.....
Aya POV.
Hari ini aku harus bertemu Kak Naja, kalau aku menurut Mas pasti senang, Mas juga pasti tak akan sedih dan marah. Sebenarnya bisa saja aku bersembunyi ditaman dan bertemu Jihad, tapi hari ini pun rasanya aku sedikit enggan untuk bertemu dengannya, mengingat ekspresi dan ucapannya kemarin.
"Aya bagai mana kabarmu?" Tanya Kak Naja setelah masuk keruangan yang biasanya jadi tempat kami mengobrol, Kak Naja juga membawa sebungkus biskuit.
"Alhamdulillah, seperti biasa, aku gak merasa sakit apapun." Jawabku seperti biasanya.
Kak Naja tertawa menanggapi jawabanku barusan, padahal tidak ada yang lucu dari ucapanku. Kak Naja mengambil biskuit didepan kami dan memakannya, dia juga menawarkanku namun aku tolak, pikiranku sedang kacau.
"Apa kamu butuh bercerita? Ceritakan saja semuanya, saya kan, doktermu." Kak Naja tersenyum, aku tahu kok, pekerjaanmu kan hanya mendengarkan semua ceritaku dan terus bertanya apa saja yang aku lakukan dalam seminggu. Oh, jangan lupakan memberi obat, yang aku sendiri tak mengerti fungsi obat itu pada diriku yang tak sakit ini.
"Banyak sih, tapi jangan bilang-bilang Mas ya?"
"Oh. Saya gak janji, hihihi."
Aku mengabaikan ucapan Kak Naja, aku membuang napas berat.
"Huuh.. Jadi hari ini aku cerita soal masa kecilku aja ya?"
Aku melihat anggukan dari orang didepanku, dan aku mulai bercerita mengenai masalaluku bersama sahabatku, Jihad.
Flash back.
Sore itu taman desa penuh dengan anak-anak yang bermain, tapi aku dan sahabatku menjauh dari teman-teman, aku menangis karena bonekaku rusak, aku terduduk diatas ayunan sembari menangis sampai membasahi wajahku, dan Jihad yang memegang boneka dan jarum jahit ditangannya, ia sedang berusaha agar boneka itu kembali sembuh.
"Sstts.. Sabar, aku sedang berusaha untuk memperbaikinya." Ucapnya berusaha menenangkan.
Aku mengagguk mengiyakan, aku tahu seharusnya diriku tak perlu membawa boneka kesayanganku keluar rumah dan meninggalkannya tergeletak dekat ayunan sendirian, sekarang boneka kesayanganku rusak karena ulah kucing yang entah kemana perginya.
"Sedikit lagi.. Dan selesai!!"
Aku masih diam, aku sadar namaku disebut, tapi aku engan melirik karena takut kalau bonekaku tak akan kembali seperti semula, sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk melirik Jihad dan bonekaku.
"Aya lihat ini, bonekamu sudah selesai kujahit." Jihad memperlihatkan boneka beruang itu didepanku sembari tersenyum manis.
Saat melirik boneka milikku, aku merasa begitu senang, karena bonekaku kembali seperti semula. Aku segera mengambil boneka itu dari tangannya dan memeluk bonekaku dengan wajah yang ber-seri-seri.
"Makasih Ji, kamu hebat banget!"
Tanganku segera menyambar tangan milik Jihad dan menggerakkannya ketas dan kebawah dengan cepat. Aku tersenyum ramah, aku merasa sangat senang.
"Maaf juga kalau jahitannya gak rapi, aku masih harus belajar sama Ayah." Ucap Jihad.
"Iya Ji! Nanti ajari aku menjahit ya!"
Aku melihat Jihad tersenyum bahagia, karena aku yang awalnya merasa sedih, kini berubah seolah aku adalah manusia paling bahagia sedunia.
"Ji janji sama aku, kamu bakal tetap seperti ini, kalau bisa selamanya. Untukku."
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
Hayran KurguTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...