28. Kelahiran Freya

71 4 0
                                    

Happy reading!

.
.
.


Dalam waktu empat jam, Via sudah dijadwalkan untuk melakukan operasi. Kini, hanya menunggu hitungan waktu saja bagi Fandi dan Via agar bisa melihat anak mereka.

“Gue yang mau operasi, kenapa lo yang tegang, Kak?” tanya Via saat melihat wajah pucat Fandi.

Fandi diam dan kini ia menggenggam erat tangan Via. Lelaki itu memikirkan perkataan dokter tentang keberhasilan operasi ini. Fandi takut jika sesuatu terjadi pada Via.

Dokter sendiri tidak dapat menjamin keselamatan wanita itu. Hingga saat ini, Via seperti tidak merasa sakit atau semacamnya. Mengapa ia seakan tidak bisa merasakan sesuatu apapun?

Saat Via tersenyum, hal itu malah membuat Fandi semakin khawatir. Pikiran buruk bermunculan di kepalanya, Fandi mulai diselimuti ketakutan dan kekhawatiran sekarang.

“Lo gak ngerasain apa-apa, Vi?” tanya Fandi dengan wajah serius.

Via mengangguk, “Aman,” ucapnya.

Tidak ada yang terjadi, semuanya seakan berjalan lancar. Namun, di saat detik-detik ingin melahirkan, air mata Via jatuh tanpa dipinta. Perutnya terasa nyeri tiba-tiba. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

Fandi yang tadinya sempat meninggalkan Via, kini kembali keruangan itu. Hening, para tenaga medis juga belum berdatangan. Via hanya ditinggal sendiri karena Risa juga sibuk untuk menyiapkan proses persalinan Via.

Ia memberitahu keluarga Sanjaya bahwa akan melahirkan hari ini. Risa menyiapkan pakaian Via dan bayinya untuk dibawa ke rumah sakit. Masih banyak yang harus Risa kerjakan. Untuk menjaga Via di rumah sakit, untuk sementara hanya Fandi seorang.

“Lo kenapa, Vi?” Fandi langsung panik saat melihat Via meneteskan air matanya, “Ada yang sakit?” tanyanya khawatir.

Via menggeleng, ia tidak ingin membuat Fandi khawatir dengan keadaannya. Pikiran Via tiba-tiba saja memburuk. Ia berpikir bahwa operasi ini akan berakibat buruk baginya. Entah kenapa hati Via menjadi gelisah.

Ditambah pula dengan perutnya yang terus terasa nyeri. Via takut jika ia atau anaknya tidak bisa diselamatkan. Gadis itu sempat membaca beberapa artikel tentang melahirkan diusia kandungan tujuh bulan.

Apakah ia bisa melewati semuanya? Ia khawatir tapi ia tidak bisa mengatakan kekhawatirannya itu pada Fandi. Via tidak ingin merepotkan lelaki itu.

“Kenapa lo nangis?” Fandi duduk di atas kasur yang terdapat Via sedang berbaring, lelaki itu menghapus air mata yang keluar dari mata Via.

“Lo lagi sembunyiin sesuatu dari gue, hm?”

Lagi-lagi Via tidak menjawab. Kini tangannya malah meraih tangan Fandi. Tatapan yang ditunjukkannya begitu dalam dan penuh arti. Fandi mulai merasakan kecemasan yang dialami gadis itu.

“Semuanya bakal baik-baik aja, Vi,” ucap Fandi lelaki itu memeluk Via, “Lo harus percaya sama gue.”

“Kak, nama anak kita nanti lo yang kasih, ya?” ucap Via tepat di telinga Fandi, “Orang bilang, nama yang dikasih sama ayahnya itu lebih baik daripada dikasih mamahnya.”

“Kalau nanti gue gak bisa jaga anak kita. Lo harus jaga dia, ya?”

Mendengar itu, Fandi langsung melepaskan pelukannya dan menatap Via penuh luka. Lelaki itu menggeleng, ia tidak suka dengan ucapan Via kali ini. Apa maksudnya mengatakan hal itu?

“Gue gak mau. Lo harus jaga anak kita juga. Gue gak mau sendiri, Vi,” ucap Fandi.

Via tersenyum, “Anak ini sangat beruntung punya ayah kayak lo, Kak,” kata Via sambil menyentuh perutnya. “Lo harus rawat dan jaga dia.”

DAVANDRA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang