5. Friend With Benefits (End - M)

2.6K 55 2
                                    

"Vi?"

Davira menghentikan langkah. Setengah menengok ke belakang, menemukan Beni berjalan menghampirinya.

"Hei?" Beni menyapa setelah berada di dekat Davira. Mengulas senyum hangat--seperti biasa.

Davira balas tersenyum. "Hei."

"Kelihatan lebih ceria nih daripada kemarin-kemarin. Seneng ya udah beres ujian?"

Davira tertawa singkat. "Siapa coba yang nggak seneng setelah semingguan ini bertumbuk sama soal-soal yang bikin mumet?"

"Ada."

Davira mengangkat sebelah alis.

"Gue." Beni menunjuk dirinya sendiri, lantas tertawa kemudian. Bergurau.

Davira mencibir. Mengerling jenaka. Balas terkekeh singkat. "Gaya banget."

Lagi, Beni tertawa. "Jadi gimana nih? Mau ke mana liburan nanti?"

"Belum ada rencana tuh. Diem aja paling di apartemen kayak biasa." Davira mengangkat bahu sekenanya.

"Lo nih kayaknya tipe orang yang lebih suka diem di apartemen atau di rumah dibanding jalan-jalan keluar, ya?"

"Maklum sih. Introvert," seloroh Davira.

"Pantes aja ya gue ajak keluar lo seringnya nggak bisa."

Davira mengerjap. "Eh?" Kikuk. Bingung harus merespons bagaimana. Karena pasalnya kan dia sengaja menolak ajakan Beni karena tidak ingin memberi harapan apa pun lagi. Ditambah Arga sering banget main ke apartemennya.

"Bercanda." Beni tertawa. "Gue tahu kok lo nggak memiliki ketertarikan apa pun kan sama gue?" sambungnya begitu gamblang.

Davira kaget.

"Lo sadar kan gue suka sama lo?"

Davira masih terlalu bingung untuk merespons. Kaget dengan kejujuran Beni yang tanpa aba-aba ini. Langsung jeder seperti guntur di siang bolong.

"Sori," hanya itu yang mampu Davira ucapkan.

"Nggak usah minta maaf begitu, Vi. Guenya jadi nggak enak justru."

"Eh?"

"Iya lah. Lo minta maaf untuk sesuatu yang bukan salah lo. Perasaan gue ini sepenuhnya tanggung jawab gue. Jadi lo nggak perlu merasa bersalah karena nggak bisa menerimanya. Justru gue ya yang minta maaf. Malah confess padahal gue udah tahu jawabannya. Hanya saja gue merasa harus ngomong sama lo. Takut nyesel nantinya karena nggak memberanikan diri buat bilang suka sama lo."

Davira melipatkan bibir ke dalam. Berdeham. Melegakan tenggorokannya yang tiba-tiba kering.

"Makasih ya, Ben, udah suka sama gue. Gue sangat menghargai perasaan lo itu. Makasih juga udah mau jujur. Sejujurnya Ben, sumpah lo berhak dapat wanita yang lebih lebih lebih dari gue. Gue yakin pasti ada banyak wanita di luaran sana yang lebih dari gue yang mengharapkan lo jadi pasangannya."

Beni tersenyum tipis. "Thanks, Vi, hiburannya."

Davira menggeleng cepat. "Ini bukan hiburan semata, sumpah," katanya sungguh-sungguh. "Gue serius," tegasnya.

Menatap Davira lamat-lamat, Beni melepaskan kekehan singkat seraya memalingkan wajah karena salah tingkah ditatap Davira selekat itu. Di saat bersamaan matanya menemukan sosok yang amat dikenalnya sedang berjalan bersama seorang perempuan yang merangkul lengannya dengan begitu mesra.

"Vi?" Beni kembali menatap Davira.

"Ya?"

"Lo juga berhak menyukai laki-laki yang lebih baik dari yang sedang lo sukai sekarang."

Lust of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang