2. Behind The Scene

2.1K 55 3
                                    

Meira jelas tahu Jean orangnya sangat effort.

Namun tetap saja tidak menyangka Jean se-effort itu  pergi dari tempat syuting yang jaraknya beratus-ratus kilo meter hanya untuk menemuinya. Hanya untuk bertanya alasannya mengabaikan telepon dan pesannya.

Belum lagi semalam Jean pasti kesusahan menanganinya yang sedang dalam kondisi tidak sadar. Harus mengganti pakaiannya. Membersihkan riasan wajahnya. Belum lagi jika kemungkinan malam itu dia muntah.

Kenapa Jean harus terus membuatnya semakin jatuh cinta di saat Meira mencegah dirinya jatuh terlalu dalam kepada laki-laki itu?

Bukan tanpa alasan Meira tiba-tiba kembali memikirkan adanya tembok tinggi di antara mereka.

Dia mendadak ke-trigger melihat postingan Jean  yang mengunggah foto mesra dengan pasangan di film terbarunya. Bukan cemburu—karena dia sendiri berada di industri yang sama jadi jelas tahu itu adalah bentuk marketing untuk menarik penonton lebih banyak.

Hanya saja Meira mendadak terganggu ketika menemukan banyak komentar netizen yang mengatakan Jean dan pasangan di filmnya itu, Citra, tampak begitu serasi.

Tidak, Meira juga tidak cemburu karena menemukan komentar semacam itu. Resiko mempunyai kekasih yang berkecimpung di dunia seni peran, komentar semacam itu sudah tidak asing lagi. Dia pun sering mendapatkannya. Dijodoh-jodohkan dengan lawan mainnya.

Meira terusik ketika banyak netizen yang berkomentar tentang perbedaan keyakinan antara dia dan Jean. Katanya Jean lebih cocok dengan lawan mainnya itu karena selain serasi mereka juga satu keyakinan.

Hubungan mereka dianggap tidak akan berhasil karena perbedaan yang ada. Bukan hanya netizen saja, Meira juga tahu orangtua Jean tidak setuju dengan hubungan keduanya.

Meskipun tidak pernah menunjukkannya terang-terangan, hanya saja Meira bisa merasakan ada ketegangan yang aneh setiap dia bertemu orangtua kekasihnya itu.

Jangan tanya orangtua Meira ikut menentang atau tidak. Dia hanya tinggal bersama ibunya. Dan sang ibu jelas tidak akan peduli dengan siapa dia menjalin hubungan.

Oh, ada. Ada yang ibu pedulikan. Meira harus menjalin hubungan dengan laki-laki yang tidak akan merusak kariernya. Karena, jika karier Meira rusak, maka sang ibu pun tidak akan dapat pemasukan. Itu yang paling ibunya pedulikan. Uang.

Waktu berlalu, Meira berusaha tidak terlalu memikirkan hal itu lagi selama Jean syuting. Seperti kata laki-laki itu, mereka akan kembali membahasnya nanti.

Jean bilang akan pulang besok. Tapi kenapa laki-laki itu sekarang sudah berada di depan apartemennya sambil membawa sebuket bunga berukuran cukup besar yang mampu menutupi wajahnya?

Surprise!” Menyingkirkan buket yang menutupi wajahnya, Jean tersenyum lebar jenaka, melihat sang kekasih yang tampak kaget dengan kehadirannya yang mendadak.

Jean merangsek masuk memeluk Meira yang spontan membalas pelukannya. Pintu di belakangnya dia tutup dengan kakinya. Menyusupkan wajah ke lekuk leher perempuannya, menghirup dalam-dalam wangi yang menguar dari sana.

“Katanya baru pulang besok.”

Jean menciumi sepanjang wajah Meira, mengecup bibirnya berkali-kali, sebelum kemudian benar-benar menatapnya. “Kangen.”

Meira mendengus kecil geli. Tapi dia mengalami hal yang sama. Padahal mereka sudah sering tidak bertemu berhari-hari—bahkan berminggu-minggu—karena kesibukan masing-masing, tapi tetap saja ternyata belum terbiasa.

Menyadari ada lebam di wajah Jean, Meira spontan hendak menyentuhnya. “Ini wajah kamu kenapa?” tanyanya khawatir.

Jean meringis kecil. “Nanti aku ceritain.”

Lust of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang