Seolah takdir tidak membiarkan Violet hidup tenang tanpa bayang-bayang masa lalu yang masih menghantuinya, kini masa lalu itu dengan kejamnya hadir sebagai sosok yang tak mungkin Violet abaikan kehadirannya.
Tidak di saat dia sudah resmi menjadi sekretaris pribadi pria itu.
Bekerja sebagai sekretaris pria yang pernah mengisi masa lalunya adalah mimpi buruk yang tak pernah Violet duga akan kembali menghantui hidupnya. Hubungan mereka dulu adalah kesalahan besar — sebuah keputusan yang dia ambil di masa muda yang penuh dengan rasa penyesalan di masa sekarang.
Januar, pria yang 22 tahun lebih tua darinya, kini berdiri di posisi kekuasaan tertinggi di perusahaan ini. Violet tak pernah mengira hidupnya akan bersilangan lagi dengan sosok itu, apalagi dalam dinamika profesional.
Setiap pagi, ketika dia melangkah masuk ke kantor, ada rasa tak nyaman yang datang menyelinap. Violet merasa berjalan di jalan yang penuh duri, begitu menyakitkan namun terlalu jauh untuk melangkah mundur.
Violet tahu hubungan profesional ini menuntutnya untuk tetap tenang dan fokus. Namun, setiap tatapan yang Januar berikan — meskipun profesional — selalu membawanya kembali kepada kenangan yang ingin dia lupakan.
Ada saat-saat di mana dia merasa seakan semua orang tahu masa lalu mereka, meskipun kenyataannya jelas tidak demikian.
Tidak mungkin tahu di saat Januar saja bisa bersikap begitu natural layaknya bos dan bawahan, layaknya pria itu tidak pernah melakukan manipulasi kepada sekretarisnya yang saat itu masih gadis remaja yang mendambakan kasih sayang dari orang dewasa.
Di satu sisi, Violet merasa senang karena Januar bersikap seperti tidak pernah mengenalnya sama sekali — setidaknya itu lebih baik. Tapi di sisi lain, dia tidak terima karena sepertinya hanya dirinya saja yang terluka akibat kenangan di masa lalu itu.
Barangkali memang begitu. Januar tidak mengingatnya. Tidak peduli. Menganggap hubungan yang pernah mereka jalin hanya hubungan yang mudah dilupakan secepat kedipan mata.
Pemikiran itu hanya membuat Violet merasa semakin marah saja. Marah kepada dirinya sendiri yang membiarkan dirinya saat berusia 18 tahun terlena pada hubungan yang menyesatkan.
Meskipun marah, benci, terkadang merasa mual hanya mendengar nama pria itu disebut, Violet tidak bisa menyerahkan surat pengunduran diri seberapa pun inginnya dia.
Pekerjaan ini bukan sekedar sumber penghasilan bagi Violet. Dia telah menghabiskan bertahun-tahun membangun kariernya di perusahaan ini, membuktikan diri sebagai pekerja yang kompeten dan berdedikasi.
Violet telah bekerja keras untuk sampai ke posisi sekarang dan perusahaan besar ini adalah bagian penting dari kehidupannya. Meninggalkan semua ini berarti mengorbankan stabilitas yang selama ini dia perjuangkan. Jelas itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilepaskan.
Selain itu, meskipun bekerja di bawah Januar membuatnya tidak nyaman, Violet tahu dia tidak bisa dengan mudah menemukan pekerjaan dengan posisi dan gaji yang setara.
Dalam dunia yang kompetitif ini, melepaskan pekerjaannya sekarang, bisa berarti mengambil risiko yang terlalu besar. Ada perasaan tanggung jawab — baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap masa depan yang selama ini dia rancang dengan cermat.
Namun, di sisi lain, setiap hari di kantor seperti ujian besar baginya. Setiap kali dia menerima instruksi dari Januar, setiap kali mereka harus berhadapan dalam rapat atau diskusi, menyerahkan laporan atau hanya sekedar menerima arahan, Violet merasakan ketegangan yang tak kunjung hilang.
Setiap kali berdiri di depan meja Januar, Violet bisa merasakan kehadiran masa lalu yang seakan menempel di setiap sudut ruangan. Januar, yang kini berusia 50 tahun, tampak lebih dewasa dengan rambut yang mulai memutih di beberapa bagian, namun tatapannya tetap sama—penuh kendali dan ketenangan yang dulu membuatnya jatuh hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lust of Love
Short StoryMature Content [21+] Kumpulan short story. Edisi sayang kalau hanya mendekam di draft dan belum sreg untuk dijadikan long story. Sooo enjoy!! © nousephemeral, 2023. all pictures, inside cover © pinterest.