27. Pendarahan

76 3 0
                                    

Happy reading!

.
.
.

Pantulan wajah di cermin menunjukkan wajah khawatir seorang gadis di depannya. Via memegang perutnya yang sudah terlihat besar. Kandungan telah memasuki bulan ke tujuh.

“Kamu nanti jangan pernah salahin diri kamu sendiri ya, Nak. Apapun yang orang katakan tentang kamu, bagi mamah kamu adalah sebuah keindahan di dalam hidup mamah,” ucap Via dengan tangan yang terus mengelus anaknya lewat perut.

Saat usia kandungannya semakin tua, Via semakin khawatir. Ia takut jika anaknya itu akan dirundung banyak orang. Bagaimana jika anaknya akan hidup dengan penuh hinaan dari orang di sekelilingnya? Apakah mental anaknya akan baik-baik saja?

Awalnya Via juga menganggap kehadiran anaknya ini adalah sebuah bencana. Tetapi, setelah beberapa bulan ia lalui dengan bayi di kandungannya itu. Via mulai merasa sayang dan takut kehilangannya.

Bayi itu memang hadir karena sebuah kesalahannya dengan Fandi. Namun, sebuah kesalahan ternyata berhasil membuat Via luluh. Mungkin dunia Via sekarang adalah bayi nya itu.

Via mulai bosan di kamar saja. Ia berniat untuk keluar dan menemui ibunya. Siapa tahu Risa sedang memasak atau melakukan aktivitas lainnya.

“Fiendha? Sini, Nak!” Risa melambaikan tangannya agar Via datang dan menghampirinya.

Via datang pada Risa, “Mamah masak apa?” tanyanya.

Risa tersenyum, ia mencampur coklat cair dengan coklat bubuk dan memberi sedikit tepung. “Brownis coklat kesukaan kamu!”

Via tersenyum sesaat namun ia kembali teringat dengan pikirannya di kamar tadi. Gadis itu kembali terdiam sambil meraba perut buncitnya.

“Kenapa, hm?” tanya Risa kala mendapati diamnya Via.

“Nanti kalau anak Via dihina orang lain karena dia punya orang tua yang ternyata saudara kembar gimana, Mah?”

Risa menghentikan aktivitas mengadukan adonannya. Ia kini menatap putrinya itu dengan penuh luka. Risa memegang kedua pundak Via. Gadis itu terlihat pucat, tidak bersemangat, dan seperti mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan.

“Kita semua tahu kalau ini adalah sebuah kesalahan. Tapi, Mamah gak akan membiarkan siapapun menghina kamu dan cucu Mamah,” ucap Risa.

Via tersenyum, “Mamah janji buat jaga anak Via, ya?”

“Pasti, sayang.” Risa mengangguk, tentu ia akan menjaga cucunya itu. Bukankah bayi itu juga korban di sini?

“Via gak mau dia sampai dihina orang lain. Via juga mau minta tolong sama Mamah, jagain bayi aku dan berikan kasih sayang ke dia.”

Risa memeluk Via, “Dia gak akan pernah merasakan kekurangan kasih sayang, Nak.”

Pelukan hangat itu memiliki kesan yang berbeda. Rasanya seperti mereka saling membagi luka. Kekhawatiran Via bukan tanpa alasan. Wajar jika ia memikirkan kehidupan anaknya itu untuk ke depannya nanti.

Setelah pelukan hangat itu, mereka berdua menghabiskan dengan membuat brownis bersama. Kesibukan mereka mengantarkan waktu kepada sore hari.

Tidak terasa, semuanya berjalan begitu cepat. Sore yang sejuk dengan brownis dan susu coklat yang menemani Via. Ia duduk di ruang tamu keluarga sambil menghabiskan susunya.

Fandi datang dan menghampiri Via. Ia membeli beberapa pakaian bayi dan menunjukkannya pada Via. Pakaian bayi berwarna merah muda lah yang Fandi beli karena anak mereka diprediksi adalah perempuan.

DAVANDRA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang