Lo Nangis?

450 47 12
                                    

Pria berperawakan sedang dengan kulit berwarna putih tampak berdiri di depan pintu Kos Salma. Ia terlihat sedang menanti seseorang.

"Ngapain disini?," tanya Salma ketus pada pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngapain disini?," tanya Salma ketus pada pria itu.

Rony menyodorkan tangan kanannya tanda ia ingin bersalaman dengan Salma. Bukannya menerima simbol permintaan maaf itu, Salma yang sudah terlanjur badmood malah langsung membuka pintu kos dengan kunci yang sudah ia pegang.

Rony menahan tangan Salma sampai Salma meringis kesakitan.

"Kasar banget si jadi cowo," protes Salma sambil memegang tangannya.

"Lepas ngga!," ucap Salma lagi.

Rony melepas genggamannya di tangan kanan Salma, ia lalu berkata,"

"Sorry ya, gue nggak bermaksud..."

Belum selesai bicara, Salma sudah dulu memotong pembicaraan Rony.

"Apa? Udahlah gue capek, pengin istirahat" ucap Salma dengan suara gemetar.

Jelas dari tadi pagi Salma capek, tapi dengar kata-kata yang Rony ucapkan tentang Fajar makin membuatnya capek. Air mata Salma makin tak terbendung. Ia berusaha menyapu air matanya dengan kedua tangannya. Mereka keluar deras tidak mau berkompromi.

"Lo nangis?," tanya Rony seperti orang oon.

"Nggak,gue ketawa! Ya nangislah, gue tuh capek. Capek Ron, Capek!,"

Baru kali ini Rony melihat Salma menangis sesenggukan. Tubuhnya lelah, hatinya apalagi. Rony spontan memeluk tubuh Salma yang dingin. Hal itu membuat Salma tertegun.

Tidak, harusnya bukan pelukan Rony yang mendarat di tubuhnya. Bukan pelukan Rony yang ia butuhkan.

Semakin erat Rony memeluk Salma, semakin deras turun air matanya. Cukup! ini tidak fair untuk Fajar.

"Lepas!!!," ucap Salma memukul punggung pria tampan itu.

"Sorry, gue cuma pengin nengangin lo, Sal. Tentang yang tadi, nggak usah dipikirin ya," ucap Rony sambil mengelus-elus kepala Salma.

Rony menatap mata Salma, mata yang dulu pernah membuat harinya jadi lebih indah. Mata yang membuatnya melihat dunia jadi lebih berwarna. Mata cantik itu, Salma pemiliknya.

"Gue pulang ya,"

Tak ada jawaban. Sunyi seperti suasana disitu. Salma masih berdiri didepan pintu kos-nya. Ia melihat pria itu meninggalkan dirinya, semakin jauh dan sampai tidak kelihatan. Salma masih terdiam sampai akhirnya ada pesan yang masuk ke ponselnya.

"Yang, kok nggak diangkat telfonnya?"
"Masih acara ya?"
"Aku kira udah selese,"
"Aku mau siap-siap subuh, udah jam empat disini,"
"Hari ini aku tanding, doain ya"

Salma hanya bisa memandangi ponselnya dengan tatapan kosong. Bisa-bisanya dia curiga kepada pria yang memang terbukti setia. Bagaimana bisa, Salma?

Bagaimana bisa kamu menaruh dugaan sementara disana dia sedang berjuang. Fajar tumbuh dan besar di keluarga yang baik, jadi dia jelas bukan tipe laki-laki yang seperti dibilang Rony.

Salma sudah memberikan seluruh kepercayaannya pada diri Fajar, jadi akan sangat menyakitkan kalau dia sampai berkhianat.

Salma terus berusaha mengumandangkan hal-hal baik untuk mensugesti dirinya, bahwa Fajar memang tidak ada apa-apa disana.

{°}

Di Sydney, Australia sudah pukul 04:15. Itu artinya di Jakarta sekarang jam satu dini hari. Iya, Salma baru sampai kos jam satu pagi, itupun disita waktunya karena harus bertemu Rony.

Salma memegang pundaknya, bekas pelukan itu masih terasa. Salma tidak tau apa yang harus ia lakukan saat Rony memeluknya. Tenaganya tidak cukup kuat untuk menolak pelukan itu. Salma sudah terlalu lelah dan hanya bisa menangis.

Rasanya, komunikasi memang jadi kunci utama. Dan itu kurang di hubungan Salma yang ini. Perbedaan waktu dan jarak membut semua terasa singkat.

Salma terduduk lemas di lantai kamarnya. Ia masih mengenakan pakaian dari Studio. Ia melamun lama. Pesan Fajar juga belum ia balas.

"Masa lalu Fajar nggak perlu gue tau. Setiap orang punya masa lalu. Termasuk gue," ucapnya menenangkan dirinya sendiri sambil menyeka pipi yang basah karena menangis.

Tok...tok....tok...

Saat hendak menuju kamar mandi, terdengar pintunya diketok jam setengah dua dini hari. Siapa manusia yang kurang kerjaan itu?

Salma mengintip di jendela, ternyata Rony yang berdiri disana. Dibukanya pintu itu dengan wajah muram.

"Apa?," tanya Salma yang malas berbasa-basi kepada Rony.

Rony menyodorkan dompet kecil berwarna hitam.

"Dompet lo, ketinggalan di studio. Gue tadi lupa mau balikin," jawab Rony dengan gaya cool-nya.

"Lo masih nangis?"

"Mau dipeluk lagi ngga?"

Salma tak menjawab. Ia langsung menutup pintu kos-nya kencang-kencang. Rony memang biasa membuatnya naik darah, tapi tak biasa memeluknya seperti tadi. Kalau Fajar sampai tau, pasti sudah di smash habis-habisan dia. Kena anu-nya baru tau rasa.

"Eh, bucin banget ya lo. Segala foto dia lo taruh di dompet!!," Teriak rony dibalik pintu.

Salma memandangi foto berukuran 4×6 yang terpampang di dompet kecilnya.

Fajar kecil yang sekarang senyumnya bisa membius mata Salma.

"Dek, nanti kalau kamu udah besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Dek, nanti kalau kamu udah besar. Aku iki lho pacarmu. Pacarmu yang sering banget kamu tinggal. Dari Jepang ke Korea sampai Australia. Kamu macem-macem aku santet lho dek," ucap Salma dengan logat Maduranya.

SALJAY : LAUGH, MIC & RACKET [ END ✅ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang