......
Suasana kampung pagi ini begitu tenang, Aya, gadis bergamis biru itu tengah menyapu halaman rumah yang tak begitu kotor, hanya ada sampah dedaunan kering yang jatuh.
Acara sapu menyapunya telah usai, ia duduk diteras rumah sembari menghirup udara segar. Senyuman itu sekilas muncul dinatara rasa lelahnya setelah menyapu.
Suara langkah kaki yang tergesek dengan tanah membuat netranya melirik kearah pagar rumah, dan mendapati lelaki yang dikenalinya tengah membawa tas belanja.
"Mas! Titipan Aya ada gak!?" Teriaknya sembari bangkit dari duduknya.
Itu Mahendra.
"Ada, untung tadi Mas inget.." Mahendra menyerahkan sebungkus cilok langganan adiknya di pasar, untunglah ia tak lupa untuk membelinya, karena kalau tidak entah apa yang akan dilakukan adiknya saat merajuk nantinya.
Mahendra mengambil tempat disisi Aya yang sudah kembali duduk dan menyantap cilok dipagi hari. Mahendra menopang dagunya dan menatap hamparan sawah yang terbentang luas didepan rumah.
Posisi sawah tak sedekat itu, tentu ada jalanan yang lumayan lebar, jadi rumah mereka tak memiliki tetangga di depan rumahnya. Pencuci mata gratis dari pencipta.
"Loh, Mas kok beli jajanan banyak banget!?" Ucap Aya heboh kala menggeledah tas belanja yang dibawa Mahendra penuh dengan jajanan tradisional.
"Ya ga papa sii.. Emang ga boleh?" Mahendra menarik tas belanja oitu dari adiknya. Ia sangat tahu sifat bawaan adiknya sedari kecil itu, kalau sudah melihat jajanan, pasti akan ada hasrat untuk menghabiskannya seorang diri.
Aya menghembuskan napas kesal. Tapi ia juga tak berhak marah pada Kakaknya itu. Namun, tak apa, kan, kalau ia mencubit Kakaknya?
"Aduh!" Pekik Mahendra kala mendapati lengannya memerah karena cubitan kecil Aya.
"Emang boleh se 'Aduh~' itu?" Ucap Aya dengan nada meledek.
"Hari ini sepi ya, Mas? Semua pada sibuk masing-masing, jadi jarang ada yang main ke sini lagi. Apa Aya harus sakit dulu, ya? Biar semua pada kumpul disini?"
Kalimat itu lepas begitu saja bersama hembusan angin pagi. Mahendra tak tahu ingin membalas apa, yang jelas Aya tak boleh sakit apapun alasannya. Sudah cukup lukanya itu.
"Jangan sakit." Balas Mahendra sembari bangkit dari duduknya, mengambil langkah untuk masuk kedalam rumah.
"Nanti jam sembilan ada yang mau mampir, Aya persiapkan diri aja. Jangan ngomong yang aneh-aneh ya, Mas ga suka."
Itulah ucapan terakhir sesaat sebelum Mahendra benar-benar menghilang dibalik pintu. Aya menatap kepergian Mahendra kebingungan.
"Siapa?" Gumamnya, namun ia seolah tak ingin ambilpusing, jadi Aya tetap melanjutkan makannya.
"Jadi, kedatangan saya kesini, berniat untuk me.."
Ucapan itu terputus ditengah jalan, pemuda dengan blangkong khas Yogyakarta itu merasa keringat dingin sudah membasahi dirinya.
Niatnya, hari ini sudah ingin terlihat keren dengan stelan koko putih dan celana hitam. Ia bahkan mandi selama satu jam hanya untuk datang kerumah ini. Pemuda itu juga sudah menata kalimat-kalimat yang ingin ia katakan hari ini sejak seminggu yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE WE JUST MET
أدب الهواةTerlalu dikata sederhana untuk sebuah kenyamanan yang tercipta, sampai-sampai ia lupa, bahwa ia hidup dalam kebutaan atas kenyataan. Akankah ia bisa keluar dalam zona nyamannya? ____________ "Ini adalah cerita yang sangat bagus." "Bukankah begitu?" ...