◍10 Ayo pulang

28 18 18
                                    

.....

Sore ini seharusnya warung sembako milik Aya dan Ibu sudah tutup, tapi karena Aya melihat ada seseorang yang tengah berjalan menuju warungnya, ia putuskan untuk melayani pelanggannya itu lebih dulu.

Sebenarnya pun, hari ini ia ada janji untuk bertemu dengan Jihad ditempat biasanya. Tapi sekali-lagi ia ingatkan dalam diri, pelanggan adalah raja.

"Mbak Aya! Gue beli gula sama garem dong~"

"Boleh.. sebentar ya Thif."

Aya mengambilkan pesanan milik Lathif dan membungkusnya. Lathif memberinya uang sebesar dua puluh ribu rupiah.

"Kembaliannya delapan ribu ya.."

"Siap!" Lathif menerima uang itu dan tersenyum.

Sekarang setelah menerima uang itu seharusnya ia pulang, tapi yang ia lakukan justru terdiam dan menatap Aya sembari memberikan senyuman manisnya.

"Ada yang mau dibeli lagi? Oh iya, lain kali jangan panggil pake 'Mbak' ya, Kita kan seumuran."

Perkataan Aya hanya dibalas anggukan kecil, Aya pikir setelah ini Lathif akan pergi, nyatanya pemuda itu masih tetap ditempatnya dan terus menatapnya.

"Ada yang mau dibeli lagi gak sih? Kalo gak ada, kenapa masih disini.. Aku risih loh, kamu ada niat jahat ya sama aku? Aku ada janji ketemuan nih."

"Kemana sih?"

"Kemana aja boleh lah, kamu mau apa?"

"Gak mau apa-apa, galak banget. Tau gak? Ternyata bidadari itu nyata tauk?" Tanya Lathif.

"Mana-mana!?" Aya sangat antusias, pasalnya sejak kecil ia selalu berharap akan menemukan bidadari di dunia nyata, karena ia hanya bisa menemuinya didalam buku dongeng dan film animasi.

"Ini didepan gue. Tapi bidadari yang ini tipenya galak."



























Ditempat lain.

( ? ) POV

"Seharusnya kamu bilang sama saya! Saya sahabat kamu, memangnya saya ada di sini untuk apa?"

Seharusnya tak ada yang tahu aku disini, tapi mengapa kau mengikutiku bahkan sampai sejauh ini? Apa yang ingin kau lakukan dengan cara mengikutiku, apa kau akan melaporkanku pada Papa dan Mama?

"MASALAHNYA LO GAK TAU APA-APA HAD! PULANG SANA, GUA GAK MAU LO KENA MASALAH!" Bentakku, aku tahu seharusnya aku tak dikendalikan emosi, tapi naluri ku berkata lain, aku akan menyimpan rahasia ini, kalau memang harus ada nyawa yang menghilang pun tak apa.

"Kalau gitu, kamu juga pulang."

"GAK!"

"Ayo cerita, semuanya belum terlambat.." Ucapnya halus, aku tak bisa, aku tak mau kehilangan 'rumahku' lagi. Setidaknya hanya merekayang bisa menerimaku dengan banyaknya sisi lemah yang aku miliki.

"Gak ada yang bisa diceritakan lagi, udah gak ada jalan lain, yang ada sekarang cuman dua pilihan."

Terbesit dalam benakku, hanya ada dua cara yang bisa kutempuh untuk mempertahankan 'rumahku' walaupun yang harus aku hadapi adalah sahabatku sendiri, aku akan melakukan apapun.

Demi 'rumah'.

"Pilihannya adalah, lo gak kasih tau ortu gua, atau lo milih diem dan simpen rahasia ini. Masing-masing pilihan sama-sama punya resiko, kalau lo diem, ada bagusnya buat lo dan gua, tapi kalo lo kasih tau ortu gua, lo mati. Sebenarnya, dua pilihan ini sama aja, kalau lo sampe berkhianat dibelakang gua, lo sama aja merencanakan kematian lo sendiri." Bisikku didekat telinganya.

LIKE WE JUST METTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang