22

424 32 0
                                    

"aku akan bersamamu Joong, jika kau bisa memutuskan untuk bersamaku atau keluargamu"

Ketukan nadi yang melambat, rasa haru duka dan hati mati. Rasanya sesuai, terlalu banyak beban memperlambat proses cinta itu luntur.

Semenjak meninggalkan Thailand, bukankah angin tidak bertiup sekencang ini? Jika dulu mereka terpisah dan saling menguatkan diri untuk bertemu, mengapa sekarang tuhan meletakkan seorang wanita di tengah-tengah mereka. Joong terdiam kaku masih tenggelam dalam fikirannya, sesaat sang istri menatapnya dengan mata sendu dari ujung dapur.

Rasanya, dua puluh lima musim semi tak kunjung mengartikan apapun.

"View...."

Wanita cantik itu nampak menghela nafas dan berjalan menaiki tangga, Joong terhenyak dan hanya bisa diam kembali. Sudah jelas sejak dua hari yang lalu dia tak kembali ke rumah karena kehilangan Dunk tiba-tiba, rasa bersalahnya mungkin tak bisa dijelaskan lagi.

Sekali lagi, saat anaknya menuruni tangga. Gadis kecil itu memancarkan rasa kesal tak bersahabat, sekejap Jean mundur, mengangkat bahu kecilnya dan mencebikkan bibir. Ketetapan hati atau sekedar melampiaskan kemarahan, dan putri kecilnya berlalu begitu saja.

Untuk sesaat, Joong kehabisan tenaga. Dengan langkah gontai dia bertengger di kursi sofa sembari membenarkan posisi duduk, perasaan aneh hampa dihatinya seolah dingin bagai terserang badai salju. Ini tak menemui titik temu, buntu tanpa penyelesaian sama sekali.

Perasaannya pada sang pujaan hati tak kunjung sirna, hingga saat rasa kasih dan tanggung jawab masih kuat kepada keluarga kecilnya, dia tak bisa mengambil keputusan apapun. Jatuh kembali, seolah-olah ketentuan takdir tak mengizinkannya mencicipi romansa indah.

"Aku bahkan tak beranjak satu langkah pun dari takdir buruk ku" waktu, dia berkata pada dirinya sendiri. Hal semacam ini butuh waktu, lebih lama lagi. Bahunya terasa memberat saat wanita cantik dengan lembut menjatuhkan kepala disana, Joong terdiam tanpa sepatah kata pun.

"Kau bertemu dengan Dunk?"

Rahangnya mengeras, namun mencoba tetap tenang menanggapi pertanyaan istrinya. "Dari mana kau tahu?"

"Jadi benar yah..." cicit View tersenyum perih, membentangkan jarak antara mereka "kau tak pernah mencintaiku, kan?"

"View...."

"Iya aku tau, sepanjang malam yang pernah kita habiskan..." wanita itu menahan nafas, seolah emosi yang ingin disampaikannya tak pernah dapat ia nampak kan "kau tak pernah benar-benar mengenaliku, kau hanya...."

Joong meremas bahu istrinya mencoba mencari kepercayaan di antara tatapan mereka. "View tenangkan dirimu...."

View menangis "aku seharusnya tak pernah merasa terluka, aku seharusnya tak boleh menangis, karena sedari awal aku bahkan tau.... hatimu tak pernah menjadi milikku"

Benar sekali, bahkan sampai buket bunga mekar yang ia lemparkan hari itu, tak pernah ada senyuman tulus yang bertengger di wajah suaminya. Waktu dimana mereka menganggap telah resmi menjadi pasangan hidup, Joong hanya menipu diri sendiri.

"View... perasaan bukan satu-satunya yang membuat orang-orang bertahan, terkadang harus melepaskan sesuatu yang membuat dunia tak terima dengan itu. Aku memiliki Jean, kau dan keluarga kecil kita. Apa aku masih harus mencari kebahagiaan lain? Humm?" Lembut sekali, lelaki tegap itu menarik istrinya masuk dalam pelukan.

Wajah penuh luka ruam dalam, pipi Joong bergerak-gerak menahan isakan. Sadar bahwa dia baru saja mendeklarasikan kenyataan yang begitu pahit, tak ingin lagi lebih jauh. Jika berlanjut, dia tak akan pernah merasa cukup.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak💛💛💛

Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang