.....
"Si*lan.."
***
Hanan POV End.
Jendral mengangkat badan Hanan dan membawanya masuk kedalam mobil Asa, dimana Asa sendiri sudah menunggu sejak lama. Asa menatap bagian kepala Hanan yang sedikit mengeluarkan darah itu lamat-lamat, ia khawatir kalau Jendral memukulnya terlalu keras.
"Lo gak mukul keras kan?" Tanga Asa khawatir, siapa yang tidak khawatir bila melihat sahabatnya dipukul oleh orang? Dan kepala sahabatnya terluka sampai mengeluarkan darah?
"Enggak, gue biasa mukul segitu." Jawab Jendral santai sembari memalingkan wajahnya kearah lain.
"Tapi itu berdarah.. Ya Allah, Jen. Kamu harusnya lebih lembut lagi."
"Mukul kok lembut, yang ada ntar kita ketangkep. Lagian itu luka luar aja, ntar juga kalo diobatin sembuh, lecet aja itu." Jelas Jendral.
Jendral segera mengangkat badan Hanan dan membawanya masuk kedalam mobil Asa
"Ya-in. Pak, bawa kita kerumah Jendral, ya."
"Jangan, bawa kita ke villa dideket gunung aja, itu villa punya keluarga gue yang udah gak kepake, bersih kok, soalnya udah gue siapin dari kemaren."
"Yaa, terserah."
Mobil yang membawa mereka melaju cepat menerobos pepohonan yang menghiasi pinggiran jalan, mungkin ini terkesan horor bagi beberapa orang, namun tidak untuk mereka yang sedang fokus pada rencana, dan berharap mendapatkan jawaban.
Asa mulai merasakan kantuk, karena perjalanan menuju villa milik Jendral cukup panjang. Jendral masih mengarahkan Pak supir untuk sampai ketujuan, karena villa itu hanya diketahui olehnya seorang.
"Jen, bangunin gue kalau udah nyampe. Gue mau tidur dulu." Pinta Asa pada jendral.
"Hm." Balas Jendral tanpa menoleh Asa sedikitpun.
kini mobil itu sudah terparkir rapi didepan bangunan mewah nan megah milik Jendral, Jendral segera rurun menggendong Hanan yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri, ia juga di ikuti Asa yang sudah ia bangunkan lebih dulu.
Setelah menaruh Hanan diatas kursi, Jendral segera mengambil tali untuk mengikat Hanan agar tidak kabur, tali itu sudah ia siapkan jauh-jauh hari.
"Kalau ayamnya udah ketangkep, sekarang tinggal pergi kekandangnya, ambil telornya." Ucap Jendral setelah berhasil mengikat Hanan. "Lo tau rumah dia, Sa?"
"Tau."
"Bang Raden!" Panggil Lathif dari kejauhan, ia segera berlari dan menghampiri Raden yang tengah memesan bubur ayam pagi ini.
"Hah, paan? Lo udah rajin solat blom? Apa masih banyak bolongnya?" Ucap raden yang menyadari kehadiran Latih yang berdiri disampingnya dengan senyuman yang sangat lebar.
"Alhamdulilah Bang, kemaren sholat subuh ketinggalan. Jadi gue sholat subuhnya jam enam-an gitu, untung Mbak Aza lagi diluar kota, bapak lagi kerja di luar pulau, dan Ibuk lagi nginep dirumah Nenek."
Maklum saja, keluarga Lathif memiliki jadwal yang padat, bahkan mereka kadang hampir lupa kalau waktu bersama keluarga jauh lebih berharga.
Lathif adalah anak bungsu, dengan satu kakak perempuan bernama Khanza, yang saat ini sedang menuntut ilmu diluar negri. Ayah Lathif adalah seorang Mandor bangunan yang biasanya selalu mendapat pekerjaan diluar pulau. Sedangkan sang ibu, disibukkan dengan jadwal mengajar juga menurus sang Nenek yang sudah menua.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
FanfictionTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...