.....
Kumandang adzan memecah perbincangan asik beberapa pemuda didepan teras rumah Mahendra.
"Yuk sholat dulu. Asa biar sholat sama Ibu dan Aya, kalau Naja jaga warung aja." Atur Mahendra, mengingat bahwa salah satu diantara mereka tak memiliki kewajiban atas sholat, alhasil Mahendra meminta tolong Naja untuk menjaga warung milik Ibunya.
"Loh, si Naja bukan Islam? Kok gue baru tau si!?" Ucap Asa dramatis. "Terus agama lo apa, Ja?" Tanya Asa.
Semuanya diam, mereka semua tak ingin menyinggung Naja, tapi disisi lain, mereka juga ingin tahu apa keyakinan yang diyakini Naja.
"Em, ah, uhh.. Anu.. eumm.." Naja menggark-garuk sisi belakang lehernya yang tak gatal, menatap ling-lung kesekitar, seolah menghindari tatapan teman-temannya saat ini yang tertuju untuknya.
"Elah tinggal jawab! Au ah, gue mau wudhu! Telat nanti." Hanan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, menyusul Mahendra yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka.
Setelah Hanan pergi, Raden, Jizan juga Lathif ikut menyusulnya dengan berlari kecil.
"Kamu gak sholat?" Tanya Naja pada Asa.
"Sholat, ini mau wudhu. Lo jaga warung aja sono!" Perintah Asa sembari menunjuk kearah warung yang terletak tak jauh dari pagar rumah. Naja mengangguk sebagai balasan, dan meninggalkan teras yang juga sudah ditinggalkan oleh Asa.
Langkah Naja yang diiringi senandung kecil itu kini sudah sampai di depan warung tempatnya harus berjaga. Sesekali ia memainkan ponselnya menonton video Reels Instagram random yang lewat di dalam beranda.
Sudah sekitar lima menit berlalu, namun teman-temannya itu belum terlihat lagi. Asa juga masih didalam rumah dan bermain bersama Aya.Karena rasa bosan itu terus saja datang, alhasil, Naja membuka aplikasi galerinya, dan memandang foto seseorang yang entah sejak kapan mengikat hatinya.
"Oh, jadi karena perempuan ini kamu gak mau pulang?"
Suara itu memecah lamunannya, sorot matanya tak lepas dari wajah gadis yang saat ini tengah merebut ponselnya yang sedang menampilkan foto gadis lain yang begitu dikasihinya.
Naja diam, menatap lamat-lamat manik kecoklatan milik gadis pilihan Mamanya.
"Jawab! Kenapa kamu bisa ada disini!? Harusnya kan, kalau udah selesai belajar di tempatmu, kamu pulang dan kita selesaikan permintaan Mama!" Gadis itu menatap Naja dengan mata yang berkaca-kaca. "Tapi, kenapa kamu justru ada ditempat kampungan kayak gini? Terus, perempuan ini siapa!? Kamu suka sama dia!? Terus aku ini apa!?" Lanjutnya penuh amarah juga kecewa.
Naja sadar satu hal, tak selamanya ia menggantungkan hidup orang lain karena ia tak mau bicara dan berterus terang, namun disisi lain, ia tak mau membuat Mamanya kecewa dengan pilihannya yang tak sesuai dengan keinginan Mama.
Namun, kalau lah cinta tetap lah cinta. Ia akan terus berjalan meski jalan itu dipenuhi duri, meski ia harus mengarungi lautan, meski ia harus diterpa badai. Naja ingin melepas bebannya.
"Permintaan Mama soal apa? Lagi pula tempat kampungan kayak gini, lebih nyaman dari pada perkotaan elit yang ngekang saya untuk beghenti bermimpi. Dan, foto perempuan yang kamu pegang itu, dia Aya, saya lebih suka dia dari pada perempuan pilihan Mama." Naja merebut ponselnya dari genggaman gadis cantik dedepannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
Fiksi PenggemarTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...