.....
Asa melirik sebuah notifikasi melayang dari layar handphone miliknya, saat ia tahu bahwa yang mengirimnya pesan adalah sahabatnya, Aya. Segeralah ia membuka pesan itu dan masuk kedalam roomchatnya bersama Aya.
______________________________________
Ayaaa 🐹
______________________________________|Sa, ketemuan yu!
Kapan? Kalau sekarang aku lagi ada agenda
|Nanti sehabis isya.. bisa gak? Capek ya? Kalau capek gak usah, Sa..Gak papa, gak capee, bisaa kok, dimana?
|Jemput dirumahku aja, nanti kita jajan-jajan!
Oke sip
______________________________________Saat ini padahal Asa sedang bersama Hanan, sejujurnya, Hanan lah yang memintanya untuk bertemu disalah satu cafe, Asa sempat menolak, namun ia teringat dengan satu hal yaitu barang yang Hanan sembunyikan dari dirinya.
Ia sangat ingin tahu barang yang Hanan simpan seorang diri, ia juga bertanya-tanya mengapa Hanan tidak memberikan barang itu kepada Aya, seharusnys Hanan tau bahwa Aya sangat mencintai Jihad, lalu mengapa barang yang seharusnya ada ditangan Aya, justru berada digtangan Hanan?
"Chatting sama siapa lo?"
"Sama Aya."
"Lo gak bilang apa-apa kan, soal barang itu ke Aya?"
"Gak."
Hanan membuang napas panjang, ia benar-benar pusing dengan tingkah gadis satu ini. Apa yang harus ia beritahu, kalau ia beri tahu barang itu pada Asa, rahasianya bisa terbongkar, ia tak mau semuanya hancur secepat itu.
"Barang apa sih, Naan? Kenapa harus lo yang nyimpen? Atau jangan-jangan bener kata Jendral, gue seharusnya curiga sama lo!?"
Dengan sedikit penekanan, Asa mulai bertanya terus terang pada Hanan, ia sangat tak suka bila hal yang seharusnya Hanan bagi bersama untuk terselesaikannya kasus tentang kematian salah satu sahabatnya, yang juga menyangkut penyakit yang diderita Aya, Hanan simpan seorang diri.
Asa sudah mulai curiga dengan Hanan sejak saat terakhir kali ia bertemu dengan Jendral, namun semua kecurigaannya ia pendam terlebih dahulu, karena ia tak mau merusak persahabatan antara dirinya dengan Hanan.
"Gue gak bisa kasih tau sekarang, Sa."
"Kenapa? Apa karena lo dalang dari kasus ini?" Asa menatap Hanan tajam, ia tak mau bila Hanan mengalihkan topik atau apapun itu saat ini, yang ia mau hanya Hanan mengatakan yang sejujurnya soal barang itu. Karena menurutnya barang itu sangat penting, sampai-sampai Jendral pun tahu soal itu, tanpa tahu barang seperti apa yang disembunyikan Hanan.
"Gak. Bukan gue, lo kok percaya sama Jendral? Gue kan sahabat lo, Saa.."
Hanan mengerjapkan kelopak matanya. Asa justru menatapnya tak suka, dari raut wajah Asa, Hanan seolah bisa menafsirkan artinya. -"Matamu tak colok, keknya gak papa.." - Begitulah yang bisa Hanan artikan dari raut wajah Asa.
Ping!
Notifikasi baru muncul kembali dilayar handphone Asa, kali ini bukan dari Aya sanahabatnya, melainkan Jendral. Asa tak membuka notifikasi itu, namun ia hanya membacanya.
______________________________________
Jendral ketua kelas
--------------------
Dateng kerumah gue.
______________________________________Asa memang sempat terkejut, namun ia segera menetralkan kembali rasa terkejutnya, karena saat ini ia sedang bersama Hanan, ia tak mau Hanan bertanya-tanya lagi dengan siapa ia berkirim pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanfictionTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...