43

428 31 5
                                    

Rasa resah dan tak tenang terbungkus rapat dalam jas putih yang ia kenakan, tercium udara berbau semerbak aroma wewangian bunga seantero gedung. Membelah rendah tajam di antara karpet-karpet merah dari arah tangga memasuki ruangan besar tempat sakral meresmikan pernikahan, Dunk menghela nafas panjang menuruni mobil dengan jas yang terkancing rapat hingga leher. Pita hitam menempel di garis lehernya, dan sepatu mengkilat yang tertata apik membuat penampilannya makin mengagumkan.

Untuk sesaat dia harus menjadi lelaki berwibawa dengan wajah berseri-seri yang memikat, matanya bersinar cerah diiringi angin.

Dengan percaya diri melangkah berjalan menyusuri karpet merah, tangannya terbenam pada jemari gadis muda yang tak kalah berseri dengannya. Suara riuh tepuk tangan menyambut kehadiran dua mempelai, terlebih saat prosesi pernikahan telah dimulai dari rangkaian acara pertama.

Hari itu dimana dia merasa bahwa hati nya telah tertusuk tajam, untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu di bawah hujan berlindung di kanopi lusuh. Sudah terlalu jauh, sudah terlalu lama. Mengikat kisah seolah tanpa seuntai benang berarti, Joong terdiam merasakan segenap kisah hidupnya dalam kengerian, ilusi itu terus buyar. Tangannya terbenam dalam kantong dan kepala tertunduk seolah-olah akan menanduk penyerang yang tak dikenal, Joong menarik topinya saat keluar dari kerumunan tamu undangan, memperlihatkan rambutnya yang ter acak-acak.

Situasi ini membuatnya lemah dan canggung, entah akan melakukan apa dia sendiri tak tahu menahu. Joong bergegas menaiki mobil di parkiran gedung, sebentar lagi pesawatnya akan berangkat. Kendaraan putih itu bergegas meninggalkan lokasi pernikahan, membawa kisah pilu yang ingin ia kubur dalam-dalam.

Pikiran tak terduga, bahwa kini jari manis gadis cantik di depan wajah Dunk merupakan orang pertama yang mengikat janji suci bersamanya. Menjadi bintang utama hari, penampilannya sangat mempesona. Bahkan dalam keramaian, dia bisa langsung dikenali.

Dunk menyibakkan rambutnya, sudah gerah. Rentetan acara janji suci pernikahannya selesai, netra kelam menelusuri tiap-tiap wajah tamu undangan. Entah mengapa, semuanya begitu ganjil dan membingungkan. Mencoba tetap dalam situasi tenang, Dunk meringsak mendekati Presdir Hendry yang nampak asik berbincang bersama koleganya. "Tuan Henry..."

"Hah? Sekarang aku ayahmu nak..." Tawa jenaka pria paruh baya itu menggelegar bersamaan tubuhnya yang tiba-tiba berbalik "apa yang kau butuhkan nak?"

"Eumm... Maaf ayah, aku hanya penasaran kenapa keluarga direktur Joong tidak hadir di pesta pernikahan kami"

Presdir Hendry ragu-ragu "sebenarnya sejak kemarin dia sudah terbang ke Bangkok, kau tau kan ayah sedang mengembangkan cabang Perusahaan disana. Dia meminta ditugaskan, maaf baru mengatakan ini sekarang"

Dunk tak dapat berekspresi apapun, entah apa yang memenuhi pikirannya. Yang Presdir Hendry tau lelaki muda itu sudah mulai akrab dengan putra angkatnya, mungkin saja ini semacam kekecewaan atas ketidakhadiran Joong disana.

"kau baik-baik saja, nak?"

sekali lagi ia mengangguk, seakan semuanya terpaku dari arah pintu masuk. bahkan kalau dia berhasil, semuanya telah berakhir. suara langkahnya pelan berderak di atas lantai, meski suara pecah menjadi hiruk-pikuk. dia hanya merasa sendirian, terus sendirian.

"Dunk, kenapa?" Rachel nampak khawatir memeluk lengan suaminya, mereka saling menatap begitu lemah tanpa mengerti.

Ekspresinya masih terpaku, wajah itu memperlihatkan topeng tersenyum penuh kepedihan "Joong tak ada disini"

Rachel menengok banyak para tamu undangan khusus, benar kata suaminya bahwa Joong dan keluarga kecilnya tak hadir disana. wajah Dunk benar-benar muram dan Rachel sangat paham, dia memeluk lelaki itu sangat erat berusaha memberi kekuatan. "apa Dunk pernah mendengar tentang ketentuan takdir? apa menurutmu tuhan benar-benar harus ikut campur?" rambut lembab yang menutupi wajah Dunk di usap oleh Rachel, wajahnya dibelai penuh pengertian "jika tuhan ikut campur dalam takdir kita, maka semuanya akan ditempatkan seperti semula"

dentingan suara gelas menyamai tawa bersamaan dengan jeritan riang di tiap sudut acara, pasutri yang baru saja menyematkan janji untuk bersama hingga akhir masa saling menatap guna mengurangi kesedihan. entah bagaimana caranya, mereka selalu punya pilihan. 

.
.
.
.
.
.
.

To Be Continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💛💛💛💛

Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang