.....
Setelah Aya sadar dari tidurnya yang begitu menyeramkan, ia segera memeluk badan sang Kakak yang sudah sejak lama menunggunya sadar.
Wajah Aya penuh dengan keringat dingin, Mahendra sangat khawatir dengan keadaan adiknya saat ini.
Teman-teman yang lain juga sudah mengelilingi ranjang Aya, Mahendra sudah memakaikan adiknya kerudung, untuk menutupi auratnya.
Wajah mereka yang khawatir sekaligus terkejut begitu melihat keadaan Aya, masih saja terlihat.
Aya masih terdiam, dalam pelukan Kakaknya, Mahendra. Sesekali ada isakan kecil yang terdengar dari Aya.
"Aya, kamu kenapa sayang?" Ucap Mahendra sembari membelai kepala sang adik yang tertutup kain kerudung.
Aya tak membalas perkataan Mahendra, ia hanya menggeleng lemah dan sesekali masih terisak. Mahendra merasakan kalau tubuh adiknya kini sedang bergetar, kayaknya orang ketakutan.
"Saya akan cek keadaan kamu setelah kamu tenang, jadi tenangkan diri saja dulu.. kalau tidak mau bercerita, kita semua tak masalah." Naja ikut menimpali.
Aya mengangguk menanggapi perkataan Naja.
"Mbak Aya gak papa? Ada yang sakit?" Tanya Lathif sembari berdiri disamping Jizan, mereka berdua tidak kebagian tempat duduk karena sudah tak ada kursi yang tersisa.
Hanya gelengan lemah dari Aya untuk membalas ucapan Lathif.
"Aya, kalo mau apa-apa bilang ke gue aja, nanti insyaallah semua biaya pengobatan gue yang tanggung. Pokonya harus cepat sembuh, Mama kangen sama kamu.." Raden menatap sendu kearah gadis yang selalu membuat perasannya berantakan itu.
"Iya.. Makasih ya semuanya.." Ucap Aya lemah.
"Saya ada di sini, harusnya kamu gak perlu merasa takut dan sendirian, saya akan menemani kamu." Jizan merubah nada bicara dan gerak tubuhnya, semirip mungkin dengan sang adik yang begitu dicintai Aya.
Tak ada balasan, Aya justru menenggelamkan wajahnya pada pelukan sang Kakak, dan memeluknya lebih erat.
"Takut.." Gumamnya, dan tak semua orang mendengar suara kecilnya itu, hanya Mahendra yang mendengarnya.
"Bahagia mana sih yang lo pengen!? Segitunya lo mau bahagia!? Bahagia apa!?" Asa begitu kehilangan kontrol atas emosinya yang meluap-luap.
"Mereka nanggep gue manusia! Mereka ada buat gue!" Ucap lelaki yang suaranya dikenali oleh Asa.
"Mereka ngenggep lo ada, karena lo punya materi! Mereka ga semanusiawi itu, lo harus bedain mana yang tulus dan mana yang enggak!" Asa yang dalam kondisi terikat dan duduk di salah satu bangku pun juga mulai lebih meninggikan intonasi bicaranya.
"Mereka setia sama gue, mereka gak akan pergi dari gue! Gak kayak manusia sampah, yang dateng ada maunya!" Lelaki itu kembali meninggikan suaranya, membuat jantung Asa berdegup lebih kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanfictionTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...