***
"Wajah lo kenapa? Suram banget kayak kelilit pinjol."
"Dia telat di kelasnya Pak Brian. Lo tahu sendiri gimana Pak Brian. Kena semprot lah dia."
"Waduh. Kok bisa-bisanya sih lo, Bel, telat di kelasnya Pak Brian? Kan lo tahu Pak Brian paling nggak suka kalau ada mahasiswa yang telat di kelasnya. Langsung diusir dari kelas ya lo?"
"Enggak." Bukan Arabelle--yang ditanya--yang menjawab, karena gadis itu masih asyik menekuk wajahnya sembari menyantap bakso yang kuahnya begitu merah karena sambal. Temannya yang menjawab. "Kayaknya Pak Brian mood-nya lagi happy banget. Jadi nih si Belle cuma kena semprot doang nggak sampai diusir dari kelas."
"Eh, tumben banget. Biasanya kan Pak Brian tanpa ampun. Perihal telat satu menit doang juga nggak ada pengecualian. Langsung didepak tuh. Nih anak emangnya telat berapa menit, Han? 30 detik?"
"Lima menit," sahut Hani sembari mengacungkan telapak tangannya menunjukkan lima jari.
"Eh ...." Zia tampak kaget. "Tumben-tumbenan tuh Pak Brian. Lima menit mah terhitung lama kalau di jamnya Pak Brian. Gue aja yang telat 3 menit waktu itu langsung disuruh keluar coba."
"Kan udah gue bilang Pak Brian kayaknya mood-nya lagi happy. Beruntung deh lo, Bel."
"Beruntung tai kucing." Yang sejak tadi menjadi objek obrolan teman-temannya, Arabelle akhirnya buka suara meskipun nada suaranya terdengar seperti ingin menelan orang hidup-hidup. "Tetep aja anjir gue malu disemprot di depan banyak orang kayak gitu." Gadis berusia 21 tahun itu menusuk bakso menggunakan garpunya dengan geram.
"Ya, lo kayak nggak kenal Pak Brian aja. Lagian lo kenapa bisa telat di kelasnya Pak Brian?"
Arabelle tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tidak mungkin dia bilang kepada dua temannya kalau dia telat karena semalam habis digempur membuat keesokan paginya bangun terlambat dengan tubuhnya yang pegal-pegal sehingga butuh waktu lebih untuk mempersiapkan diri ke kampus.
"Sakit perut," jawab Arabelle saat Hani dan Zia menunggu jawabannya.
"Sakit perut tapi sekarang kuah bakso lo aja merah gitu. Buset. Apa nggak takut sakit perut lagi lo?"
"Emangnya nggak pedes?" timpal Hani.
"Lebih pedesan mulut Pak Brian kali," celetuk Arabelle masih keki.
Kedua temannya tertawa kecil. Membenarkan juga.
"Iya, ya. Nggak imbang banget sama tampangnya."
"Justru itu. Kalau tampang gantengnya itu ditunjang juga sama mulut manisnya bisa-bisa rumah sakit korban Pak Brian overload. Punya mulut pedes gitu aja banyak yang terpesona sama Pak Brian."
"Salah satunya lo, kan?"
"Kayak lo enggak aja."
Zia terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lust of Love
Historia CortaMature Content [21+] Kumpulan short story. Edisi sayang kalau hanya mendekam di draft dan belum sreg untuk dijadikan long story. Sooo enjoy!! © nousephemeral, 2023. all pictures, inside cover © pinterest.