19. Penyakit

87 4 0
                                    

“Tanpa aba-aba aku dipaksa melupakanmu kemudian setelah lupa aku kembali memaksa untuk mengingat sosokmu.”

.
.
.


“Jangan pernah tinggalin aku.”

“Ibu dan tunangannya ada di sini, kamu bisa pergi.”

“Lo bukan mau jauhin dia dari hidup Dava, tapi lo mau buat dia kehilangan hidupnya Sendiri.”

“Gak nyangka gue punya pacar jalang kayak lo!”

“Apapun alasannya, semua yang lo lakuin itu gak benar, Sia!”

“Gue akhirinya hubungan kita malam ini juga.”

“Tempat ini jawabannya. Bar, alkohol, lelaki hidung belang, baju seksi, make up menor, gue rasa itu sudah cukup.”

“KALAU GUE GAK BISA MILIKIN DAVA, BERARTI LO JUGA GAK BAKAL PERNAH BISA MILIKI DAVA!”

“AYYANA!”

“GLASSIA!”

Semua kalimat itu datang secara bersamaan di kepala Glassia. Ia merasa sangat sakit, ditambah dengan banyak bayangan orang-orang muncul begitu saja.

“Kalian siapa?” tanya Glassia dengan tangis yang terus menghujani wajahnya.

Deg!

Banyak nama muncul diingatan Glassia. Ia berhenti menangis, segala tragedi yang dulu pernah ia lalui rasanya muncul dan berputar kembali di depannya.

Air mata Glassia kembali menangis, benar saja ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat barusan. Gadis terus berjalan mundur hingga punggungnya mengenai tembok kamar.

Ceklek.

Pintu kamar itu terbuka, di sana ada sosok Khair sambil membawa beberapa obat di tangannya. Lelaki itu mendekat ke arah Glassia dengan raut khawatir.

“Aku orang jahat!” teriak Glassia menjaga jarak dengan Khair.

Khair khawatir dibuat Glassia, namun ia mulai curiga jika ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu. Dengan sangat hati-hati, Khair mendekati Glassia, sebelumnya ia meletakkan obat yang tadi ia bawa di nakas dekat pintu.

“Aku orang jahat,” ucap Glassia menunduk sambil mengeluarkan Ir mata.

Khair berhasil menggapai Glassia, ia memberi pelukan hangat pada gadis itu.

“Aku bukan orang baik, Kha,” adu Glassia yang kini membalas pelukan Khair.

Kali ini Khair mengangguk, ia paham dan ia sudah mengerti apa yang terjadi pada Glassia. Ingatan yang sempat hilang itu sepertinya mulai kembali.

“Kamu adalah orang yang paling baik, Glass,” ucap Khair, matanya kini menembus tatapan mata Glassia.

Glassia juga membalas tatapan Khair dengan penuh harap, “Aku gak pantas disebut orang baik.”

“Aku pernah bunuh orang, Kha,” ucap Glassia kini tangisnya pecah, air mata Glassia bercucuran ke sana kemari. Sungguh, rasanya seperti luka yang kembali dalam hidupnya.

Kenangan Glassia yang kelam datang menghampiri kehidupan Glassia yang membaik. Diri Glassia yang begitu kejam dulu datang padanya yang sekarang telah kembali menjadi gadis lembut dan baik.

Glassia rasanya tidak sanggup menerima betapa buruknya dirinya dulu. Penyesalan menyelimuti gadis itu, ia membenci dirinya sendiri.

Khair kini membawa Glassia ke dalam pelukannya, “Jangan salahkan diri kamu, Glass.”

DAVANDRA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang