◍32 Jendral Dirgantara (5)

34 13 14
                                    

.....

Sudah seminggu sejak kejadian itu berlalu. Kedua remaja itu belum lagi saling berbicara, saat bertemu bahkan tak saling bertukar sapa.

Keduanya sama-sama memikirkan bagaimana caranya agar mereka bisa bertemu. Tentunya dengan alasan yang berbeda.

Saat ini, bertepatan dengan hari kamis, 31 mei, 2018. Besok hari istimewa untuk Jihad, ia benar-benar memikirkan rencananya untuk hari esok dengan matang.

Ia sudah memiliki dua janji untuk hari esok, pada pukul delapan pagi ia akan bertemu dengan Dirga, ia ingin meminta maaf soal kejadian beberapa lalu, kejadian yang membuatnya harus memberi jarak untuk sahabatnya.

Lalu janjinya yang kedua adalah, memberikan lukisan. Jujur saja, ia tak sabar sekaligus takut dengan sikap Aya saat melihat dan menilai lukisan yang dijanjikannya ini. 

Bibirnya tersenyum manis, membayangkan betapa menyenangkannya hari esok. Tangannya tak berhenti dari kegiatannya menulis dilembar kertas yang masih tesisa. Ia ingin sekali mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan, bahkan pikiran-pikiran tak masuk akal yang ada didalam kepalanya, seolah ia tak memiliki waktu lagi selain malam ini.

"Sayang sekali, kertasnya udah habis." Gumamnya sedikit kesal. Padahal, masih banyak susunan kata dalam kepalanya yang belum ia tuangkan disurat spesial itu.

Surat terakhirnya untuk dunia.
































































Pagi, 1 Juni 2018, pukul 07:45.

"Dirga lama." Gumamnya sembari melirik jam tangan yang melilit pergelanan tangannya. Sembari menunggu, ia berjalan kearah semak-semak yang sedikit jauh dari pohon tua tempat sebelumnya ia menunggu. Jihad menaruh lukisan yang ia buat khususu untuk Aya disana, berharap agar Aya tak segera mengetahui apa yang ingin ia hadiahkan untuknya.

Ia kembali duduk ditempatnya semuala saat menunggu Dirga, lagi pula bukan Dirga yang telat datang ataupun lupa dengan janji yang mereka buat semalam, tapi Jihad lah yang terlalu bersemangat dan datang lebih awal.

"Udah lama?" Pertanyaan yang membuat rasa bosan Jihad sirna, pertanyaan yang diucapkan oleh sahabatnya yang ia tunggu sejak beberapa menit lalu.

"Engga, belum." Jawabnya sembari tersenyum, lalu kembali duduk dibawah bangku yang dinaungi pohon besar taman itu.

"Oh. Lo mau apa? Cepetan ngomong, sebelum waktu lo habis."

Entah ada apa diantara keduanya, Dirga menatap Jihad penuh kebencian, ia sendiri tak mengerti, mengapa ia begitu membenci Jihad saat ini. Sedangkan, Jihad begitu kebingungan dengan sikap sahabatnya, mengapa ia begitu banyak berubah? Kemana perginya Dirga yang ia kenal?

"Saya mau minta maaf soal yang kemarin."

"Oh, udah?"

"Ah, satu lagi. Sejujurnya, saya gak mau memperkeruh suasana kita berdua yang suram ini, tapi saya rasa, saya harus bicara hal ini ke kamu secepatnya." Jihad menatap manik sahabatnya dalam, sembari membuang napas tenang.

"Belum terlambat buat balik, Dirga. Mungkin sekarang kamu belum merasa menyesal mengenal orang-orang seperti mereka, tapi penyesalan itu selalu datang diakhir. Jalan pulang selalu ada, saya bahkan selalu dukung kamu untuk balik lagi." Jihad menepuk bahu sahabatnya untuk beberapa saat.

LIKE WE JUST METTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang