26

527 48 5
                                    

Langkah Joong terhenti, agak terkejut saat Rachel putri Presdir mendekati pria yang sigap mencuri perhatiannya. Nampak kedua orang itu berbincang intens dengan beberapa gerakan yang akrab, alisnya menukik penuh tanda tanya.

Mencoba tetap santai, Joong menggeleng kepala menahan ketidaksukaan. Bersikap tenang meski terus-menerus mendengar suara dengungan di telinganya, langkahnya beranjak lebih pelan ke dua orang yang sedang mengobrol itu.

"Direktur Joong..." Rachel memekik

Joong mencoba tersenyum, dengan semua martabat yang bisa ia kumpulkan. "Pesta yang luar biasa..."

"Yah... berterimakasih padanya..." ayunan riang memeluk lengan pemuda berpenampilan jauh lebih tampan, membuat Rachel dan Dunk terlihat semakin mesra. "perkenalkan, namanya Dunk..."

Tak pernah menyangka akan ada diposisi ini, terlebih saat sosok itu memandanginya dengan wajah penuh perhatian yang sopan. Mereka berjabat tangan, mata Joong bergerak-gerak "Joong Archen..."

"Humm, Dunk Natachai"

"Rachel, bagaimana kalian bisa bertemu?" Kali ini dia membasahi tenggerokannya, yang terasa lebih serak "apa kau yakin? Dia mencintaimu?"

"Heh... kenapa direktur Joong terlalu frontal" Rachel menjerit kesal, memukul bahu pria tegap itu keras "Phi... kami hanya berteman"

"Berteman... itu adalah awalnya" Dunk berucap "kita bahkan tak tau kemana akhir hubungan yang katamu hanya pertemanan ini"

Joong menatap mata pria dihadapannya dengan dingin, begitu menyelidik penuh ketidak-relaan.

"Hey, hentikan... kalian berdua membuatku merinding" secara gamblang, Rachel memisahkan kedua tangan di hadapannya "phi Joong, jangan membuat Dunk merasa tak nyaman"

"Aku hanya memperingati mu"

"Sama saja, kata-kata phi Joong terlalu menyerangnya. Dan apa-apaan dengan cinta? Kami hanya berteman" tegas Rachel

"Biar ku tebak" suara itu lembut, sangat tertarik "kau mengira kami berkencan? Lagipula Rachel tak akan sudi menjadi kekasihku. Aku hanya pengusaha kecil, yang baru merintis dan tak memiliki jabatan apapun, tak seperti mu. Direktur Joong?"

Dia tak bisa menyingkirkan kegaduhan dalam hatinya, penampilan berbeda yang tak lagi biasa. Kini Dunk benar-benar mengobrak-abrik indranya, skeptis memasuki pikirannya. Joong mencondongkan tubuh, aroma maskulin dari pria di depan itu kembali menyerbunya "kau terlalu berusaha..." bisik Joong

Dunk menyeringai "aku juga senang berkenalan denganmu Direktur Joong" dengan sedikit usapan di dada pria tampan itu, senyum nya merekah puas "harap-harap kita bisa lebih akrab, karena sepertinya aku dan Rachel tak akan berhenti disini saja..."

"DUNK...." gadis disana memekik, campuran antara kesal dan gemas. Dia menghentakkan kaki, menarik lengan Dunk yang sontak melambai pada Joong.

"Kau dan direktur Joong sepertinya sangat akrab..."

Rachel menatap sekitar, di luar cafe dia merasa lebih leluasa untuk menghabiskan waktu berdua saja dengan Dunk. "Ayahku sudah menganggap direktur Joong sebagai anak, maklum kami tidak memiliki saudara lelaki"

"Berarti ayahmu butuh menantu" nada bicara yang begitu ringan, sekali Dunk meneguk anggur kemudian tersenyum kecil "aku bersedia sebenarnya, tapi aku tau diri"

"Hey... kenapa mengatakan hal seperti itu?"

"Memang benar kan? Aku hanya pengusaha kecil, tak seperti orang-orang yang mungkin ayahmu kenal"

"Tapi Dunk, ayahku juga seorang pengusaha kecil saat memulai semua yang ia punya saat ini" Rachel berucap penuh perhatian "Dunk tak ada bedanya, suatu saat pasti akan berhasil"

Dunk menjilat bibirnya, senyuman yang bahkan tak bisa berarti apapun. Dengan tenang bersandar di batang pohon kemudian meneguk wine untuk kesekian kali "apa kau menikmati pesta buatanku?"

Gadis disana mengangguk, mendatangkan rasa puas untuknya. Bagaimana wajah putih cantik itu menimbulkan ketertarikan, kulit bersih yang menarik, mata yang bersinar dan bergelora. Dunk mengangkat dagu Rachel, mendekatkan wajahnya serta-merta memulai ciuman ringan.

Merasa bahwa dia bukanlah orang jahat, tak bermaksud untuk terdengar kejam. Tapi mengatakannya dengan cara yang sopan, dia hanya mencoba mendapat tempat. Dimana dia bisa membuat keadaan adil, menjatuhkan kesengsaraan yang sama. Persis seperti yang dia terima.

Nampak disana Joong meremat tangannya, memukul dinding cafe dengan mata memercikkan amarah. Ini sia-sia, menentukan tujuan dengan harapan bisa menyingkirkan masa lalunya dalam jangka pendek beberapa tahun terakhir. Kini perasannya lah yang lebih menyakitkan ketimbang apapun juga, Rachel bahkan sama sekali tak menolak ciuman intens dari Dunk, bagaimana Joong akan membantah perasaan mungkin timbul antara kedua sosok yang hanyut dalam pangutan itu?

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jngan lupa tinggalin jejak 💛

Aisle Of Pain [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang