Part 39 Rasa bersalah

4 3 0
                                    

Cala telah sampai dirumah sambil membawa paper bag berisi tiga buah buku baru dan dua yakult serta satu botol air minum dari Arez.

Setelah turun dari motor Arez, Cala berjalan menuju pintu rumah yang tertutup.

Ketika Cala mencoba ingin membuka kunci pintu ternyata pintu rumah sama sekali tidak terkunci.

Dari luar, samar-samar ia melihat melalui jendela bahwa TV di ruang tengah sedang menyala.

Ia mulai di serang rasa panik.

Pasti sang mama sudah pulang dari dinas kerjanya, dan ternyata benar saja mamanya sedang duduk disofa ruang tamu dengan pandangan lurus kearah layar televisi yang menayangkan berita malam.

Dengan rasa takut setengah mati Cala mencoba memanggil sang mama yang sama sekali tak menghiraukan kehadirannya.

" Mama kapan pulang? "

Alih-alih menjawab pentanyaan Cala dengan lembut mamanya malah kembali melontarkan pertanyaan pada Cala.

" Cala kamu tau kan mama kerja buat apa? " tanya mama masih dengan posisi yang sama.

Cala tak sama sekali beranjak dari tempatnya, hanya berdiri sambil menunduk meremat jari jemarinya.

" I-iyaa ma, Cala tau. Maaf, " ucap Cala dengan suara bergetar.

" Cala tadi mampir dulu ke Gremedia buat beli buku, ditemenin temen Cala ma. "

" Gak usah bohong terus kamu. Di ajarain bohong sama anak kemaren sore itu kamu, Iya? " Tuding sang mama.

Mama Cala berdiri dari duduknya kemudian menghampiri Cala yang tengah ketakutan akan kemarahan Kinasih.

" Enggak ma, Cala beneran ketoko buku tadi. Cuma mampir sebentar nemenin Arez main basket di lapangan. "

Kinasih semakin murka mendengar penjelasan dari Cala.
" Hebat banget kamu ya Cala, ada waktu buat main-main. Udah sepinter apa emangnya kamu? Kamu gak ngerasa bersalah sama sekali. Saya tanya?"

" Setelah apa yang semua saya lakukan? " emosi mama Cala semakin meledak-ledak.

Cala menunduk dengan air mata yang sudah mengucur deras, ia terus berusaha untuk mengapusnya.
Tak berani untuk sekedar menatap mamanya yang sedang marah.

" Kamu harus tahu Cala, semua kemalangan yang terjadi pada saya itu karena kamu penyebabnya!!. "

" Terus sekarang kamu juga mau bawa sial buat orang yang kamu sebut Arez tadi, tega kamu sama dia? Apa kamu gak sadar diri."

Cala tak ingin sang mama semakin marah kepadanya karena melihatnya yang menangis seperti anak kecil.

Suara bentakan mamanya selalu mampu menggoreskan trauma baru didalam hati dan pikirannya yang malang.

" Nangis lagi? Apa yang kamu tangisin sekarang? " ucap Kinasih dengan nada yang tinggi.

Walau sangat besar rasa takutnya pada sang mama, Cala berusaha mendekat dan meminta maaf,
" Ma.... aku minta maaf. Maafin aku. Ma- " kalimat Cala terjeda karena nafasnya yang tercekat.

Tangan gemetarnya berusaha meraih pergelangan Kinasih berusaha untuk mendapatkan kekuatan untuk melanjutkan kalimatnya,
" aku nangis lagi.... Maaf ma. "

Ia benar-benar tidak berani menatap wajah Kinasih. Tapi percayalah, Cala saat ini mengerahkan seluruh tenaganya hanya sekedar untuk berdiri diatas kakinya di tengah-tengah penyakitnya yang ia rasa mulai kambuh.

" Kam-"

Cala memotong kalimat sang mama.

