2. Tuan dan Pelayan [M]

1.4K 32 7
                                    


warning; memuat konten dewasa.


Irish pikir Daren tidak akan selesai hanya dengan ciuman saja.

Nyatanya, pria itu tidak melangkah lebih jauh. Selama ciuman berlangsung pun tangannya tidak meraba-raba ke area yang berpotensi memantik hasrat lebih besar.

Padahal bagian atas tubuh Irish hanya mengenakan bra saja karena kemejanya dirobek pria itu.

Irish lega. Karena dia memang tidak ada tenaga untuk melayani Daren. Satu-satunya yang dia inginkan sekarang adalah tidur.

Irish memandang kepergian Daren yang berlalu ke kamar tanpa mengucapkan apa pun. Mengembuskan napas, Iris memungut kemejanya yang tidak mungkin menutupi tubuhnya dengan baik karena kancingnya hanya tersisa dua biji saja.

Tenaga Daren memang tidak ragukan.

Lalu sekarang, bagaimana dia bisa pulang?

Meraup wajah kasar, Irish menahan erang. Ketika memutuskan hendak meminjam baju pria itu, sosok yang dimaksud kembali keluar dari kamar sembari menenteng kaus di tangan.

Inisiatif ternyata.

Daren menyerahkan kaus itu. Ketika Irish ingin mengambilnya, pria itu malah kembali menjauhkannya.

"Saya belum selesai memakai kamu. Menginap saja di sini."

"Saya besok ada kuliah pagi, Pak," jawab Irish, menatap Daren tak gentar.

"Kamu dengar apa yang saya bilang? Saya belum selesai--"

"Tidak ada perjanjian tertulis yang mengharuskan saya menuruti semua perintah kamu."

Salah satu sudut bibir Daren terangkat naik. "Berani pulang dengan tampilan kayak gini?" matanya turun menatap tubuh bagian atas Irish yang hanya memakai bra. "Silakan pulang kalau begitu," sambungnya, tampak meremehkan.

Irish menatap Daren dingin. Lalu, memakai kemejanya dengan tatapan sengaja tak dialihkan dari pria di hadapannya. Dia mengikatkan ujung kemeja bawahnya sehingga bisa sedikit menutup area perut dan dadanya.

Daren tampak terkesan dengan cara Irish menatapnya. Tampak menantang dan balik mencemoohnya.

Ketika Irish hendak berlalu begitu saja dari hadapan pria itu, Daren mencekal tangannya. Kening Irish mengernyit, melihat Daren yang sibuk dengan ponselnya sendiri.

Irish berusaha melepaskan tangannya, namun cekalan Daren terlalu erat. Dia berhenti berontak kala sang pria menghadapkan ponsel ke arahnya, memperlihatkan apa yang terpampang di layar.

"Saya sudah bayar kamu untuk malam ini. Berhenti berontak. Layani saya sekarang."

Mengembuskan napas keras, Irish pasrah ketika Daren menyeretnya ke kamar.

***

Selama ini Daren tidak pernah melihat perempuan lebih dari sekedar pelampiasan untuk kebutuhan biologisnya saja.

Tidak pernah ada perempuan yang benar-benar membuatnya tertarik—tertarik dalam arti lebih dari sekedar nafsu saja. Sampai sosok Irish hadir, mengacaukan logika dan isi hatinya.

Daren mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower. Membiarkan air dingin itu menusuk-nusuk kulitnya dan isi kepalanya yang beberapa waktu terakhir ini penuh oleh satu nama.

Irish.

Irish mengganggu batas yang telah dia buat. Perempuan itu merusak keyakinannya yang selama ini begitu yakin tidak ada perempuan yang bisa membuatnya tertarik secara emosional.

Lust of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang