.....
Aya POV.
Setelah aku kehilangan banyak hal didunia ini, aku pun mulai menyadari, bahwa memang tak selamanya manusia bisa bersama.
Dari kehilangan itu, tetap saja tak semuanya menghilang, masih ada yang tersisa dari dirinya, contohnya adalah bayang-bayangnya yang terus saja muncul ketika aku mulai merasa kesepian.
Apakah aku harus merasa sendiri agar aku bisa menemuimu? Mengapa hanya ditempat ini? Apa ada yang istimewa ditempat ini, tolong jawab aku, Ji.
Ah, bodohnya. Aku tak bisa berbicara denganmu yang sudah tiada. Sialnya, walau dirimu sudah tak ada, tapi mengapa rasa ini tak ikut menghilang bersama dirimu?
Mengapa aku terus menganggap kamu adalah duniaku, saat kamu sudah tak lagi bersamaku? Nyatanya, aku terus menunggumu ditempat ini.
Sampai kapan aku harus menunggu? Bahkan alasanku untuk bertahan ditempat ini pun sudah tak ada.
Kamu sudah tak ada.
Hey, kau tahu? Aku menemukan sosokmu berada dalam diri orang lain, apa yang harus aku lakukan? Ingat apa yang pernah kamu katakan kala itu?
Disaat senja mulai menampakkan dirinya yang begitu indah, justru dirimu mengatakan perkataan yang masih belum bisa aku terima dan sialnya, karena senja itulah, aku terus mengingat ucapanmu.
"Semua yang pergi akan meninggalkan sedikit sisa, dari hal yang tersisa itu, akan muncul sesuatu yang baru. Mau percaya atau pun tidak, kamu pasti mengalaminya suatu hari nanti."
Dan ya, aku sungguh-sungguh mengalaminya.
Aya POV end.
Senja membawanya tenggelam dalam rasa yang masih tersisa untuk manusia yang telah menghilang lima tahun silam.
Seolah menolak percaya, kenyataan terlalu pahit untuknya terima, manusia terindah dalam hidupnya itu berpulang dengan senyuman yang masih membekas dalam pikirannya.
Senja begitu istimewa untuknya, namun ia mulai memiliki rasa membenci senja. Senja terlalu indah untuknya berduka. Senja terlalu istimewa untuk dirinya yang biasa, senja adalah boomerang pikirannya yang terus-menerus memikirkan kekasihnya.
Kali ini, senja begitu indah, dengan warna oranye yang dominan, juga bercampur dengan warna merah muda, dan sedikit rona merahnya yang mempesona. Namun, matanya tak henti- hentinya meneteskan air mata.
Suara gayuhan sepeda membuat lamunannya pecah, menatap pemuda dengan belangkon khas Yogyakarta yang melekat pada kepalanya, kaus putihnya diterpa angin sore yang hangat, senyuman pemuda itu membuatnya harus menghapus jejak air mata yang tersisa.
"Kamu kenapa?" Tanya pemuda itu sembari menghentikan sepedanya didekat sepeda putih yang dibawa oleh gadis dengan mata sembab yang mulai tersenyum mengalahkan indahnya senja.
"Gak papa, Aya cuma kangen." Ucap gadis itu semberi menunjukkan senyuman lebarnya.
"Wajar kok, apa lagi manusianya spesial." Balas pemuda itu sembari mengambil tempat disebelah kanan dengan jarak kuran lebih satu meter.
Jujur saja, mereka tidak berada dalam tempat yang sepi, banyak anak-anak kecil yang tengah bermain dengan riang di taman desa ini.
"Loh, jaket Aya bolong?" Tanya pemuda itu kala netranya tak sengaja menemukan kerusakan dibagian bawah jaket sebelah kanan yang Aya kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanfictionTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...