23. Ibu untuk Cia

58 3 0
                                    

Allo guys!

Have fun and happy reading!

.
.
.

Udara terasa segar, sudah lama Dira tidak menghirup udara sesegar ini. Wanita itu tersenyum seraya menutup matanya dan membuka tangannya. Dira membiarkan hembusan angin menembus tubuhnya.

Tidak ada tempat lain di rumah sakit Gyada yang lebih menenangkan selain temannya. Bertahun-tahun Dira dirawat untuk menyembuhkan mentalnya di rumah sakit jiwa itu.

Taman yang dimiliki rumah sakit selalu berhasil membuat Dira tenang. Apalagi kesehatannya mulai membaik sekarang. Jika dipersentasikan, mungkin kesehatan Dira sudah sampai pada angka 80% kesembuhan.

Dokter mengatakan, mungkin hanya tinggal beberapa bulan saja Dira dirawat jika ia terus mengalami peningkatan seperti ini. Meski ia nanti akan sembuh total, tetap saja mental Dira akan berbeda dengan orang normal.

“Kak Dira,” panggil Arya yang datang untuk menemui kakaknya.

Saat mendengar suara adiknya itu, Dira langsung membuka matanya. Ia melihat sosok Arya yang tersenyum ke arahnya.

“Arya!“ teriak Dira dengan semangat, “Sini!”

Arya berjalan menghampiri Dira. Rasanya seperti mimpi melihat Dira yang memanggilnya seperti orang normal. Sudah lama Arya mengharapkan kesembuhan Dira. Beruntung Ranendra datang dan membantunya untuk penyembuhan sang kakak.

“Kak Dira ngapain?” tanya Arya. Ia mengikatkan rambut Dira yang berterbangan karena terpaan angin.

“Arya, kamu datang sendiri?” tanya Dira, ia tidak menjawab pertanyaan Arya sebelumnya.

Arya mengangguk kaku, “Iya, kenapa, Kak?”

Dira menggeleng, ia hanya penasaran apakah Arya datang bersama seorang gadis? Kali ini Dira ingin menemui sosok gadis yang selalu dibela Arya. Ia mulai bisa menerima kehadiran gadis kecil itu, meski ia tahu semuanya nanti pasti akan menyakitkan baginya.

“Gapapa, Om?” tanya Cia, gadis berusia sekitar sembilan tahun. Ia datang bersama Ranendra karena lelaki itu terus mengajaknya.

Ranendra berjongkok agar tubuhnya bisa setara dengan gadis bernama Cia itu, “Gapapa, sayang. Sekarang kita temui mamah, ya?”

Cia menghentikan langkahnya kala ia melihat sosok Dira yang seperti sedang bicara dengan Arya. Meski Cia tahu, jika ada Arya maka dirinya pasti akan aman. Namun, tetap saja Cia takut menemui Dira.

Bagaimana jika Dira akan marah lagi?

Bagaimana jika wanita itu melukai banyak orang seperti tempo hari?

Cia tidak ingin jika dirinya nanti akan menjadi sumber masalah bagi semua orang. Melihat Dira yang tersenyum dari kejauhan saja sudah cukup membuat Cia senang.

“Kenapa berhenti?” tanya Ranendra saat ia merasakan Cia hanya diam dan mematung.

Cia menggeleng, “Kalau mamah ngamuk karena Cia gimana, Om?”

Belum sempat Ranendra menjawab pertanyaan Cia, ada suara yang menjadi fokus mereka. Cia dan Ranendra melihat ke arah orang yang mengeluarkan suara itu.

“KALIAN KE SINI!” teriaknya seraya melambaikan tangan. Dira tersenyum, tidak hanya pada Ranendra tapi juga pada anaknya.

“Ayo!” ajak Ranendra dan menarik Cia untuk ikut bersama.

Meski ragu, Cia tetap mau mengikuti Ranendra. Arya yang melihat itu pun ikut tersenyum. Ia bahagia saat mendengar Dira bertanya tentang Cia. Beruntung lagi, Ranendra datang membawa keponakannya itu.

DAVANDRA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang