28. Maaf

1.1K 113 124
                                    

Asgara menatap sang putra yang tengah duduk di sebelah anak pertamanya, Raymond.

"Sejak kapan?" tanya Valle memulai percakapan.

"Apanya?" tanya Reza polos.

"Penyakit mu itu" lanjut Valle.

"Saat kecelakaan kakek, seingat ku, aku sudah memberitahukan nya tadi" jawab Reza dengan tatapan sedikit heran dengan kakeknya, apa kakeknya tuli atau pikun?

"Ckk, lalu kapan kau mengetahui nya? Kenapa dokter tidak memberitahukan kepada kami? Apa dokter di rumah sakit itu bodoh?" Geram Gavendra.

"Bukan begitu, dokter awalnya pikir aku sudah baik-baik saja. Pemeriksaan semuanya juga normal, tapi saat ayah dan yang lainnya tidak ada di ruangan ku, aku mengalami sakit pada pinggang bagian belakang, dan mual. Karena tidak ada siapapun akhirnya aku menekan tombol dekat brankar ku"

Semua fokus mendengarkan penjelasan Reza, tidak ada satupun dari mereka yang mencoba memotong omongan anak tersebut.

"Tidak lama akhirnya dokter James datang, dan menanyakan pada ku apa yang terjadi? Aku menjelaskan semuanya. Dokter James lalu memanggil temannya yaitu dokter Vina. Dia dokter spesialis ginjal, awalnya aku bingung karena harus mengikuti beberapa pemeriksaan lagi"

"Setelah pemeriksaan aku kembali ke ruangan ku, tak lama ayah dan Raza datang. Karena kelaparan aku menyuruh ayah dan Raza membelikan ku bubur dan buah-buahan. Tapi entah kenapa seharian itu kalian tidak pulang lagi, bahkan sampai besok nya. Dan saat kalian belum juga datang, dokter James dan dokter Vina datang membawa sebuah dokumen, yang ternyata merupakan hasil tes lab ku. Awalnya mereka ingin memberikan pada ayah, tapi aku melarangnya" jelas Reza

"Jelaskan ke ayah, kenapa kamu menyembunyikan hal sebesar itu dari kami Reza!" tegas Asgara.

"A-aku tidak ing-"

"Jawab yang benar!" bentak Asgara

"Aku tidak ingin menyakiti kalian lagi!" bentak Reza dengan air mata yang jatuh tanpa aba-aba.

"Aku tidak ingin menambah luka pada kalian lagi. Sudah cukup kalian merasakan sakit karena aku kehilangan ingatan ku, aku tidak ingin menambah beban dengan penyakit yang aku derita" lirih Reza dengan air mata yang terus mengalir.

Dada Raza dan Asgara sesak mendengar ucapan Reza, entah apa yang anak ini rasakan sampai harus menyembunyikan hal yang sebesar ini dari keluarganya.

Asgara langsung memeluk tubuh bergetar sang anak, mengelus pelan kepalanya, dan mengecup sesekali kening sang putra.

"Lihat ayah sayang, kau bukan beban, penyakit mu tidak menambah beban kami. Jadi jangan pernah berpikir untuk menyembunyikan itu dari kami" nasehat Asgara lembut.

"Sakit mu adalah sakit kami juga, kita adalah keluarga jadi sudah seharusnya kita mencari jalan keluar bersama jika satu dari kita mengalami musibah. Tidak ada yang akan mengeluh tentang itu" lanjut Asgara.

"Reza lihat! Seluruh abang dan adek mu, bahkan ayah, papa, daddy, dan kakek sedih jika Reza meninggalkan kami dengan membuat kesalah pahaman antara kamu dan kami semua. Dan ditambah lagi Gabi yang mengetahui semuanya! apa Reza tidak memikirkan bagaimana respon kami jika tahu bahwa Gabi sebenarnya tahu segalanya, tapi memilih diam?" tanya Asgara lembut.

"Reza tau? Jika rencana Reza berhasil, dan kami terlambat mengetahui faktanya, dan saat bersamaan kami juga tau Gabi sebenarnya tau segalanya? Apa Reza pikir Gabi akan membela dirinya? Tidak sayang, dia hanya akan diam dan meminta maaf tanpa menjelaskan yang terjadi antara perjanjian kalian. Dan akan berujung terjadi salah paham yang lainnya sayang" jelas Asgara lembut.

Reza mengangguk pelan, dengan mata sembabnya dia menatap Asgara, suara yang sangat lirih dan sesegukan menyapa indra pendengaran mereka semua.

"Hikss.. Maaf ayah, maaf~, Reza benar-benar takut jika kalian akan sedih lagi jika tau aku terkena penyakit itu"

"Abang" panggil Raza lembut.

Dengan cepat Reza berlari dalam pelukan sang adik.

"Huwaaa, dek maafin bang Eza. Abang benar-benar kasar sama adek, tapi itu semua supaya adek benci sama abang. Biar kalau abang meninggal adek ngga bakal sedih, tapi malah bersyukur" tangis Reza sesegukan.

"Sssttt, bang liat Aza! Abang pikir Aza bakal benci sama abang?"

"Ngga bakal abang! Aza ngga bisa benci sama abang, tapi jangan sampai abang berpikir melakukan hal yang tidak senonoh. Syukur ini hanya rencana abang, kalau betulan abang benar-benar tidur dengan perempuan, dunia Aza bakal runtuh bang. Abang yang Aza sayang dan banggakan merusak wanita? Itu adalah hal tidak bisa Aza maafkan" tegas lembut Raza.

"Hikss, ngga Aza! Eza ngga ngelakuin itu" tangis Reza sambil mengacungkan dua jari nya ke langit-langit mansion.

"Iya, Aza tau. Aza hanya mengingatkan saja, dan abang harus ingat juga, kalau Aza ngga bakal benci abang! Kalaupun Aza harus ngorbanin ginjal Aza yang satunya untuk abang, Aza ikhlas kok bang" ucap Aza lembut.

"Huwaaa, ngga! Biar abang aja yang ginjalnya rusak! Adek harus tetap hidup dengan dua ginjal yang utuh!" tegas Reza walaupun terkadang bicaranya harus terbata-bata karena sesegukan.

"Udah-udah, ayah bakal berusaha dapatin ginjal buat Reza. Kalian percayakan semuanya sama ayah oke!" tutur Asgara lembut.

"Iya ayah" kompak Reza dan Raza.

"Adek ngga sedih kan?" tanya Reza

"Hah?" bingung Raza.

"Adek tenang aja! Walaupun Eza ngga bisa ingat apa-apa soal Aza! Eza bakal berusaha buat menyayangi adek seperti dulu! Ingatan Eza boleh hilang, tapi sayang Eza ngga bakal! Karena itu naluri abang untuk sang adek dan keluarga Eza yang lain" ucap Reza dengan tegas dan tidak ingin di bantah, yang jatuhnya malah kelihatan imut?

"Gimana mau sayang kayak dulu? Kalau sekarang malah kamu yang kayak bayinya, buka Aza lagi" ledek Raymond.

"Apaan sih bang! Eza ngga bayi ya!" omel Reza.

"Dih, bang Reza mah ngga pernah nyebut namanya sendiri kalau ngomong, lah abang"

"Eza bikin biyi yi!" ledek Calvino meniru ucapan sang abang.

"Adek! Kau! Huwaaa ayah Calvino nakal" adu Reza dan berlari ke kamar Gabriell yang sekarang sedang ditangani Barak dan Gevandra.

"Nah loh dek! Abang ngambek" ledek Raymond.

"Diam bang! Lu ngga di ajak!" jengah Calvino, yang aslinya sudah ketar ketir ditatap tajam Raza dan Asgara.

"Calvino Vallorand! Ayah tunggu di ruangan ayah!" tegas Asgara dan berlalu meninggalkan yang lainnya.

"Bunda, bantu Calvin bunda" batin Calvino.






Ada waktu luang, jadi Author nulis deh. Bukan waktu luang sih, tapi author ijin dikit tadi😅😅😅

My Spoiled Twin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang