"mohon bantuannya... mohon bantuannya..."
Lalu-lalang pejalan kaki di trotoar depan gang tempat tinggalnya nampak keheranan, saat lembar demi lembar kertas dijajakannya cuma-cuma. Bukan tak mungkin jika orang-orang tak mengenali foto lelaki yang ada di selebaran itu, orang yang belakangan ini sedang dicari polisi karena kasus kejahatan dan perdagangan barang haram, bodohnya lagi pria tegap disana masih tak lelah meminta bantuan orang-orang.
Wajah kusut, penuh rasa duka yang bahkan tak dapat dipastikan seberapa dalam. Joong tak berhenti, meletakkan selebaran yang dicetaknya di tangan orang berlalu-lalang secara paksa.
"Mohon kabari aku, saat kau melihatnya..."
Joong menghela nafas, kertas putih bersih dengan kalimat-kalimat lengkap berserakan di lantai beton. Matanya perih, menahan sakit tentang kenyataan bahwa lelaki yang dicintainya seorang kriminal.
Apa itu masuk akal?
"Paman...."
Bocah lelaki beberapa langkah mendekat, membuat Joong tersentak. Dia tak mungkin lupa, sosok kecil yang meronta meminta pertolongan padanya malam itu. "Kau..."
"Paman, Hia tak ada dirumahnya lagi. Hanya polisi dan penghalang memenuhi gang kecil kami, apa Hia benar-benar pergi?"
Joong menunduk, menyamakan tingginya pada sosok itu "dia masih ada disini, aku yakin..."
"Apa dia jahat?"
"Bagaimana menurut mu?"
Gelengan pelan yang Joong dapatkan, jemari mungil bahkan mendarat apik di pipinya "Hia orang baik, tapi kenapa ibu dan ayahku mengatakan dia pembunuh?"
Lelaki tampan itu berdiri tegak, mengusak rambut yang lebih muda kemudian memberikan beberapa selembaran di tangan kecil. Wajahnya penuh harap, permohonan tersirat tak membutuhkan kata.
Lalu lalang masih ramai, anak anjing bermanja-manja di kaki mungil yang asik membagikan kertas dengan jutaan harapan dari mereka. Joong sempat melihat ke segala arah, bahkan saat mahluk berbulu menggemaskan berguling-guling menarik perhatian.
"Huby... Jangan banyak tingkah, kita masih harus membagikan banyak kertas ini untuk menemukan Hia..."
Anjing itu menggonggong kecil, seolah berdialog dengan sang tuan. Joong membungkuk dan menarik telinga anjing itu lembut "dia sangat ramah, begitu penyayang..."
"Humm, Huby sangat baik... Kami selalu mengunjungi rumah Hia untuk bermain"
"Benarkah? Dunk juga kenal dengan anjing ini?"
"Iya paman, Hia sangat sayang pada Huby..."
"Lalu, Siapa namamu? Aku bahkan belum tau siapa namamu"
"Danil..."
Bocah itu memberikannya satu tatapan lucu, dan Joong hanya bisa menggeleng kecil. "Maaf Danil... Aku pasti merepotkan mu"
"Tak masalah, bukankah tujuan kita sama. Kita ingin menemukan Hia..."
Anjing mungil mendekati kaki Joong, berguling dan menggeram senang. Seolah menunjukkan kenyamanan, dia jadi ikut bahagia. Air mata rindunya bercampur dengan kehangatan, luka yang dideritanya memang tak sembuh namun cukup membaik.
"Danil... Kau bisa pulang, hari mulai sore"
"Paman, besok kita akan kesini lagi kan? Selebaran kita masih banyak... Huby tak mau makan, dia masih merindukan Hia..."
"Humm, pulanglah sekarang..."
"Sampai jumpa besok paman..."
Di ujung sana, menuju gang kecil yang sama. Sosok lelaki mungil menghilang, dia terdiam mengelus perutnya yang keroncongan. "Kekanakan sekali, aku seperti anjing itu. Melewatkan makan karena merindukanmu, Dunk...."
Dia kembali berbalik, fokus memunguti selebaran yang di remuk menjadi bulatan kasar. Di pinggiran jalan hingga trotoar, Joong menyeka air matanya. Beberapa hari damai, menyisakan kesakitan ribuan perkara di penghujung malam. Rasa cinta tertanam dalam dadanya, namun aneh ini tak bisa berhenti.
Tak kunjung usai...
.
.
.
.
.
.
.To be continued
jangan lupa tinggalin jejak, dong
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]
Misteri / Thriller"Kita belum cukup seharian bersama, tapi kau tau apa yang ajaib?" Dunk mengerjap, merasakan nafas lelaki tampan itu menerpa wajahnya. "Dari ribuan malam gelap dengan hujan deras di kota, ini adalah malam pertama semuanya menjadi hangat meski hujan...