◍2 Allenaja Rekaputra

70 27 14
                                    


.....

"Aya, hari ini ikut Mas ketemu teman Mas yang dokter itu ya."

Aku mengangguk tanda setuju, kalau dilihat-lihat sepertinya Mas Mahen juga senang kalau aku menurut seperti ini, atau mungkin karena punya waktu berdua bersamaku.

Kami pergi menggunakan speda motor yang Mas Mahen beli tiga hari lalu, katanya -"Sekali-kali kita gak perlu kecapean gayuh sepeda."- Mas Mahen lucu ya?

Kita sampai ditempat temannya Mas Mahen, rumahnya besar dan ada tiga anak kucing yang tertidur di dalam kandang. 'Wah, temannya Mas keren' itulah yang aku pikirkan setelah masuk kedalam rumah ini.

"Kata teman Mas, kita masuk aja kedalem, dia juga udah nunggu." Ucap Mas Mahen sembari menaruh kembali handphone nya kedalam saku.

Mas membuka pintu putih besar rumah itu dengan pelan, memperlihatkan seseorang yang tengah tertidur sembari duduk dimeja kerja, apa itu temannya Mas Mahen?

"Naja, saya sudah bawakan adik saya, dan kamu udah janji bakal buat adik saya sembuh."

Mas Mahen mengetuk-ngetuk meja kerja tempat temannya tertidur. Tak lama setelah itu, teman Mas yang disebut 'Naja' itu terbangun. Ia langsung melirikku dan mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Wawwhh, so sexy~"

Satu tamparan ringan mendarat pas dipipi putih milik teman Mas Mahen, aku juga melihat raut wajah Mas yang tak suka, jujur saja pasti sebagai kakak yang baik, Mas tak suka bila ada lelaki yang mengatakan itu pada adiknya.

"Naja, jaga omonganmu didepan Aya."

"Wah, ini Aya!? So pretty!"

"Segera lakukan tugasmu saja Naja, saya akan pergi sebentar karena ibu menitipkan sesuatu yang harus dibeli."

"OKEYY!" Ia melambaikan tangannya dengan wajah yang berseri-seri, sembari menutup pintunya perlahan.

"Ingat! jangan apa-apakan adikku!" Seketika raut wajah dokter Naja cemberut. Apa ini? Apa ini yang disebut dokter?

Mas Mahen meninggalkanku diruangan serba putih, sepertinya ini ruangan konsultasi. Aku terdiam karena aku tak tahu harus bicara apa, aku tak tahu aku harus mengeluhkan apa, karena aku masih merasa bahwa aku normal dan aku sehat.

"Aya bisa duduk disini? Saya hanya akan berbincang ringan denganmu untuk hari ini, kita harus saling mengenal satu sama lain."

"Kenapa cuman perkenalan sama ngobrol aja dok? Bukannya dokter harus periksa kesehatanku?"

Dokter Naja menggeleng dan tersenyum ramah padaku, oh ini perubahan sikap yang drastis sekali, ucapku dalam hati. Lebih baik seperti ini.

"Karena mengobrol membuat kita saling mengenal dan tak kenal maka tak sayang, kalau tak sayang, saya tak bisa melamar, kalau tak bisa melamar, saya tidak bisa menikah, kalau tak bisa menikah, saya tidak bisa menjdikanmu masa depan saya."

Sepertinya ucapanku barusan aku cabut saja, dokter Naja menghembuskan napas panjang.

"Karena itu kita harus mengenal satu sama lain, begitulah kira-kira Aya-ku."

Aku segera bangkit berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk kabur dari dokter gila didepanku ini.

"Jangan pergi, saya hanya bercanda. Panggil saya kak saja, terlalu terburu-buru bila menyebut saya dokter diusia saya yang masih muda ini."

Akhirnya aku terpaksa duduk kembali.

"Mau dengar sesuatu? Mas-mu dulu memohon-mohon didepan saya, hanya untuk menjadikan saya dokter pribadimu."

LIKE WE JUST METTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang