◍11 Pengecoh

28 18 24
                                    

.....

Seharusnya kalau sudah mati, kamu tak perlu menghantuiku lagi. Setelah kematianmu tersebar, membuatku semakin kesulitan menyembunyikan diriku, aku selalu bersembunyi dan berlari tak tentu arah.

Aku akui, aku menyesal.

Sekarang, aku harus menghapus satu penghalang lagi, aku tak tahu apakah dengan menghapusnya membuatku aman atau justru membuatku harus mengotori tanganku lagi. Seharusnya aku berhenti sejak awal, tapi aku sudah terlanjur memulai.

Ah, kapan penyesalan ini akan berakhir?

Apa aku layak mengunjungi makammu? sepertinya tidak.

Lagipula, pembunuh mana yang menghampiri makam korbannya apa lagi sembari menangis?

Triiingg!! Triiing!!

Aku segera mengangkat panggilan suara dari bawahanku, Lathif. Seharusnya sekarang ia sudah memberikan kabar baik.

"Gimana? Lo udah ketemu sama dia?"

"Udah, tapi.." Aku mendengarnya bicara seolah ia sedang meragukan sesuatu.

"Kenapa?"

"Dia sekarang bareng sama orang yang lo akhiri hidupnya."

Tanganku bergetar, bahkan handphone ku sampai terjatuh. Orang yang sudah mati seharusnya tak perlu datang, jangan kacaukan rencana dan hidupku lagi.

Apa aku benar-benar telah membunuhmu?

Aku mengacak-acak rambutku frustasi, lelucon apa lagi ini? Aku membanting vas bunga yang ada didekatku.

Tenang.

Mungkin saja yang Lathif lihat bukan dia, mungkin hanya orang yang mirip saja. Hm, fokuslah pada saksi terakhir, hapus semua bukti yang mengarah padamu, hilangkan semuanya. Jangan terkecoh, hapus semua yang menghalangimu untuk bahagia, kamu berhak bahagia.

(?) POV End.













































































































"Permisi nak, ada tamu, sepertinya teman SMA kamu, namanya Asa."

Pemuda itu sedikit terkejut ketika Bibi menyebut namanya.

Asa, sahabat terdekat dari target terakhirnya saat ini. Dahulu memang mereka satu sekolah, pemuda ini mengenalnya, Asa anak yang sangat terkenal karena sifatnya yang ramah, ia juga banyak aktif dalam kegiatan sekolah.

"Sebentar ya Bi, saya siap-siap dulu."

Bibi mengangguk mengiyakan, pemuda segera pergi bersiap-siap dan segera turun.

Pemuda itu memperhatikan tamunya duduk menunggu sembari bermain handphone diruang tamu, ia tahu kedatangan tamu kerumahnya adalah untuk menanyainya seperti lima tahun lalu. Semua tuduhannya terasabenar, tapi ia terus mengelak dan membuatnya berhenti bertanya. Tapi tunggu, siapa itu? Pemuda itu pikir, hanya Asa yang datang, ternyata ia juga membawa temannya.

Hanan.

"Wey bro, dah lama gak ketemu, kok lu makin cakep aja, apa kabar!?"

"Baik, lo sendiri?" Tanyanya acuh, sebenranyapun ia tak peduli.

"Gue baik, tapi hari ini bakalan ada banyak hal yang perlu kita omongin bertiga."

"Emangnya harus gitu gue ikutan? gue udah bilang, gue gak tau apa-apa." Ucap pemuda itu sembari menuruni tangga dan duduk didepan mereka.

LIKE WE JUST METTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang