.....
Sudah setahun berlalu, dan kini mereka hanya perlu menunggu ujian akhir kelulusan. Malam ini, dengan rasa keingin tahuan yang sangat besar, Jihad mengikuti Dirga tanpa sepengatahuan dari sahabatnya itu. Ia penasaran bukan karena tak ada sebab, tapi dengan kecurigaan yang teramat besar.
Walaupun Dirga mengatakan kalau ia tak lagi berteman dengan komplotan anak-anak nakal yang setahun lalu sempat berteman dengannya, namun Jihad merasa Dirga semakin banyak berubah, entah dari wajahnya yang terlihat lebih menua, walaupun ia tetap memiliki wajah yang tampan. Atau dari sikapnya yang kadang tak masuk akal, Jihad merasa ada yang tak beres dengan sahabatnya itu.
Saat motor milik Dirga sudah terparkir di halaman gudang lama, Jihad juga segera memarkirkan motornya dibalik semak-semak yang tak jauh dari gudang lama itu.
"Kenapa kesini lagi?" Gumamnya tak suka.
Saat sampai di tempat yang terakhir kali ia datangi setahun yang lalu, ia melihat Dira tengah tertawa dan bercanda dengan orang-orang yang sama, seperti saat terakhir kali ia datang. Ada rasa kesal bercampur sedih, apakah ini alasan Dirga tak lagi menyapanya?
Ditengah gelak tawa Dirga dan teman-temannya, Jihad berdiri dihadapan mereka, menatap Dirga kesal.
"Lo ngapain disini?" Tanya Dirga sembari menutupi paniknya, karena digenggaman tanganya ada benda yang tak seharusnya Jihad tau. Obat terlarang yang sudah menjadi candu untuknya selama setahun terakhir.
"Dirga, pulang! Saya gak suka kamu bergaul dengan mereka. Para sampah!" Bentak Jihad tak suka. Jihad menarik Dirga paksa keluar gudang, namun langkahnya terhenti kala mereka sudah sampai di tempat Dirga menaruh motornya.
"Bisa gak sih, lo gak jadi penghalang terbesar gue buat bahagia!?" Bentak Dirga sembari menatap Jihad tak suka.
"Gue cuman mau bahagia lewat cara gue! Dan lo! Lo salah satu penghalang terbesar gue!" Amarah Dirga tak lagi bisa dibendung, semakin Jihad menunjukkan wajahnya yang terlihat peduli itu, membuat Dirga semakin membencinya.
"Apa?" Tanya Jihad kebingungan, mengapa Dirga begitu membencinya? Apa ia pernah melakukan kesalahan?
"Apa lo gak cukup sama nilai lo yang sempurna itu!? Gara-gara nilai gue yang jauh dibawah lo, gue harus kerja keras seharian penuh, tanpa istirahat, gue harus kena pukul, tendang, disiram air dingin, di omongin didepan keluarga besar, dan hal-hal memalukan yang gak bisa gue omongin satu-satu didepan lo!"
"Dan semua itu nyokap dan bokap gue yang lakuin ke anaknya sendiri! Semua itu karena nilai yang gak berarti! Nilai sial*n yang gak bisa gue dapetin karena lo! Kenapa lo gak peka kalo gue benci banget sama lo!"
Entah apa yang sedang terjadi diantara keduanya, Dirga yang tanpa sadar menjatuhkan air mata. Juga Jihad yang begitu menyesal telah membentak sahabatnya tanpa tahu bahwa selama ini Dirga begitu terluka, berapa banyak luka yang ia tutupi darinya?
"Seharusnya kamu bilang sama saya! Saya sahabat kamu, memangnya saya ada di sini untuk apa?" Lirih Jihad sembari menatap sahabatnya sendu.
"MASALAHNYA LO GAK TAU APA-APA HAD! PULANG SANA, GUA GAK MAU LO KENA MASALAH!" Bentak Dirga. Ia tahu, seharusnya ia tak pernah mengajak Jihad ke tempat ini, karena Bos J, atau yang sempat setahun lalu Dirga sebut 'Kakak' itu tak menyukai keberadaan orang seperti Jihad.
"Ini bukan bahagia, Dirga. Bahagia mana yang membuatmu terlihat bodoh seperti ini?"
Dirga tahu seharusnya ia tak dikendalikan emosi, tapi nalurinya berkata lain, ia seolah akan mejaga bahagianya dengan apapun, bahkan bila harus ada nyawa yang menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanficTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...