2

1.5K 84 2
                                    

Tubuh lelaki manis tengkurap di atas ranjang, dengan posisi setengah bangun matanya menyipit menyaksikan muram di luar jendela kamar. Tak kunjung berhenti sejak semalam, samar suara rintik menjatuhi genteng masih bersahabat di telinga.

Dunk mengendus, sensasi mint yang sejuk menyapa indra penciumannya. Kala membalikkan kepala, sosok tampan menatap dirinya lekat tanpa berkedip. Hanya lirikan sayu dengan dada naik-turun hampir merenggut kewarasan, Dunk meneguk salivanya berusaha tenang.

"Ma-masih hujan.." cicit Dunk meraih kepala ranjang, berusaha duduk.

"Kau lihat sendiri..."

"Humm..." Dia jadi canggung, siluet lelaki tampan dengan dada telanjang diliriknya dari ujung mata "Joong tidak lapar?"

"Aku baik-baik saja, jika kau lapar buatlah makanan"

Dia tak banyak bicara lagi, memilih untuk menuruni ranjang kemudian membuka pintu kamar cukup memekakkan telinga. Sebelum akhirnya sempat berbalik melihat Joong, dia akhirnya berjalan cepat ke arah dapur.

Hening, hanya suara hujan di luar sana. Tangan lentik mengusap counter table dengan wajah berpikir, setahunya yang semalam itu adalah bahan makanan terakhir di kulkas. Harus sarapan apa hari ini? Jemari lentik menjuntaikan apron dari gantungan, teliti mengikatnya di belakang.

"Apa dia lupa? Atau memang tak peduli?" Dunk mematung, kala pintu lemari es terbuka "a-apa apaan ini?"

Sedikit tak percaya, plastik sayuran hijau ditariknya naik di atas counter table. Nyaris tak masuk akal, dia menengok cepat ke arah pintu rumah. Sejak kapan Joong menyiapkan semua bahan makanan di dalam kulkas? Matanya melebar lagi saat suara pintu kamar menimbulkan suara.

"Joong..."

"Humm..." Gelas kaca di ambil tepat diatas rak tempat Dunk berdiri, wajah Joong melekat "kau membutuhkan sesuatu yang lain?" Nampaknya Dunk tak berkutik, hingga Joong hanya mengangguk pelan.

"Humm... Aku rasa, sejak semalam hujannya tak berhenti."

"Memang..." Joong meneguk air dan fokus pada gelas ditangannya "aku keluar saat fajar, kau masih tidur"

"Kau hujan-hujanan, nanti kau sakit..."

"Tenang saja, aku tak gampang sakit"

"Begitukah?"

Joong tersenyum samar, mendekati lagi sosok manis itu dan mengusap rambut legamnya. "Apa kau khawatir padaku?"

"Hanya saja...."

"Kita belum cukup seharian bersama, tapi kau tau apa yang ajaib?"

Dunk mengerjap, merasakan nafas lelaki tampan itu menerpa wajahnya.

"Dari ribuan malam gelap dengan hujan deras di kota, ini adalah malam pertama semuanya menjadi hangat meski hujan tak berhenti...." Joong tertawa ringan, mengecup kening Dunk menimbulkan rona merah pada pipi sosok manis itu.

"Aku akan memasakkan sarapan yang lezat"

Pada saat Joong memastikan wajah itu lagi, barulah semua menjadi jelas. Mata jernih berbinar, senyum manis dan pipi merona. Dunia tiba-tiba cerah seolah keajaiban tak akan pernah berubah.

"Dunk, Lakukan apapun yang kau inginkan"

Lelaki manis asing kesayangannya, apron coklat cream yang dia siapkan sejak fajar tadi begitu apik dikenakan oleh Dunk. Jantungnya mengembang cepat, tangan kekarnya begitu cekatan menyambar ikatan rambut dari atas rak. Bak pasutri yang baru saja meresmikan pernikahan mereka, Joong mengikat rambut poni Dunk bagai ekor komet ditengah semesta yang gelap.

Dunk membalikkan wajah, tatapan teduh dari sosok tampan itu meluluhkan hatinya. Bahkan saat sibuk dengan potongan sayur diatas counter table, pelukan ringan di pinggangnya mengahdirkan degupan aneh. Dia mencoba tenang, fokus pada bahan makanan di depannya.

"Darimana kau datang?"

Dunk berbalik, merasa begitu dekat pada sosok tampan itu. Rambut hitam pekat dengan gelungan rapi yang belum terlalu kering mengenai permukaan wajahnya, meski mata setajam elang menginterupsi dia tak ragu. "Apa itu penting?"

"Apa menurutmu masuk akal? Kau datang tiba-tiba tanpa tujuan dan alasan?"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang