7. Memperbaiki Kembali

7.3K 590 35
                                    

"Lo brengsek! Kenapa selalu kayak gini, Bang? Kenapa harus lihat gue hancur dulu, baru lo bawa gue pergi?" Saga melampiaskan semuanya dengan memukul rahang tegas Javvas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo brengsek! Kenapa selalu kayak gini, Bang? Kenapa harus lihat gue hancur dulu, baru lo bawa gue pergi?" Saga melampiaskan semuanya dengan memukul rahang tegas Javvas. Dua kali. Namun yang lebih tua memilih bungkam dan tidak melakukan perlawanan.

"Katanya lo bakal ngelindungin gue. Nyatanya apa, hah?! Lo selalu jadi pengecut di depan mereka!! Lo biarin gue di caci maki habis-habisan. Setelah itu, lo baru bergerak. Apa gue harus mati dulu, biar lo juga—"

"Jangan bahas kematian!!" sentak Javvas. Meraih tangan Saga yang hendak memukul nya lagi, untuk kemudian Javvas genggam erat. "Lo boleh marah, lo boleh pukul gue sepuasnya. Tapi tolong, jangan bahas kematian di depan gue."

Tatapan tajam Javvas mengartikan ketakutan cowok itu. Saga menarik tangan nya kasar, lalu mendudukkan tubuhnya di lantai yang kotor. Ruangan ini seperti gudang yang tidak terpakai, namun terlihat sedikit lebih rapih. Entah kenapa Javvas membawanya ke sini, Saga juga tidak terlalu peduli.

Melihat itu, Javvas ikut mengambil tempat di sebelah Saga. Sama-sama terdiam, dengan menatap kosong ke depan. Lalu sampai beberapa detik kemudian, Saga kembali membuka suara. "Kenapa lo bawa gue ke sini?"

"Karena cuma tempat ini, yang paling aman buat sembunyi."

"Kenapa? Kenapa, Bang?"

"Sorry," Javvas memejamkan mata erat. "Gue selalu jadi pengecut di depan semua orang. Mungkin lo udah muak sama gue. Tapi, Ga, nggak pernah sekalipun gue baik-baik aja setelah apa yang barusan terjadi."

Mendengar itu, Saga tersenyum miring. "Bullshit! Lo selalu bilang gitu. Tapi tetep aja, lo diem. Lo cuma bisa ngeliat gue terpojok, tanpa bisa membela diri, Bang."

Apa yang Saga katakan memang benar. Javvas menunduk, menatap lantai putih yang sedikit berdebu di bawahnya. Ia memang se-takut itu untuk membawa Saga pergi.

"Ga, gue bakal janji lagi. Kali ini, bukan hanya omong kosong. Lo mau, 'kan, percaya lagi sama gue?" Tatapan Javvas jatuh pada sosok adiknya.

"Nggak perlu—"

"Mulai sekarang, gue bakal selalu ada buat lo. Bakal bela lo, bakal ngelindungin lo. Gue janji, Ga. Gue mungkin benci sama orang yang ngomong janji, tapi kali ini, biarin gue singkirin rasa itu sebentar. Karena gue mau lo kasih gue kesempatan terakhir. Boleh, ya, Ga?"

"Bang, sebenernya lo mau apa, sih?" Saga berdecak kesal. "Selalu kayak gini. Lo juga dulu ngomong gini. Tapi apa? Nggak enak rasanya berharap, padahal orang yang jadi harapan itu masih jadi pengecut, Bang."

"Sekarang gue jadi pengecut. Tapi besok, gue akan berubah. Ga, pegang omongan gue hari ini." Dengan paksa, Javvas meraih tangan kiri Saga, lalu di arahkan ke wajahnya. "Kalau suatu hari gue masih jadi pengecut, lo boleh mukul gue kayak tadi. Lo boleh lampiasin semuanya ke gue. Apa pun, lakuin apa pun ke gue. Gue nggak akan marah, dan bales perbuatan lo."

|✔| Ujung Rumput dalam LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang