48

464 34 9
                                    

Serpihan serpihan bekas pembakaran beterbangan di udara dingin sekitar perairan, bau hangat memabukkan dari sajian yang telah matang semakin menggiurkan. Dunk menatap lekat lelaki tampan didepannya, rasa tak percaya seolah dia telah menelan pil pahit berkali-kali hingga ia enggan setuju akan alasan pria itu.

"Maksudku, kau benar-benar meninggalkan Presdir Hendry? Lalu..." Perkataannya terhenti, berganti kesunyian tak bertepi. Mereka menatap dalam, tanpa kata untuk mengungkap rasa.

Joong bahkan membisu, hanya binar kesedihan yang terpancar dari mata lelaki itu. Keheningan panjang, Dunk menuangkan teh hangat di cangkir. Mereka saling menatap tanpa perbincangan lagi, sesederhana itu atau mungkin serumit hati mereka.

"Jadi, apa Jane sehat? Dan istri mu?"

"Humm, mereka sehat-sehat saja. Jane sudah memasuki taman kanak-kanak, dan mantan istri ku baru saja menikah pekan lalu"

Sekarang Dunk mengerti, dalam kegelapan remang-remang hampir tengah malam segalanya menjadi jelas. Percayakah jika dia bilang saat ini ingin menangis sekeras-kerasnya?

Joong tak mungkin tau berita sejak kematian istrinya, lelaki itu telah teguh meninggalkan bayang-bayang dibawah Presdir Hendry. Dia sendiri sejak lama meninggalkan rumah utama, kini wajah manis setengah tertutup di tekukan lututnya.

"Banyak yang berubah di Bangkok, apa kau pernah mengunjungi rumah kita dulu?" Tanya Joong masih dengan kesibukan bodoh mengorek-ngorek rumput liar "sempat beberapa bulan yang lalu aku menemui Danil, dia mencari mu"

Pertama kali mereka bertemu setelah sekian lama, namun rasanya ini bukan yang pertama.

"Dia pasti sudah dewasa, sudah lama sekali..."

"Humm... Dia sangat tampan, dan tingginya hampir sama denganku"

"Apa Huby ada disana juga?"

"Dia sudah mati" Joong memelankan suaranya "dia sudah tua..."

Dunk akui penampilan Joong benar-benar berbeda dari terakhir kali mereka bertemu di Australia, wajahnya nampak lebih tirus dan lengkungan di bawah bola matanya jelas menandakan rasa lelah luar biasa.

"Kenapa View menikah lagi?"

"Karena dia pantas hidup bersama orang yang mencintai nya" sahut Joong dengan senyum kecil "bukan hanya View, semua orang pantas hidup bersama orang yang mencintai mereka"

Dunk menatap wajah tampan itu lagi, mereka tak bersentuhan tapi merasakan sesuatu yang begitu terikat "kau tak berminat untuk berpamitan baik-baik pada Presdir Hendry?"

"Aku tidak bisa melihatnya, aku juga terlalu pecundang bahkan untuk melihat wajah adik angkat ku. Membayangkan dia adalah pasangan hidup mu, sudah cukup membuatku menyerah"

"Setidaknya Presdir Hendry masih memiliki mu, kehilangan Rachel sudah cukup menyakitinya" Joong tak menanggapi ucapannya, berganti dengan tatapan Bingung dan dia paham lelaki itu tak menangkap maksud pembicaraan mereka "aku juga meninggalkan nya sejak Rachel meninggal, kadang aku berpikir, apa kesalahan tuan Henry hingga orang-orang yang dia cintai pergi"

"Dunk—

—aku hanya merasa benar-benar jahat, aku tak berani menikmati kehidupan ku dibawah bayang-bayangnya. Aku merasa diriku pecundang, aku— Aku..." Dunk merasa nafasnya tercekat bercampur air mata yang kini lolos bercucuran di pipinya "aku terlalu jahat untuk tetap ada disana, aku tak pantas untuk menjadi menantunya"

Joong menetralkan suasana hatinya, merangkul sosok manis itu dengan lembut penuh pengertian "aku benar-benar sudah kehilangan segalanya"

"Apa sekarang kau masih percaya pada takdir?" Dunk menatap netra kelam lelaki itu "apa kau percaya?"

"Aku percaya..."

Takdir tak adil, tapi kini keduanya harus terima bahwa takdir baru saja membuat mereka terbebas dari semua tanggung jawab masing-masing.

"Apa takdir sudah bosan memisahkan kita, Joong?"

Joong menggeleng-gelengkan kepalanya "aku tak tau..."

Dunk menundukkan kepala begitu mendadak merintih menangisi segalanya "bagaimana bisa? Bagaimana bisa tuhan mempertemukan kita setelah semua dosa yang kita lakukan? BAGAIMANA BISA?"

Pengorbanan, kesakitan yang terkutuk. Bisakah semuanya berakhir disini saja?

"Saat kita menyerah, takdir masih mempermainkan kita" jemari dua lelaki dewasa itu bertaut, Joong menyelami netra kelam si manis dengan senyum kecil "kita menyakiti orang-orang disekitar kita, hanya karena perasaan. Aku tak bisa menebus kesalahanku, aku tak tau seberapa banyak dendam yang ku terima. Tapi kini, aku memohon... Siapapun boleh mengutuk ku, sebagai gantinya bisakah kita tak berpisah lagi?"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jngn lupa follow dan ninggalin jejak 💛💛💛💛

☝🏻😭 Capek

Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang