.....
"Bukankah aku juga tak pernah meminta sesuatu padamu Tuhan? Maka tolonglah aku kali ini, biarkan ia hidup dan kembali kepelukan keluarganya. Aku tak akan meminta apapun lagi setelah ini, karena itu, tolong kabulkan permintaanku ini."
***
Setelah ia merasa cukup dengan do'anya, ia keluar dengan sikap tenangnya, ia tak boleh melihatkan sisi lemahnya pada dunia. Sorot matanya menangkap seseorang yang cukup ia kenal sedang terduduk disalah satu anak tangga Gereja.
"Diana?" Sapanya ragu, mana mungkin gadis itu berada dikota ini.
"Oh, hai. Udah selesai berdo'anya? Tadinya aku mau nyamperin kamu, cuman, kayaknya kamu lagi bener-bener butuh waktu sendiri, ya?"
Naja berjalan kearah gadis yang ia sebut dengan nama 'Diana' itu, ia sangat menghormati gadis ini, bagaimana tidak, ia adalah gadis pilihan Mama.
"Memangnya, siapa yang kamu minta? Apa dia lebih berharga dariku?" Diana bertanya terus terang, ia tak ingin bila Naja bersama orang lain, karena ia mencintainya. Ia sangat takut bila nantinya yang Naja inginkan bukanlah dirinya.
"Orang yang paling saya sayang, mungkin bisa dibilang ia lebih berharga dari kamu atau apapun di dunia ini." Naja menjawabnya santai, tanpa tahu, kalau Diana tak menyukai jawabannya.
"Aku pamit, niatnya aku mau nemenin kamu selama kamu kerja disini, nyatanya kamu gak butuh aku."
Naja mengangguk, apa yang dikatakan Diana memang benar, ia tak membutuhkan orang lain selain Mahendra.
"Kamu beneran gak nahan aku? Aku udah jauh-jauh dateng kesini loh, Naja, apa aku gak penting di hidupmu?" Suara Diana bergetar, hatinya begitu sakit, benar-benar sakit.
"Bukannya kamu yang mau pergi? Kalau gitu pergi aja, lagi pula saya gak pernah minta kamu buat dateng kesini, kan? Dengarkan saya Diana, saya sangat menghormati kamu, karena kamu adalah perempuan pilihan Mama."
"Tapi perlu kamu ketahui, bahwa saya tidak memiliki perasaan apapun selain itu. Jangan sakiti dirimu dengan mengukur bahagiamu dengan harapan bahwa saya akan memilihmu, saya punya cara saya sendiri untuk bahagia."
Setelah kata-kata itu keluar bibir Naja, Diana benar-benar pergi meninggalkan Naja. Tanpa Naja sadari, perkataannya saat ini akan menimbulkan masalah yang membuat masa depannya sedikit kacau.
"Halo?"
"Anda harus segera datang, pasien sudah keluar dari ruangan operasi, ada hal yang perlu kami bicarakan pada anda."
"Baik, saya akan segera datang."
Setelah mendapat panggilan dari rumah sakit, Naja segera bergegas meninggalkan Gereja tanpa memperdulikan sekeliling. ia juga tak menyadari, bahwa Diana masih disana dan memperhatikannya dari jauh.
Napasnya terengah-engah ketika ia sampai didepan pintu tempat Mahendra dirawat, saat tangannya sudah memegang gagang pintu, ia begitu terkejut karena pintu itu terbuka, dan menampakkan dokter yang baru saja memeriksa keadaan Mahendra.
"Bicara terus terang saja, maafkan kami sebelumnya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin."
"Ada apa dengan Kakak saya? Keadaannya pasti membaik bukankah begitu?" Tanya Naja memastikan, ia juga sudah berpikir positif sejak panggilan dari pihak rumah sakit itu berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanficTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...