Jevano.
Gue tahu sepertinya Prisa bahagia gue tinggal selama satu minggu. Berbanding terbalik dengan gue yang berat sekali harus jauh-jauh dari dia.
Sebenarnya gue menahan-nahan diri untuk tidak memboyong dia pergi. Tapi di sana juga gue pasti sibuk dan nggak ada waktu buat memperhatikan dia. Gue nggak mungkin membiarkan dia berkeliaran sendiri. Tapi kalau gue kurung di kamar hotel, gue merasa kasihan juga karena dia pasti akan tertekan.
Sementara di sini setidaknya dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama ibunya.
Kesehatan ibu Prisa memburuk. Gue menyuruh suster untuk nggak jujur masalah itu kepada Prisa begitu pun dengan ibunya yang tidak ingin Prisa tahu.
Ibunya sempat berbicara empat mata sama gue.
Dia memohon sama gue untuk menjaga Prisa. Tanpa disuruh pun gue pasti akan menjaganya.
Setelah ibunya meninggal, Prisa nggak punya siapa-siapa lagi. Dia hanya punya gue untuk ke depannya.
Ibu Prisa menitipkan dia sama gue katanya sebelum Prisa menemukan laki-laki yang mau hidup bersama dia selamanya. Ibunya meminta gue untuk menganggap Prisa sebagai adik gue dan melindungi dia layaknya seorang kakak.
Untuk dua hal itu gue nggak menyanggupinya. Pertama, gue nggak mungkin menyerahkan Prisa kepada laki-laki lain. Dia hanya akan hidup selamanya sama gue. Kedua, gue nggak mau menganggap dia sebagai adik. Karena kakak mana yang bejat menyetubuhi adiknya sendiri? Gue akan melindunginya layaknya seorang laki-laki yang menjaga wanita yang dicintainya.
Pada akhirnya gue mengaku gue cinta sama Prisa. Ibunya tanpak senang sekaligus lega sekali mendengar pengakuan gue.
Sebelum pesawat yang akan membawa gue ke Medan take off, gue menghubungi Prisa untuk memastikan dia menuruti perintah.
Gue nggak bohong soal punya mata-mata yang akan mengawasi dia. Gue menyuruh salah satu teman yang paling gue percaya buat menjaga Prisa.
Prisa paham apa yang gue katakan. Gue mempercayai itu.
Belum apa-apa gue udah kangen sama dia. Gue penasaran apa yang sedang dia lakukan sekarang jadi gue menyuruh dia untuk mengirim foto selfienya--kalau bahasa sekarangnya itu Pap.
Dia mengirim selfienya sama gue. Dan seharusnya gue nggak memintanya. Karena selfie yang dikirimkannya membuat kewarasan gue terganggu.
Gue mengumpat seketika. Fotonya sedang berada di atas kasur dan hanya tanktopan begitu ... itu jelas kelemahan gue.
Prisa sepertinya sengaja mau menguji gue.
Sialan! Ini sudah malam. Tapi dia masih cantik begitu.
Gue memutuskan menyuruh dia menyusul gue saja ke Medan. Gue udah beliin tiketnya. Tapi Prisa menolak. Gue nggak mau tahu. Gue mau besok dia menyusul gue ke Medan.
Gue pikir Prisa akan seperti biasa. Menjadi anak penurut. Tapi kali ini Prisa tidak mendengarkan perintah gue.
Dia nggak menyusul gue ke Medan. Dan apa yang lebih parahnya? Nomornya nggak aktif. Dia nggak bisa dihubungi sama sekali.
Prisa ... Entah bagaimana selalu berhasil membuat gue mengila.
***
Baca selengkapnya di karyakarsa. Tinggal klik link yang ada di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lust of Love
NouvellesMature Content [21+] Kumpulan short story. Edisi sayang kalau hanya mendekam di draft dan belum sreg untuk dijadikan long story. Sooo enjoy!! © nousephemeral, 2023. all pictures, inside cover © pinterest.