Hari ini Saga cukup bingung melihat area sekolah yang cukup ramai. Padahal hari ini adalah hari selasa, dan tidak ada tanggal sepesial seperti memperingati sesuatu. Namun, mengapa mobil-mobil yang terparkir di area sekolah nya jauh lebih banyak dari hari biasa?
Melangkah lebih dalam, tepatnya pada lapangan luas sekolah nya, Saga mematung. Melihat siapa ketiga sosok yang sangat amat dirinya kenali, berdiri bersama para guru di sana. Langkah kaki nya sontak berhenti di tepi lapangan, jauh dari mereka.
Kedua mata Saga fokus melihat ayah, bunda, dan Javvas yang pagi ini mengenakan almamater sekolah dengan rapih dan berwibawa. Di depan Javvas, bukan hanya ada guru-guru, tetapi juga ada semua anak OSIS.
Tunggu! Saga segera mengambil ponsel, lalu melihat tanggal yang tertera. Pantas saja sekolah lebih ramai dari biasanya, ternyata hari ini adalah hari keberangkatan Javvas ke Makassar. Juga dengan beberapa anak lain yang akan mengikuti perlombaan di kota lain.
Menghela napas panjang. Bahkan Javvas tidak mengatakan apa-apa padanya. Pesan terakhir kali yang ia kirim pun, belum Javvas baca. Terhitung seminggu sudah, hubungan mereka tidak baik-baik saja. Javvas juga tidak pernah kembali ke apartemen seperti sebelumnya.
"Ck! Gimana, ya? Uang gue udah habis lagi. Gue lupa bilang sama Javvas, kalau semenjak kita tinggal di apartemen, ayah narik semua kartu ATM gue." gumam Saga pada dirinya sendiri. Dengan tatapan mata yang masih terus memperhatikan ketiga orang di sana. Melihat bagaimana bunda dengan senyum lebar menatap si sulung.
"Saga, Saga, kalau aja lo bisa kayak Javvas, mungkin hidup lo nggak akan gini-gini amat. Ini semua salah lo yang nggak pinter. Udah nggak pinter, malesan lagi. Nasib, nasib ...," Tidak ada yang bisa Saga lakukan selain mencela diri sendiri. Menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpanya saat ini.
"Bund, aku ijin ke kelas dulu, ya. Ada barang yang ketinggalan di sana." ucap Javvas, kala tatapan mata nya tidak sengaja melihat sosok Saga dari kejauhan.
"Apa, Bang, yang ketinggalan? Penting banget?"
"Penting, Bund. Sebentar aja, oke?"
Akhirnya, Liza hanya mengangguk. "Yaudah, jangan lama, soalnya sebentar lagi kamu berangkat."
"Oke! Aku pergi dulu." Setelah nya, karena takut bunda berubah pikiran lagi, Javvas membawa langkah nya pergi dengan terburu-buru. Tangan nya meraih ponsel, untuk menghubungi Saga. Javvas tidak bisa menemui anak itu secara langsung, apalagi suasana tengah ramai di sini.
Si kembar kini akhirnya duduk berdua di taman belakang sekolah. Dengan Saga yang sibuk menyesap minuman dingin yang baru saja Javvas belikan. Anak itu merengek, ingin di belikan sesuatu yang menyegarkan. Padahal ini masih terlalu pagi untuk meminum sesuatu yang dingin, tapi apa boleh buat, manusia aneh seperti Saga memang tidak bisa di tebak keinginan nya.
"Gue bakal di sana, seminggu." kata Javvas, membuka obrolan setelah cukup lama hening.
Saga mengangguk paham. "Iya. Terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ujung Rumput dalam Lumpur
Teen FictionIni tentang posisi yang selalu membuat orang lain iri. Yang katanya, posisi ini adalah impian semua orang, karena yang paling berpotensi untuk mendapat banyak afeksi. Si bungsu. Yang kata orang-orang adalah anak manja dan anak yang paling mungkin...