Suara sendok dan garpu mendenting, tak ada satupun yang bersuara. Dua ajudan dengan seragam hitam tidak mengubah posisi di sisi pintu ruangan restoran, mengangkat kepala bersiaga sepanjang waktu.
Dunk menghela nafas, merengut kesal kemudian melesakkan sendok hingga bergeser ke tengah meja. Wajahnya dongkol, menjadi semakin tak minat saat Joong sama sekali tak terganggu dengan protesnya.
"Kenapa ayah angkatmu sangat lama?" Dunk mengendus, menyeringai penuh hasrat pada sosok tegap itu "bosan sekali, aku sudah tak sabar ingin mencari perhatian"
Joong tak menoleh untuk melihatnya, tapi dia tau lelaki itu menyimak segala macam ocehannya. Tiba-tiba Ponsel berdering cukup kuat, Dunk menarik benda persegi itu kemudian mengangkat panggilan.
Nampaknya Joong terus diam menatap ke arah meja dengan mata kosong, kenyataan baru yang terus berputar tanpa suara di antara mereka. Hingga saat Dunk menyentuh tangannya, Joong mengerjap dengan mata sendu.
"Presdir Hendry tak kemari, saat mengecek kondisi cabang perusahaan ada sedikit pekerjaan disana" ujar Dunk lebih tenang kali ini. "Haruskah kita kembali?"
Joong mengisyaratkan pada dua ajudan untuk pergi, kemudian tak lupa menyampaikan bahwa Presdir tidak akan hadir disana. Tak terelakkan dia tak bisa berhenti bingung saat Dunk berdiri dengan cepat. "Pekerjaan hari ini selesai, kau bisa kembali ke rumahmu"
"Kata Presdir Hendry apapun pekerjaan yang kau lakukan, aku boleh melihatnya"
Dia tak menjawab, biar Dunk saja yang berfikir tentang rasa canggung diposisi mereka. Memandang sosok manis itu dalam hening sejenak, mata lentik penuh cahaya. Sarat akan dendam, penuh kesakitan. Dunk berjalan lebih dulu keluar dari sana, tak mempedulikannya lagi.
Suasana padat lalu lintas tak terhindarkan, lalu-lalang pengendara serta penyebrangan jalan terus terlihat. Kaca-kaca gedung berkilauan, beberapa rumah terlindung di bawah pohon rindang yang sejuk. Sepanjang perjalanan mereka berdua tak membuka suara, hingga sesaat tiba di parkiran.
"Apa kau mencintai istrimu?" Tanya Dunk tiba-tiba.
Saat Joong berbalik, wajah manis itu berpaling dengan cepat. "Semuanya terjadi begitu saja"
"Yah... kau mencintainya, tentu saja"
"Tapi jika dibanding denganmu—
—sial, jangan bandingkan aku dengannya" Dunk tersenyum hambar, suaranya parau tidak gembira sama sekali "dia wanita hebat, melahirkan anakmu. Memberikanmu kesempatan bahkan saat kau tak pernah mencintai nya, aku tak ada apa-apanya"
Dengan gerakan kikuk, Joong menyentuh pundaknya dengan ujung jari-jari. "Dunk, aku terasa akan mati saat mengingat rinduku"
Lelaki manis itu menghela nafas panjang, menyentuh pintu mobil kemudian beranjak keluar dari sana. Dia sempat menatap Joong kemudian tersenyum kecil "tidak, kau tak pernah merindukanku"
Ini belum lama, dia telah menghabiskan tiga minggu hanya untuk sekedar mencoba masuk lebih dalam di tempat ini. Kakinya berhenti di lobby perusahaan, membalikkan badan menemukan Joong mendekat kearahnya. Dia harusnya bersih dari ketidakyakinan dan perasaan lemah, meski rasa takut itu masih ada. Kekacauan yang dibawanya sangat banyak, dia tak boleh hilang keberanian.
"Selamat siang tuan Joong" suara itu berkali-kali terucap bersamaan dengan para karyawan yang menunduk hormat.
"Aku akan menandatangani berkas saat ini, apa kau yakin masih ingin ikut denganku?"
"Tentu saja, sampai kau pulang nanti direktur Joong. Jika perlu, kau bisa membawaku ke rumahmu. Melihatmu sepanjang hari, seperti yang Presdir Hendry katakan" Dunk tersenyum penuh kepuasan.
"DUNK...."
Suara riang membuatnya tersentak, itu Rachel yang tiba-tiba saja muncul dari lift memekik kencang dan segera memeluknya erat.
"Rachel? Apa yang kau lakukan disini?"
"Humm? Ini kan perusahaan ayahku, kenapa aku tak boleh kesini?"
Dunk tertawa kemudian mengusap rambut gadis itu "hanya saja, aku penasaran. Atau kau memang ingin menemui ku?"
"Iya, aku ingin menemui mu"
"Gadis manis, kesayangan ku"
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💛💛💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]
Mystery / Thriller"Kita belum cukup seharian bersama, tapi kau tau apa yang ajaib?" Dunk mengerjap, merasakan nafas lelaki tampan itu menerpa wajahnya. "Dari ribuan malam gelap dengan hujan deras di kota, ini adalah malam pertama semuanya menjadi hangat meski hujan...