" Aku janji gak akan main lagi. Aku janji bakalan belajar lebih giat lagi. Aku juga janji nggak akan ngerepotin mama lagi. Aku janji. Aku janji ma.... Please udah ma, aku janji. "

Cala akhirnya terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya.
Dirinya sudah tidak mampu lagi berdiri diatas kakinya sendiri saat semua rasa takut akibat trauma masa lalunya kembali menyerang.

Ia berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan suara tangisan dan bentakan Kinasih yang bersahut- sahutanan di kepalanya seolah menyalahkannya atas semua hal yang terjadi dikeluarga mereka.

Bentakan Kinasih sang mama kembali memantik trauma masa lalu untuk kembali merundung dirinya sendiri.

.
.
.
.
.

Cala sama sekali tidak memejamkan matanya, terduduk dengan memeluk lututnya sendiri dilantai kamar bersandar pada sisi ranjang miliknya.

Sudah satu jam lebih dirinya menangis,
Membayangkan bagaimana dirinya esok hari tanpa Arez yang merusuh dihidupnya, dan hidupnya akan kembali kelabu seperti semula sebelum kedatangan Arez yang sehangat mentari pagi dan seindah pelangi.

Tapi semua perkataan mamanya benar.
Ia pasti juga akan membawa kesialan untuk Arez.
Cala benci.
Tidak ia tidak benci dengan mamanya, ia benci dengan dirinya sendiri.

Tingg....

Cala akhirnya mengambil handpohenya yang tergeletak di atas kasur karena berbunyi pertanda pesan masuk, melihat siapa yang mengirim pesan.

_________________________________________

AREZ 📨

Baru nyampe, masih diteras terus langsung ngabarin Cala.

Iya oke


Kamu belum mau tidur?

Sebentar lagi


Besok berangkat sekolah bareng, mau?

Nggak perlu,
Gue ngerepotin lo terus


Ya kan emang gitu gunanya kalo lagi pdkt, Cala.

Arez

Iya, kenapa?

Besok gak usah temuin gue lagi

Ohh oke, besok kamu sibuk ada les ya.
Yaudah gak papa besok besoknya lagi aja kita jalannya kalo kamu gak sibuk.

Enggak Arez, bukan.
Lo jangan lagi temuin gue, entah besok ataupun besoknya lagi.


Kenapa?
Aku ada salah sama kamu Cala?

Lo gangu belajar gue Arez.
Sejak kehadiran lo dihidup gue, semuanya berantakan gara-gara lo.
Gue risih, ngertikan.
Gue gak nyaman sama lo.
Gue nanggepin lo cuma karena kasian aja.

Cala kalo kamu risih ketemu terus sama aku, aku bisa kok jarang-jarang aja nemuin kamu.
Kamu gak suka ya aku ajak main basket tadi.
Aku minta maaf ya.
Cala,
Cala bales dulu pesanya.
Cala, please.

You blocekd this contact


________________________________________

Cala harap caranya menyudahi semuanya dengan Arez ini sudah benar, walau mungkin sedikit terlalu kejam untuk Arez karena sedari siang mereka masih baik-baik saja.

Dan Cala tau Arez adalah orang baik yang tidak berhak ikut menerima perlakuan buruk dari mamanya atau ikut mendapat hal buruk darinya.

Cala yakin ia akan hidup dengan rasa bersalah ini selamanya,
walau hatinya mulai nyaman ketika akhirnya dibiarkan mencintai lagi.

Kalau saja Cala tidak menyerah pada perasaan ini, pada desakan dan bujukan kecil dirinya karena keinginannya untuk jatuh cinta seperti orang biasa, dia tidak perlu merasa sesakit ini.

Tetapi toh Cala familiar dengan perasaan bersalah.
Ia terbiasa menghadapinya setiap hari sejak Papanya meninggal enam tahun yang lalu.
Jadi rasa bersalah yang baru ini bukan apa-apa untuknya.

Cala sadar ia tidak berhak merasakan semua kebahagian yang dibagi Arez.

Cala tidak ingin Arez juga mengalami hal-hal buruk karenanya.


[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AREZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang