***
Alana baru saja akan menyendok nasinya saat ponselnya berdering ada telepon masuk.
Nama bosnya terpampang di layar.
"Kamu di mana?" Suara Arkana di seberang sana langsung menyapa telinga tepat setelah panggilan terhubung.
"Di kafetaria."
"Masih lama?"
"Baru aja mau makan, Pak."
"Kamu jam segini baru makan? Dari tadi ngapain aja?"
"Kan tadi saya disuruh fotocopy berkas yang Bapak minta itu," jawab Alana, tidak mengerti kenapa Arkana di seberang sana terdengar kesal. Lagi pula ini kan masih jam istirahat.
Arkana terdengar berdecak. "Ya sudah, jangan lama."
"Bapak juga kan masih di luar."
"Enggak, saya sudah di kantor."
Alana mengernyitkan kening samar. Cepat sekali. Alana kira Arkana akan berlama-lama di luar mengingat sepertinya Arkana tadi akan makan siang dengan tunangannya.
"Cepetan, Alana. Jangan lama, saya tunggu."
"Bapak ada perlu sama saya?" Maksud Alana apa Arkana membutuhkan bantuannya sekarang juga
"Iya."
"Perlu apa? Kalau penting sekarang juga saya segera ke sana."
"Nggak usah. Kamu makan saja dulu."
Jadi Arkana menyuruhnya buru-buru apa santai saja menikmati makannya?
"Ya sudah. Saya makan dulu kalau begitu."
"Hm," respons Arkana.
Alana baru izin ingin menutup panggilan saat suara Arkana di seberang sana kembali terdengar.
"Makan sama siapa?"
"Sendiri."
"Hm. Selamat makan." Arkana kemudian menutup panggilannya secara sepihak.
Untuk sesaat Alana menatap layar ponselnya yang kembali ke tampilan home screen. Menelengkan kepala kecil, merasa mood Arkana sedang buruk.
"Hai, Na. Baru makan juga."
Alana mendongak, menemukan Dani, salah satu rekan kantornya, berdiri di hadapannya sambil memawa food tray berisi makan siangnya.
Alana mengangguk. "Lo juga?"
"Iya, nih. Baru kelar meeting sama Pak Gana. Gila sih Pak Gana, udah masuk jam istirahat tapi masih aja lanjut meeting. Nggak tahu apa perut para bawahannya ini udah keroncongan minta diisi." Dani jadi bersungut-sungut, "eh gue duduk di sini, ya," sambungnya telat banget padahal dari tadi dia sudah menarik kursi duduk di hadapan Alana.
Setelahnya Alana jadi keasyikan mengobrol dengan Dani. Dari mulai membicarakan para atasan--termasuk Arkana juga tak lepas dari bahan gibahan Dani--sampai membicarakan para senior yang menurut Dani menyebalkan.
Meskipun Dani laki-laki tapi kalau soal bergosip dis tak kalah dengan perempuan. Malahan Alana yang sudah dipastikan perempuan tulen tidak sering bergosip seperti yang Dani lakukan. Sekarang pun Alana hanya diam saja mendengarkan. Sesekali menyahut jika Dani menginginkan responsnya.
Makan siang Alana sudah habis. Namun dia masih tertahan di sana karena mendengarkan Dani bergosip ternyata seru juga. Cara bicara Daninya itu loh sangat ekspresif.
Lagi begitu mata Alana menemukan Arkana muncul di jalan masuk kafetaria. Pria itu tampak mengedarkan pandangan sebelum kemudian tatapnya menemukan Alana yang langsung mengerjap mendapati sorot mata tajam Arkana tertuju lurus-lurus ke arahnya.
"Dan, sori ya, gue duluan." Alana buru-buru bangkit dari tempat duduknya seraya membawa food tray bekasnya, tidak mempedulikan Dani yang bertanya keheranan.
"Bapak ke sini mau makan?" tanya Alana menghampiri bosnya.
Arkana tidak menjawab. Dia menatap Alana lekat-lekat, sebelum kemudian berbalik pergi. Alana langsung mengikuti.
Mereka berdua masuk ke dalam lift. Hanya ada mereka berdua di sana.
"Pak--" Alana terkesiap saat Arkana tiba-tiba memojokkannya sampai belakang tubuhnya menabrak dinding lift. Alana belum sempat mengelak ketika Arkana langsung menyatukan bibir mereka.
Alana panik. Ini di dalam lift. Ada cctv. Bagaimana bisa Arkana bersikap seceroboh ini?
Alana berusaha mendorong tubuh tegap Arkana namun tangannya segera ditahan dan dicengkram agar tetap diam tidak meronta.
Tubuh Arkana semakin mendesak Alana sampai tubuh bagian depan mereka benar-benar menempel. Tidak ada lagi ada jarak di antara mereka.
Arkana mengigit bibir bawah Alana membuat mulutnya terbuka dan langsung saja Arkana memasukkan lidahnya ke dalam.
Arkana memanggut bibir Alana seolah orang yang sedang melepas dahaganya. Rakus. Mendesak. Tajam dan dalam.
Alana benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Arkana sekarang. Bosnya ini tidak biasanya bersikap tidak profesional seperti ini.
Arkana membelit lidah Alana sementara Alana tidak memberikan balasan serupa. Dia merasa kesal sekali kepada Arkana sekarang. Arkana sudah mengingkari janjinya.
Arkana menggeram rendah, emosi karena Alana hanya diam saja. Dia melepaskan panggutannya, menatap Alana lekat-lekat.
"Kita masih di kantor, Pak," ingat Alana dengan napas yang sedikit terengah.
"Terus?" Arkana bertanya dengan entengnya. Wajahnya masih sangat berdekatan dengan wajah Alana.
"Bapak sudah berjanji tidak akan melakukannya di saat jam kerja."
"Saya tarik janji itu."
Alana mengernyit tidak suka. Dia baru akan melayangkan protes begitu lift berhenti di lantai tempat ruangan Arkana berada.
Arkana menarik tubuhnya menjauh. Dia menatap Alana sesaat sebelum kemudian melenggang pergi keluar lift, meninggalkan Alana yang menghembuskan napas keras-keras.
Alana keluar setelah memastikan penampilannya tidak tampak berantakan.
"Masuk ke ruangan saya."
*mohon maaf, kelanjutannya hanya bisa dibaca di karyakarsa. link ada di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lust of Love
Short StoryMature Content [21+] Kumpulan short story. Edisi sayang kalau hanya mendekam di draft dan belum sreg untuk dijadikan long story. Sooo enjoy!! © nousephemeral, 2023. all pictures, inside cover © pinterest.