak ingin Elissa mengingat masa kelam mereka dulu, cukup Elissa membencinya agar saat kematiannya nanti tidak menimbulkan duka bagi Elissa.

Berkali-kali kata maaf dia lontarkan dalam hatinya, merutuki kebodohannya.

"Ngga usah drama, air mata buaya lu itu ngga bisa bikin adik gua hidup lagi" sinis Aldhino.

Elissa tersenyum kecut, dengan cepat dia menghapus air matanya.

"Maaf" lirih Elissa.

"Abang tenang aja, sebentar lagi abang ngga bakal liat Elissa lagi kok. Elissa akan benar-benar menghilang dari hadapan abang selamanya, Elissa janji" ucap Elissa dengan tersenyum, yang jika dilihat dengan teliti ada duka yang dia sembunyikan.

Elissa menatap sang abang, berjalan mendekat dan berdiri tepat di hadapan sang abang.

"Tapi ijinin Elissa meluk abang untuk kedua kalinya, dan terakhir kalinya. Dan Elissa mohon balas pelukannya Elissa" lirih Elissa.

Dengan cepat Aldhino memeluk Elissa, melampiaskan rasa rindu dan bahagianya, menyalurkan kehangatan seorang abang pada adiknya.

"Kenapa pelukan terakhir abang begitu menenangkan dan hangat? Kenapa abang kasih pelukan terakhir dengan perasaan seperti ini? Abang curang! Ini perasaan yang Elissa mau dari dulu, saat keluarga kita utuh, tapi kenapa baru saat seperti ini Elissa rasakan?" kekeh Elissa yang berhasil menyayat hati siapapun yang mendengarnya, terlebih bagi seorang Aldhino.

"Udah? Sana lu pergi jauh dari hidup gua mulai sekarang" jengah Aldhino dan melepaskan pelukannya dengan kasar, namun hati-hati agar tidak menyakiti sang adik.

"Hehehe, iya iya maaf, soalnya nyaman banget pelukan abang" kekeh Elissa sekali lagi.

Elissa melangkah keluar dari mansion, setelah berterima kasih pada semuanya karena sudah mau mempertemukan kembali dirinya dengan sang abang, walaupun banyak duka dalam pertemuan ini, tapi setidaknya ada suka yang dia terima di saat bersamaan.

Tepat depan pintu utama mansion Vallorand, Elissa berhenti, berbalik menatap sang abang dan yang lainnya secara bergantian.

"Tuan Valle yang terhormat, sebagai permohonan terakhir saya, dengan penuh harap saya mohon agar kalian memaafkan perbuatan keluarga saya, termasuk perbuatan abang saya yang sudah menabrak Reza" ucap Elissa dan menunduk 90 derajat memohon kepada Valle dan yang lainnya.

"Saya janji akan membayar maaf kalian dalam waktu dekat, saya jamin bayaran yang akan kalian terima akan setara dengan maaf yang kalian berikan untuk keluarga saya" lanjut Elissa.

"Dan untuk abang, Elissa minta maaf, untuk terakhir kalinya, Elissa akan kembali menjadi seorang penghianat untuk keluarga kita, dan berpihak pada Vallorand, maaf" lirih Elissa dengan senyuman kecut, dan pergi meninggalkan semuanya yang sedang berkutat dengan pemikiran masing-masing. Tenggelam dalam kebingungan akan ucapan Elissa, hingga suara keras menyapa indra pendengaran mereka.

"Abang/adek/Reza!" kompak semuanya saat dengan kerasnya Reza jatuh tak sadarkan menghantam sudut meja.












"Abang, Elissa tau abang sengaja biar Elissa benci sana abang kan? Justru ini semua sesuai dengan rencana Elissa, hanya ini hukuman yang cocok buat abang karena abang ngga peduli sama Elissa dulu" kekeh Elissa

"Dan menjadi bayaran yang setimpal dengan perbuatan keluarga kita kepada para Vallorand" lirih Elissa.






Rindu kah? Sorry loh baru bisa up lagi.

My Spoiled Twin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang